Jumat, 17 April 2009

Perang Dingin

Ringtone Nokia membuat Andra yang sedang memasang dasinya, berdecak kesal. Bergegas ia menyambar hp abu-abu dari atas ranjang dan membaca pesan yang baru tiba itu.
Sarapan sudah siap.
Itu sms dari Saskia, istrinya. Sambil membetulkan krah kemejanya, Andra menuju ruang makan.
Di ruang makan Saskia tampak sibuk membuat sambal kecap. Wanita yang mengenakan daster batik itu memang menyukai jenis sambal yang satu itu. Ia tidak perduli kalau suaminya mulai bosan dengan sambal yang itu-itu juga.
Andra menatap istrinya sambil memendam jengkel. Meskipun demikian, ia tidak berminat mengirim sms karena khawatir pulsanya yang tinggal 20 ribu terbuang sia-sia. Mau menyapa lebih dulu? Enak saja, memangnya siapa yang salah?
Sementara itu dengan lagak tak acuh, Saskia menarik kursi dan duduk berhadap-hadapan dengan suaminya yang dibatasi meja makan bundar. Bahkan tanpa berniat menawari suaminya lebih dulu, ia mengambil sepotong tempe goreng.

====================================================================

Sudah tiga hari Andra dan Saskia saling mogok bicara. Tidak ada yang mau mengalah untuk mengakhiri perang dingin itu. Keduanya memang kepala batu dan mau menang sendiri.
Awalnya sederhana saja. Andra kecewa karena gurami bakar idamannya dibawa lari kucing. Sempat juga ia bermain petak lari dengan kucing loreng itu mengelilingi dapaur bahkan sampai halaman samping rumah. Sayangnya si Pencuri lebih gesit menggigit hasil jarahannya dan berlari-lari kecil meninggalkan tuan rumah yang menatap dengan pandangan marah namun tak berdaya.
"Lain kali kalau simpan makanan jangan sembarangan."
Saskia yang sedang membaca majalah di teras berpaling dengan tersinggung, " Sembarangan bagaimana?"
"Kenapa gurami bakar kamu taruh di meja dapur?"
"Lho, apa salahnya?"
"Jelas salah! Keburu digondol si Loreng!"
"Itu kan salahmu sendiri, kenapa kamu buka pintu dapur? Padahal kan sudah aku tutup?!"
Jelas Andra tak mau kalah. Ia menyahut sambil melotot, "Dapur pengap, bau asap! Kalau tidak dibuka, bisa sesak napasku!"
"Kalau begitu jangan salahkan aku?"
"Tidak bisa! Seharusnya kamu simpan gurami bakar itu di lemari makan!"
Habis sudah kesabaran Saskia. Ia berdiri sambil membanting majalah ke kursi. "Nah, kenapa tidak kaulakukan sendiri?!"
"Masa suami harus repot-repot mengurusi masalah sepele begitu?"
"Dasar mau enak sendiri! Lalu tugas suami apa?!"
Begitulah. Tidak ada yang mau mengalah. Kebetulan keduanya sama-sama nyinyir kalau sudah ribut. Tetapi biar bagaimanapun, laki-laki jarang tampil sebagai pemenang kalau adu mulut dengan perempuan. Akhirnya Andra memilih diam. Selain bereharap istrinya mengakui kesalahan dan minta maaf, ia juga tidak mau mendapat gelar 'laki-laki bermulut perempuan'.
Tetapi menginjak hari ketiga harapannya tak kunjung menjelma kenyataan. Ternyata bukan hanya adu mulut Saskia lihai, tetapi di tengah-tengah arena perang dingin pun ia cukup perkasa.
Walaupun sedang terjadi perang dingin, tetapi komunikasi harus tetap berjalan. Mau tak mau. Karena sedang mogok bicara, mereka mengirim sms dan menempel memo di depan pintu kamar.

====================================================================

Kasihan Farah, adik Andra yang baru kelas X itu. Ia cuma bisa bengong menyaksikan drama percintaan yang paling tragis diantara drama-drama percintaan yang pernah ditontonnya. Semula ia datang untuk melihat pengantin baru. Menurut sinetron yang pernah ditayangkan, suasana rumah tangga pengantin baru pasti serba menyenangkan, serba indah, serba-serbi...pokoknya seperti di surga....
Aku bosan. Apa kamu tidak bisa masak selain tempe goreng, sayur manisa, dan sambal kecap? begitulah sms yang dikirim Andra di meja makan.
Lucu, padahal saat itu istrinya berada di hadapannya sedang menikmati secangkir teh hangat.
Kalau tidak mau lauk-pauk yang ada di rumah, masak atau beli saja sendiri.
Farah garuk-garuk kepala. Satu jam lagi aku di sini pasti jadi gila! keluhnya dalam hati.

