Selasa, 23 November 2010

Di Arung Jeram Cinta (Bab II)

Sungguh, Nada tak siap dengan yang satu ini. Ia merasa telapak tangannya berkeringat. Gugup, ia memandang suaminya. "Aa...apa yang diceritakan Banu?"
"Dia menceritakan semuanya, "jawab Tantra tenang, tidak tampak marah sedikit pun.
Nada semakin gelisah. "Se...semuanya?"
Tantra mengangguk.
Oh! Nada benar-benar semakin gelisah. Bagaimana kalau suaminya marah dan menuduhnya....
"Aku mengerti sekarang kenapa kau selalu...."
Ini dia!pikir Nada panik. Ini yang aku khawatirkan sejak dulu! Tapi bagaimana caranya aku menjelaskan masalah yang satu itu dan supaya dia mau mengerti dan memang benar-benar mengerti!

"Pantas saja kau selalu menyuruhku pulang malam, jangan-jangan kau masih berhubungan dengan mantan tunanganmu itu."
"Tidak, itu tidak benar!"
"Aku tahu semuanya. Aku tidak suka kaupermainkan, "tiba-tiba Tantra mendesis. Sungguh mengerikan, Nada sampai jatuh terduduk.

"Mbak, kau tidak apa-apa?"Tantra terkejut melihat istrinya terjatuh dari kursi yang didudukinya. "Kamu melamun?"
Nada menerima uluran tangan suaminya dengan wajah merah padam. Tantra menatapnya dengan pandangan cemas."Kau sakit?"
Nada cepat-cepat menggeleng. Setelah mengatur posisi duduknya, ia berkata, "Aku pernah hampir menikah...."
Tantra hanya diam mendengarkan.
"Selama bertunangan, aku berusaha menjaga diri, benar-benar menjaga diri. Tetapi ternyata Danar, tunanganku waktu itu berpikir lain. Tanpa tedeng aling-aling, ia meminta yang belum menjadi haknya. Padahal, sebelumnya bahkan menyentuhku saja ia tidak pernah....,"Nada menarik napas panjang. "Begitu aku menolak mentah-mentah dan memutuskan pertunangan sepihak, ia marah dan ...."
"Tidak usah kauteruskan, kalau tidak sanggup, "Tantra tampak cemas melihat wajah istrinya yang pucat.
"Tidak, "Nada berusaha tenang. "Biarkan aku meneruskan. Dia terus memaksaku...untung saja aku berhasil menyelamatkan diri. Syukurlah, bahkan ia belum sempat menyentuh ujung bajuku...."
Tantra masih mendengarkan.
"Sejak saat itu aku tidak percaya lagi dengan laki-laki. Bagiku mereka ingin memilki wanita untuk diperlakukan sesuka hati."
"Tapi kenapa kau mau menikah denganku?"
"Karena aku...."
"Karena apa?"
"Aku mencintaimu...."
Tidak terlintas sedikit pun di benak Tantra, bahwa itulah pengakuan istrinya. Ia tidak habis pikir mengapa Nada menerimanya sebagai suami, tetapi baru sekarang ia berterus terang tentang masa lalunya? Dan satu lagi....
Tantra beranjak menuju kamar untuk mengambil ponselnya yang bernyanyi.
Nada termenung dalam duduknya. Ia bersyukur mendapatkan suami yang penuh pengertian seperti Tantra. Ya, walaupun sebenarnya lebih pantas dijadikan adik.
"Telepon dari Ibu, "Tantra menghampiri.
"Ibu? Tumben, malam-malam telepon."
"Beliau titip salam."
"Waalaikumussalam. Ada kabar apa, Mas?"
Tantra tersenyum penuh arti. "Kata Ibu, sudah saatnya menggendong cucu, "katanya dengan nada iseng.
Mendadak Nada terbatuk-batuk.Salah tingkah.
Tantra mengulum senyum.

Senin, 22 November 2010

Di Arung Jeram Cinta

"Ibu benar, "ujar Nada tiba-tiba.
"Apanya yang benar?"kedua orang tua dan adiknya tanpa sadar bertanya serentak.
Nada memandang ketiga orang tersayangnya silih berganti. "Ya...aku harus memikirkan masalah pernikahan itu kembali. Aku jadi ragu-ragu jangan-jangan aku cuma mencari pelarian...."
"Aku tidak percaya, "tukas Banu cepat sehingga Nada menatapnya kaget.
"Maksudmu?"
"Mbak, jujurlah, kau benar-benar mencintai Tantra, "sahut Banu tegas. "Tetapi kau belum percaya sepenuhnya."
"Kalau begitu, batalkan saja, "sahut Tia tanpa pikir panjang.
"Bu, jangan asal bicara, "sela Arman terkejut.
"Ibu tidak asal bicara, "tukas Tia tersinggung. "Ibu hanya ingin anak gadis kita bahagia, bukannya jadi bahan mainan anak kemarin sore. Apa kalian tidak tahu kalau kenarin Ibu diam-diam memergokinya membonceng gadis cantik?"
"Gadis cantik?" kedua bersaudara itu berpandangan. "Jangan-jangan...."
"Belum jadi suami sudah main bonceng perempuan lain, "Tia meneruskan omelannya. "Sudah sejak awal Ibu tidak percaya mana mungkin anak ingusan nekat melamar gadis yang...."
"Ah, mungkin itu adiknya!"seru Banu tiba-tiba sebelum ibunya mengucap sesuatu di luar kendali, sampai ketiga manusia lainnya tersentak kaget.
"Adik?"
Banu mengiyakan ayah ibunya. "Tantra punya adik perempuan, "katanya.


Nada tersentak.
"Melamun?"sapa Tantra duduk di sampingnya.
Nada hanya menggeleng tak tahu yang harus dikatakan.
Tantra menarik napas panjang. Istrinya masih saja pendiam dan tertutup. Pemuda itu tidak habis mengerti mengapa Nada menerima lamarannya kalau memang tidak mencintai dirinya?
Hampir tiga bulan berlalu. Dan Nada tampak sering termenung membuat Tantra segan mengusik istrinya itu.
"Sudah malam, tidurlah, "Tantra beranjak hendak menutup pintu dan jendela rumah. "Besok kau tugas jam berapa?"
"Siang, jam satu."
"Aku akan mengantarmu, kebetulan jam dua belas waktu istirahat di kantor."
"Mas...."
Tantra menoleh. "Ya?"
"Terima kasih, "Nada tersenyum lembut.
"Tidak usah formal begitu, Mbak, kita suami istri."
Nada terdiam. Mana ada suami menyapa istrinya "Mbak" walaupun sang istri lebih tua?
"Aku suka memanggilmu Mbak, rasanya terdengar....," Tantra tidak menyelesaikan kalimatnya, ia tersenyum penuh arti.
"Terdengar apa?"Nada penasaran.
"Mesra...."membuat wajah Nada merah muda seketika.
Tantra tersenyum menatap istrinya. "Dengarkan aku, Mbak, "ujarnya serius. "Aku sudah tahu semuanya dari adikmu. Kenapa kau tidak pernah menceritakannya kepadaku?"
Nada terkejut. Jadi suaminya telah mengetahui semuanya? Tentang kejadian dua tahun yang lalu itu? Juga tentang dirinya yang sudah...?

Minggu, 21 November 2010

Di Arung Jeram Cinta

Tia menggeleng-gelengkan kepala. Wanita menjelang setengah abad itu menatap anak sulungnya dalam-dalam, seolah-olah tidak percaya bahwa anak gadisnya memilih pemuda ingusan untuk menjadi pendamping hidupnya. Anak gadisnya yang nyaris merayakan hari lahirnya yang ketiga puluh!
"Pernikahan bukan barang mainan, Nada, "ujar Tia sambil menoleh ke arah suaminya."Bukan waktunya bercanda."
"Ibumu benar, "sela Arman, sang ayah. "Anak itu pasti masih suka pacaran sana-sini, berapa umurnya tadi katamu?"
"Dua puluh dua, itu pun masih lima bulan lagi, "sahut Tia, "Masya Allah, bahkan dua puluh lima saja belum."
Nada diam saja. Ia sudah mengira bahwa seperti inilah reaksi ayah ibunya. Ia mengerti benar kekhawatiran keduanya, mereka tidak mau anak gadis mereka cuma menjadi bahan mainan pemuda yang belum becus mengusap ingusnya sendiri itu.
Tetapi, jujur, Nada sendiri tidak mengerti mengapa ia mengangguk saja ketika ayah Tantra menyampaikan lamaran atas nama putra sulungnya itu. Benarkah ia sungguh-sungguh mencintai pemuda yang lebih pantas menjadi adiknya itu? Apakah bukan karena mengejar umur, kemudian dirinya asal saja menerima pinangan yang datang lebih dulu?
"Ibu tahu, hatimu masih terluka atas kejadian dua tahun yang lalu itu, "ujar Tia lembut, "Tapi bukan begini caranya."
"Banyak gadis yang menikah di atas tiga puluh, "Arman menyambung, "Kamu tidak usah tergesa-gesa, Nada."
Nada menegakkan tubuhnya dan memandang ayah ibunya silih berganti. "Bu, saya menerima lamaran Tantra bukan karena mencari pelarian...."
"Lalu?"ayah dan ibunya bertanya serentak.
"Saya memang mencintainya. Dia memang jauh lebih muda, tetapi...."
"Tetapi apa, Nak?"Tia benar-benar penasaran. Ia tidak habis pikir bagaimana mungkin putri sematawayangnya berganti selera. Bukankah sebelumnya Nada lebih memilih pria dewasa yang sudah mapan?
"Saya melihat ada sesuatu yang lain di dalam dirinya. Mungkin itu yang membuatku yakin menikah dengannya."
Tetapi baik Tia maupun Arman belum putus asa. Mereka masih berusaha supaya Nada membatalkan penerimaan lamaran itu. Kali ini Arman yang maju lebih dulu. "Nada, bagaimana kalau Tantra hanya baik pada awal pernikahan kalian saja? Setelah ia menyadari kalau kau lebih pantas jadi kakaknya, dia akan mencari gadis yang lebih muda...."
"Atau kamu memang sudah siap dimadu?"Tia bertanya dengan nada tajam.
Tentu saja Nada tercengang. Kok jadi masalah madu?
"Ibu tidak sudi anak gadis Ibu disia-siakan, "Tia melanjutkan dengan suara berapi-api. Lalu menatap suaminya tajam, "Bapak juga jangan coba-coba bertingkah! Ingat umur, Pak!"
Arman sampai menggeser duduknya karena wajahnya ditunjuk-tunjuk sang istri dengan sengit. "Lho, Bu, kok marahnya pindah ke Bapak?"
Tia menurunkan tangannya. Meskipun tampak malu, ia masih berlagak marah, "Pokoknya jangan sampai ada madu-maduan dalam keluarga kita, titik!"
"Kalau madu asli, boleh?"
Ketiga manusia itu langsung menoleh ke sumber suara.
Banu meringis dan langsung mendapat kiriman rudal guling dari ibunya.Pemuda itu tersenyum menghampiri orang tua dan kakaknya. Sebenarnya sudah sepuluh menit ia berdiri di depan pintu kamar kakaknya yang terbuka.
Besok lusa, undangan akan dicetak. Banu melirik kakaknya yang tampak murung. Ada apa? Apakah Mbak Nada berubah pikiran? tanya hatinya.

Kamis, 18 November 2010

Di Arung Jeram Cinta

Nada meletakkan nampan berisi dua cangkir teh hangat dan sepiring roti lapis mentega yang ditaburi sedikit gula. Ia menyingkirkan tas kerja suaminya sebelum meletakkan nampan itu di atas meja kecil.
"Kapan deadlinenya?"tanya Nada berdiri di samping suaminya yang tengah mengutak-atik program di dalam laptopnya.
"Minggu depan, "Tantra menoleh memandang wanita yang dua bulan ini resmi menjadi pendamping hidupnya.Istrinya itu sedang melontarkan senyum lembutnya.
"Direktur pasti sangat menyukaimu, "ujar Nada. "Aku harus siap-siap cemburu."
Tantra memadamkan laptopnya. Ditatapnya istrinya yang mengenakan gaun tidur hijau pastel bermotif dedaunan merah kecoklatan. Pemuda itu mengulum senyum. "Cemburu kepada direkturku yang laki-laki itu?"tanyanya menggoda.
Nada tersenyum geli.
Tantra menarik tangan Nada dan menggeser duduknya. "Kita harus menjalankan pola hidup hemat, "ujarnya sambil meraih secangkir teh.
Nada mengerutkan kening tidak mengerti maksud suaminya. "Pola hidup hemat?"
"Ya, "sahut Tantra. Ia menyodorkan cangkir itu. "Minumlah."
Meskipun heran, Nada menurut juga. Ia meminum teh hangat itu beberapa teguk lalu menyerahkan cangkir itu kembali ke tangan suaminya.
Sekarang Tantra yang meneguk teh itu sampai licin tandas tanpa bekas. Tentu saja Nada tercengang bukan buatan.
"Itu tadi contoh hidup hemat, "ujarnya.
"Maksudmu?"
"Ya, secangkir berdua, sepiring berdua, dan ..., "Tantra melirik kursi yang tengah mereka tunggangi, eh, duduki, "Sekursi berdua...."
Merah padam seketika wajah Nada. Tetapi rupanya Tantra belum selesai, ia meraba pinggir cangkir itu sambil tersenyum.
"Kok senyum-senyum?"
"Hm...lumayan dapat ciuman tak langsung, "jawab Tantra kalem.
"Ciuman tak langsung?"
"Bekas bibirmu menempel di sini, tadi aku juga minum di sebelah sini...."
Gedubrak! Wajah Nada bukan cuma merah padam, tetapi persis trafic light : Merah, kuning, hijau, merah, kuning, .... Apa-apaan itu? Ciuman tak langsung? Ia baru mendengarnya. Dan meskipun sudah menikah, tetapi menurut Tantra, istrinya itu masih begitu tertutup.
Tantra tersenyum. "Lupakan ciuman tidak langsung, "ujarnya. "Aku cuma bercanda. Menurutku, masih ada sesuatu yang kausembunyikan, Mbak."
Mbak. Rupanya Tantra belum mengubah sapaannya. Nada tak tahu mengapa. Kalau sudah begini, Nada bingung bagaimana harus menyapa suaminya.
Nada terdiam. Bukan cuma masalah sapaan, tetapi juga karena kata-kata suaminya tentang ada sesuatu yang disembunyikan itu memang tidak salah. Ya, ada sesuatu yang masih ia sembunyikan.


Senin, 15 November 2010

Di Arung Jeram Cinta (BAB I)

Bagaimana rasanya menikah dengan orang yang lebih muda? Biasanya bukan masalah jika yang lebih muda adalah sang istri. Tetapi, bagaimana kalau yang lebih muda suami?
Nada mengalami hal itu. Sejak semula, bahkan sebelum pernikahan, ia mencoba untuk tidak menghiraukan masalah yang satu itu. Tetapi, betapa sulitnya.
Tantra memang bukan lagi murid SMA seperti empat tahun yang lalu. Ia sudah menjadi pemuda yang dewasa. Meskipun demikian, tetap saja pemuda itu lebih muda dibanding dirinya.
Sialnya, Nada harus mengakui bahwa dirinya benar-benar jatuh cinta kepada pemuda itu. Ia menyadari satu hal yang membuatnya terpikat karena Tantra begitu menyayangi ibu dan adiknya. Bahkan karena melindungi adiknya, ia nyaris menukar dengan nyawanya. Hei, wanita mana yang tidak tertarik?
“Aku jatuh hati kepadamu kali pertama melihatmu mencatat tekanan darahku, “ujar Tantra sore itu di teras rumah Nada. “Kau begitu lembut dan penuh perhatian.”
“Kau yakin? Apa kau lupa selisih umur kita….”
Tantra mengerutkan kening. “Kau sudah menerima lamaranku, tapi masih memikirkan soal yang satu itu? Aku tidak mengerti.”
“Maaf, “Nada menarik napas perlahan. “Aku tidak ingin kamu kecewa pada akhirnya.”
“Aku yang akan kecewa kalau kamu membatalkan menerima lamaranku.”
“Tidak, bukan begitu maksudku….”
“Jadi, “Tantra menatap gadis yang duduk di hadapannya dengan serius. “Kau mau menikah denganku atau tidak?”
Nada merasa kikuk. Kebiasaan Tantra belum hilang juga, suka menatap tajam lawan bicara. Ia mengalihkan pandangan ke lantai beranda, menghindari tatapan pemuda itu.
“Hayoo, yang lagi kasmaran, “tepukan iseng di pundak membuatnya nyaris menjerit.
“Banu!”
Pemuda yang dihardik itu malah menyeringai nakal. Nada melempar adiknya dengan bantal sofa.
Hup! Banu menangkap bantal segi tiga itu dengan mudah, “Kakakku tersayang pasti sedang merindukan suami tercinta. Sabar, masih dua jam lagi.”
Nada beranjak dari kursi sambil bertolak pinggang, “Sekali lagi kamu menggodaku, akan ku….”
“Laporkan suami tercinta, “Banu memotong ancaman kakaknya sambil terbahak-bahak.
Nada membelalak kesal.
Banu meletakkan bantal ke kursi tamu. “Aku senang Tantra yang jadi suamimu, “katanya serius, “Bukannya si Danar itu.”
“Kenapa?”Nada penasaran juga. “Bukankah dia dulu musuh bebuyutanmu?”
Banu tersenyum. “Itu dulu, Mbak, “tukasnya. “Aku yang salah, dia terlalu baik untuk dimusuhi.”
“Ya, kalian sudah jadi saudara, “sahut Nada mengambil ponsel yang berdering di meja ruang tengah.
Banu memperhatikan kakaknya yang sibuk berbicara dengan seseorang melalui ponsel. Melihat ekspresi Nada, pemuda itu langsung mengerti dengan siapa kakaknya bercakap-cakap. Pemuda itu berlalu dari ruang tengah.

Kamis, 11 November 2010

Precious zu meiner Großmutter

Pagi itu kulihat langit masih biru
dan surya pun tersenyum ceria

Lalu kutatap angkasa berganti sendu
meski mentari belum tampak berduka

Saat awan hitam datang tersedu
raja siang pun sembunyikan raut mukanya

Tiba-tiba aku pun tahu
tak kan pernah kulihat lagi senyum penuh cinta

Lalu aku pun tergugu
sebab tiada kan kudengar lagi sapa belaian angin surga

Kusadari hari itu
semesta meneteskan air mata

Aku diam termangu
mengenang indah saat bercanda


Catatan : Nenekku tersayang (ibu dari almarhum ibuku) telah memenuhi panggilan Allah Swt dengan tenang, Sabtu, 6 November 2010 dalam usia 93 tahun.
Eyang, begitu kami menyapa beliau adalah sosok yang sabar dan tidak pernah berhenti belajar. Eyang sangat suka membaca dan tidak menderita pikun.
Selamat jalan, Eyang. Aku telah belajar banyak darimu tentang berbagai hal. Terima kasih atas semuanya.Sekarang, berbaringlah dengan tenang dan mimpikan saja hal-hal yang indah dalam tidur panjangmu. Doaku menyertaimu.
Aku sayang Eyang.