====================================================================

Tidak tahan berlama-lama di tengah-tengah medan perang dingin itu, Farah memutuskan pulang hari itu juga. Ia mengubah niat semula untuk menginap di rumah kontrakan pengantin baru itu dan pulang jam 09.00 keesokan hari.
"Pulang?"tanya Ibu heran saat putri bungsunya itu menelepon ke rumah.
"Iya, Bu, "jawab Farah dengan nada sedih.
"Kenapa, Fa? Katanya mau menginap? Bapak sama Ibu malah siap-siap mau ke sana?"
"Jangan!"Tanpa sadar Farah berteriak membuat Ibu tersentak kaget.
"Ada apa, Farah?"
Aduh, bagaimana ya? tiba-tiba saja Farah merasa lidahnya kelu.
"Kalau begitu, jangan pulang dulu. Bapak Ibu menyusul ke sana."

====================================================================

Pantas saja Farah jadi imgin cepat-cepat pulang. Ibu dan Bapak menatap sepasang pengantin baru itu dengan gusar bercampur geli. Masa baru sebulan menikah sudah seperti ini? Bagaimana nanti kalau sudah...ah, kedua orang tua itu buru-buru membuang pikiran buruk yang sempat melintas.
Ibu memanggil keduanya di ruang tamu. Bapak telah menunggu.
"Bapak heran melihat kalian, "ujar pria lima puluhan itu. "Memang teknologi semakin berkembang sampai-sampai bisa sms dengan orang yang duduk di depan kita."
"Iya, kalau dulu kan telepon juga masih jarang, "sambung Ibu.
Tanpa sadar Andra dan Saskia saling menatap gusar.
"Gara-gara kamu!"mereka saling menuding.
"Kamu!"Saskia melotot.
"Kamu!"Andra tak mau kalah.
"Kamu yang mulai dulu!"
"Kamu yang salah!"
"Sudah! Sudah!"
Suara Bapak membuat kedua anak muda itu terdiam.

====================================================================

Andra mencoba mengikuti saran ayah mertua. Kalau seorang suami marah, jengkel, atau bahkan membenci istrinya carilah kebaikan dan keistimewaannya. Semalam sesudah mertua dan adik iparnya pulang, ia memperhatikan Saskia yang sibuk membereskan ruang tamu. Bahkan ia mengikuti juga saat istrinya itu merapikan kamar mereka.
Bapak benar, ujar pria muda itu dalam hati. Kenapa ya aku baru menyadari biarpun keras kepala, tapi sebenarnya Saskia istri yang baik dan tahu kewajiban?
Menyadari ada yang memperhatikan, Saskia yang sibuk merapikan sprei menoleh. Teringat kembali nasihat ibunya, "Mengalah bukan berarti kalah. Minta maaf lebih dulu adalah perbuatan mulia. Ibu yakin Andra akan semakin mencintaimu."
"Aku...."
Keduanya sama-sama terdiam. Menyadari telah melontarkan kata yang sama dengan serentak.
Tetapi Andra telah berdiri di samping istrinya.
"Besok aku masak gurami bakar lagi, "ujar Saskia hampir berbisik.
"Besok aku buatkan kamu sambal kecap, "sahut Andra tersenyum.
Saskia menatap suaminya. Seulas senyum menghiasi bibirnya.
Andra mengerutkan kening menatap gaun yang dikenakan istrinya.
"Kenapa?"Saskia tampak heran.
"Aku tidak suka kamu pakai baju warna coklat."
"Tapi aku suka."
"Aku yang tidak suka."
Tiba-tiba kedua terdiam dan saling tersenyum geli.
"Sudahlah, terserah istriku yang cantik saja, "ujar Andra yang segera menyadari keributan yang hampir terjadi karena masalah sepele.
Saskia ganti menatap suaminya yang masih menyampirkan handuk di pundaknya.
"Sejak kapan kamu suka bawa handuk ke mana-mana?"
Andra cepat menoleh ke arah pundaknya yang ditunjuk Saskia. Ia tampak terkejut. Wajahnya merah padam seketika. "Aduh, jangan-jangan tadi Ibu sama Bapak melihatku seperti ini."
Saskia tersenyum geli. "Asal jangan waktu ke luar saja, "tukasnya.
Andra tertawa.

====================================================================




Tidak ada komentar: