Selasa, 25 Desember 2012

Di Arung Jeram Cinta


  Bayi mungil terlelap dalam dekapan ibunya. Bayi perempuan yang begitu lembut dan tak berdaya tetapi itulah yang membuat setiap orang ingin membelai dan mengelus-elusnya. Bayi itu menggeliat sejenak saat ibunya membetulkan kancing bajunya.

 

Randy tersenyum geli. "Pulas sekali, "katanya.
Nila tersenyum.
"Kau harus istirahat, "ujar Randy kemudian, "tidurkan saja Wina di boks."
"Baik, Mas, "perlahan Nila bangkit dari duduknya agar bayinya tidak terbangun.
Randy memperhatikan istrinya yang membuka kamar bayi mereka. Pria itu teringat kejadian sebulan yang lalu saat istrinya hendak melahirkan. Baru ia melihat seperti itulah ibu yang akan melahirkan. Setidak-tidaknya ia mengetahui hal itu saat istrinya akan melahirkan.
"Pelan-pelan saja, "bisik Randy lembut. Tangannya melingkari bahu istrinya.
Nila mengernyit menahan sakit. "I...iya...."

Di ruang bersalin, Nila terbaring sambil menunggu kedatangan dokter. Randy menemani sambil berusaha menenangkan istrinya meskipun perasaannya pun dilanda kekhawatiran.
"Tenanglah, Nila, "bisiknya, "Kita berdoa saja semoga semua berakhir dengan membahagiakan."
"Terima kasih, Mas..., "jawab Nila lirih.


Nila menutup pintu perlahan. "Mas mau makan malam sekarang?"
Randy menatap istrinya serius, "Kau tidak lelah?"
"Hanya menyiapkan makan malam, Mas, bukan membajak sawah."
Randy tertawa. "Biar aku yang menyiapkan piringnya."
"Terima kasih, Mas."
"Nila...."
"Iya, Mas?"
"Terima kasih karena kau bersedia menjadi istriku. Selama ini kau begitu sabar dan setia walaupun tahu kalau dulu aku menikahimu karena...."
Nila menggeleng. "Justru saya yang bersyukur Mas mau menikahiku. Saya sangat menyadari kalau jarang laki-laki yang tertarik denganku. "Mungkin karena saya tidak cantik dan juga tidak pandai berdandan. Karena itu saya sangat bahagia saat Mas melamarku."
"Begitu, ya?"
"Saya tahu Mas idola waktu SMA dan kuliah."
"Dan kamu satu-satunya idolaku, "tukas Randy menarik tangan Nila lembut.
Pipi Nila bersemu merah,"Terima kasih, Mas." Oh ya, makan malamnya di ruang makan atau di ruang tengah?"
"Makan malam, ya?" Randy tersenyum nakal. "Bagaimana kalau makan malamnya kita tunda dulu?"




















Rabu, 03 Oktober 2012

Renungan Bayang Pelangi

 Hari ini adalah hari kelahiran kakakku semata wayang. Aku selalu teringat masa-masa kami tumbuh bersama. Mulai dari senyum, tawa, canda, pertengkaran, bahkan baku hantam ala kanak-kanak semuanya masih terbayang di pelupuk mataku. Kini semuanya menjelma menjadi kenangan indah.
Kami tak lagi bersama. Maklumlah kami sudah sama-sama dewasa dengan pilihan kehidupan yang berbeda.
Semoga kakakku selalu sehat, sukses, dan bahagia selalu. Semoga menjadi suami dan ayah yang penuh tanggung jawab, menyayangi dan disayangi keluarga. Amin.

Di Arung Jeram Cinta

Sekilas kepahitan yang terjadi pada masa lalu ternyata dapat membuat seseorang menjadi tertutup. Mungkin saja sekilas bagi orang lain, tetapi tidak bagi penderita. Tak perduli kejadian itu telah lama berlalu dan hampir semua orang melupakannya.
Banu berusaha memahami perasaan Meyra. Sudah hampir sebulan mereka resmi dalam ikatan pernikahan, tetapi istrinya itu cenderung diam. Diam dalam banyak arti. Meyra tidak akan tersenyum apalagi tertawa kalau Banu tidak mencandainya lebih dulu. Meyra tidak akan memulai percakapan sebelum suaminya itu mengajaknya berbicara lebih dulu. Meyra tidak akan....
Ah! Banu menghela napas panjang. Ia memperhatikan istrinya yang sedang memasang sprei. Meyra begitu cantik dalam balutan gaun tidur jingga berpita ungu bagian lengan. Rambutnya yang mencapai pundak dibiarkan tergerai.
"Meyra...."
Meyra menghentikan aktivitasnya dan menoleh.



Wanita itu tiba-tiba datang. Danar tak pernah melihatnya apalagi mengenalnya. Sungguh, ia tak menyangka kedatangan wanita itu akan membuatnya semakin terpuruk dalam penyesalan yang tak kunjung sirna. Betapa ia dulu sering menyakiti istrinya lahir batin.
Masih terbayang jelas di pelupuk matanya, ketika Lisa berusaha membuatnya tidak marah dengan memasak nasi goreng hongkong favoritnya. Tetapi tetap saja ia tidak mau tahu dan mencari-cari alasan agar dapat menyalahkan istrinya.
"Bagaimana rasanya, Mas?"tanya Lisa memandang suaminya harap-harap cemas.
Danar memasang tampang tak acuh. Ia kembali menyuap sesendok nasi ke dalam mulutnya.
Lisa menunggu dengan sabar. Wanita itu bersyukur dalam hati karena suaminya tampak sangat menikmati masakannya hari ini.
Praang!
Keduanya sama-sama terkejut. Lebih-lebih Lisa. Wajahnya memucat dan tubuhnya gemetar ketakutan. Gelas kristal yang baru dibeli  Danar telah berkeping-keping.
Danar langsung bangkit dari singgasana bagai harimau murka. Tanpa belas kasihan ia melayangkan tangan kekarnya ke wajah istrinya.
"Apa kamu mau ganti gelas ini, hah? Kamu tahu berapa harganya?!"
Lisa menunduk. "Maafkan saya, Mas...."
"Selalu cuma itu yang kamu bisa! Dasar tidak berguna!"
"Mungkin saya bisa ambil dari tabungan...."
Belum selesai Lisa berbicara, Danar sudah melotot. "Apa katamu? Tabungan?"
"Iya, Mas...."
"Jadi diam-diam kamu sudah bohong, ya?"Danar mencengkeram lengan istrinya kasar.
....
"Lisa menitipkan surat ini lewat saya, "wanita itu membuyarkan Danar dari lamunan masa lalu. 
"Apa ini?" tanya Danar sambil menerima bungkusan mungil hijau pastel berbentuk persegi.
Aaargh! Ingin rasanya Danar berteriak sekeras-kerasnya untuk dapat menghapus bayangan itu.

Sabtu, 22 September 2012

Cambuk Pelangi




 Alhamdulillah, rasa bahagia sekaligus bangga tengah melingkupi keluarga besar kami. Pagi ini, tepatnya pukul 07.00 Waktu Indonesia Barat, pamanku resmi menjadi guru besar di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.

Pamanku adalah cambuk bagiku, cambuk yang menyiratkan berjuta warna pelangi yang penuh keindahan karena semangatnya yang tak pernah pudar. Mengingatkanku pada pepatah "tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan". Itulah pamanku, si Cambuk Pelangi.

Senin, 10 September 2012

Di Arung Jeram Cinta







Minggu pagi yang cerah. Tidak ada alasan untuk bermalas-malasan meringkuk di balik selimut. Nada mengajak Arsya berjalan-jalan menikmati udara sejuk. Anak yang berumur tiga belas bulan itu tidak menolak bahkan tampak kegirangan.
"Ayah?" tanya Arsya sambil menunjuk  Tantra yang masih terbuai mimpi. Ayahnya itu memang baru pulang dari luar kota menjelang dini hari.
"Ayah istirahat, "jawab Nada sambil merapikan kaos yang dikenakan anaknya.
"Capek?"
"Iya, "Nada tersenyum, "Kakak Arsya sama Ibu saja, ya?"
Arsya mengangguk.
Sementara itu Tantra terbangun. Ia memicingkan mata melihat istri dan anaknya bersiap-siap pergi. "Lho, mau ke mana? Kok Ayah tidak diajak?"
Nada tersenyum. "Ayah istirahat saja, "sahutnya.
Arsya memegang pergelangan tangan kanan ayahnya dan memijit dengan jari-jarinya yang mungil. "Capek, ya?"
Tantra tidak bisa menahan senyum. "Iya, " jawabnya.
"Pijit cama Kakak?"
"Nanti saja, Kakak temani Ibu jalan-jalan dulu, ya?" Tantra beranjak duduk.
"Ya."
"Ayo, pamit Ayah dulu."
"Ayah, Kakak alan-alan."
"Iya, Kakak, "Tantra tersenyum.
"Berangkat dulu, Mas, "Nada tersenyum lembut.
"Hati-hati, Mbak, "sahut Tantra sambil membalas senyum istrinya.
"Iya, Mas."
Tantra memperhatikan istrinya yang tampak anggun dengan busana muslim putih tulang berhias manik-manik keemasan pada kedua saku dan jilbab senada. Wanita itu memang lemah lembut luar biasa, tidak hanya kata-kata tetapi juga sikapnya. Ia begitu santun terhadap suaminya yang jauh lebih muda. Belum pernah sekalipun Nada bersikap kasar apalagi melawan suaminya itu.

Entah sudah berapa puluh kali, Tantra mendapatkan pertanyaan yang nyaris sama perihal istrinya. Kalau bukan pertanyaan mengapa mau sama yang lebih pantas jadi kakak atau bibi, ya, apa tidak takut kalau bosan nanti diam-diam malah selingkuh  (perasaan yang namanya selingkuh biasanya memang diam-diam...kecuali yang tidak biasa). Tetapi yang paling membuat dirinya gerah kalau pertanyaan itu sudah mengarah pada soal yang sangat pribadi, misalnya....

"Eh, istrimu selalu mau, ya?" tiba-tiba Feri berbisik.
"Mau apa?" Tantra yang sedang membaca berita lewat laptop, balik bertanya.
"Ah, pura-pura, ya...yang itu?"
Tantra mengalihkan pandangan dari laptopnya. "Aku tidak pura-pura, "tukasnya dengan tatapan serius.
Feri tertawa. Ia menoleh kepada Surya yang duduk bersandar di sudut kamar Feri. "Teman kita memang benar-benar lugu, Sur."
"Sur? Namaku bukan Kasur, "Surya malah menimpali dengan reaksi sesuai peribahasa "Jauh panggang dari api".
Feri gondok bukan kepalang.
Tantra mengulum senyum. Tentu saja ia tahu maksud Feri. Sejak zaman kuliah otak temannya yang satu ini memang dipenuhi dengan pikiran-pikiran vulgar kalau tidak mau disebut pornografi. Pantas saja hampir semua teman wanita terbirit-birit melihatnya. Mungkin kevulgaran Feri sudah terlihat dari sorot mata atau kata-katanya yang hampir selalu menjurus ke daerah terlarang.

Tantra melihat jam yang tergantung di dinding. Pukul setengah enam. Tiba-tiba ia merasa harus membantu istrinya membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan.










 



















Selasa, 28 Agustus 2012

Di Arung Jeram Cinta (BAB XIII)




Bagaimana rasanya diempas rasa bersalah yang tak kunjung berakhir? Bagaimana caranya menghapus kebodohan kita yang telah lalu? Mesin waktu hanya ada dalam fiksi ilmiah atau film layar lebar.
Randy tak mau lagi menyapa Danar sejak peristiwa itu. Danar dapat memahami hal itu, betapa terpukulnya perasaan Randy. Entah sudah berapa kali Danar meminta maaf, baik lewat sms, telepon, bahkan secara langsung. Tetapi, tak satupun yang ditanggapi kakak iparnya itu.

Danar terduduk sendiri di tepi ranjang. Ya, ia sendiri. Kesepian dahsyat menyergap jiwanya. Belum pernah ia merasa segersang ini, kering, dan hampa. 


Akhirnya Meyra menyerah. Ia pasrah kepada harapan ibundanya yang begitu menginginkan kebahagiaannya. Apalagi beliau sangat yakin bahwa Banu pemuda yang tepat untuk dijadikan pendamping sejati.
Kini seminggu sudah Meyra menjalani hidupnya sebagai istri. Mau tak mau ia membenarkan pendapat ibunya. Banu memang baik dan sangat menghargai dirinya.
Meyra membuka mata. Ada tepukan lembut di bahunya.
"Jam berapa?"
Banu tersenyum. "Hampir Subuh, "jawabnya.
Meyra beranjak duduk sambil membuka selimut yang menutupi tubuhnya. "Kau sudah wudlu?"
"Sudah, sekarang giliranmu, Manis."
Meyra tertawa kecil. "Merayu atau...?"
"Aku tidak pernah merayu, "tukas suaminya memasang tampang serius, "aku bicara kenyataan kalau kau..."
"Kalau aku apa?"
"Memang manis dan cantik."
"Dasar gombal tetap gombal."
Banu tertawa.         





Rabu, 25 Juli 2012

Bukan Pinang Dibelah Dua

Bukanlah pinang dibelah dua
meski dari asal yang sama

Alam ikut bersuka ria
bersama derap riangnya

Semesta hening bercerita
saksikan laku tanpa kata

Inilah kita berdua
walau dari asal yang sama

Bukanlah pinang dibelah dua
karena kita jelas berbeda

Di mana pun engkau berada
selalu kegirangan yang tercipta

Di setiap sudut tempatku mengembara
senantiasa nantikan daku mengurai tawa

Demikianlah kita berdua
yang benar-benar berbeda

Meski dari asal yang sama
tetapi bukanlah pinang dibelah dua

Selasa, 24 Juli 2012

Lelaki Pertamaku


Bagiku kaulah malaikat
sentuh dan tatapmu sungguh membuatku terpikat
aroma napasmu menyatu dalam hidupku, menjerat

Kauteteskan butiran keringat
kuisap kuat-kuat hingga mengikat
pada aliran darahku erat-erat

Selalu kuingat engkaulah penjaga sejati
setia bisikkan rangkaian janji
dalam liang-liang mimpi

Engkaulah lelaki pertama
yang mampu membawaku ke istana surga
dan aku bidadari yang bermain gembira

Padamu pernah kusandarkan kepalaku di bahumu
kaurengkuh diri seiring putaran waktu
aku, perempuan yang menjelma dari darah dagingmu

Minggu, 15 Juli 2012

Di Arung Jeram Cinta






"Mbak...."
Nada menoleh. Ternyata Tantra berlutut di sampingnya.
"Kita jalan-jalan."
"Sekarang, Mas?"
Tantra mengangguk. "Hari Minggu, kapan lagi?"
Nada tersenyum. "Arsya mau ikut?"
"Apa?"tanya Arsya sambil asyik menumpuk-numpuk mainan kubus berwarna-warni.
"Ayah sama Ibu mau jalan-jalan. Arsya mau ikut?"
"Ha?"sambut Arsya tanpa menoleh.
Tantra tertawa geli. "Aku baru tahu kalau anak kita lucu."
Nada mencium pipi anaknya gemas. "Memang lucu, "sahutnya.
Arsya mengusap pipi yang dicium ibunya.
Tantra terpingkal-pingkal. Tapi ia penasaran juga dengan reaksi anaknya...dan cup!
Sejenak Arsya tertegun. Tetapi tiba-tiba ia menangis keras sekali.
Nada langsung menggendong anaknya sambil menoleh ke arah Tantra yang berdiri tercengang. Jelas saja suaminya bingung karena Arsya malah menangis setelah ayah menciumnya.
"Kalau mau cium Arsya pelan-pelan, Ayah, "ujar Nada, "biar Arsya nggak kaget."
Tantra pun maklum. Ia berbisik lembut, "Maafkan Ayah, ya? Cium Ayah, ya?"
"Mmh...."Arsya menempelkan bibirnya ke pipi kanan ayahnya.
"Satunya...."
"Mmmh...."
"Kalau ibunya, mau tidak, ya?"mendadak Tantra kambuh isengnya.
Cepat-cepat Nada berlalu dari ruang tengah untuk menukar pakaian. Harus cepat, sebelum keduluan suaminya yang jail itu.
Tantra hanya tersenyum menggoda.

Sabtu, 14 Juli 2012

Berita Terbaru Tebar Pelangi

Setelah lebih dari  tiga tahun berada di posisi puncak, akhirnya "Puisi untuk Ayah Bunda" sempat harus merelakan mahkotanya kepada "Puisi Idul Fitri" (walaupun hanya beberapa menit saja).

Kamis, 12 Juli 2012

Di Arung Jeram Cinta

Minggu pagi. Nada mendudukkan Arsya di lantai dan membiarkan batita itu sibuk bermain dengan boneka harimau dan beruangnya. Wanita itu memperhatikan si kecil sambil tersenyum geli. Arsya memang sangat menggemaskan apalagi sekarang sudah bisa mengucapkan....
"Ma...ma...."
Nada menghampiri anaknya. "Iya, Sayang?"sahutnya sambil berlutut.
"Auum...."
"Iya, harimaunya lapar, ya?"
Arsya mengangguk. Ia mengambil mangkuk dan sendok plastik. "Akan...."
"Harimaunya mau makan? Siapa yang suapi?"
"Aca, "Arsya menunjuk dirinya.

"Makan sama Arsya, ya? Pintar ya, Arsya bisa suapi harimau."
Ah, rasanya tidak bosan-bosannya Nada mengamati anaknya. Walaupun banyak mengatakan bahwa Arsya lebih mirip dirinya tetapi kalau diperhatikan  lebih lama malah lebih mirip ayahnya. Tampan, sudah pasti. Bukankah ketampanan Tantra memang di atas rata-rata?
Nada teringat peristiwa beberapa hari yang lalu. Tantra nyaris ribut dengan rekan-rekan kantor gara-gara dirinya. Pasalnya ada yang tidak percaya bahwa mereka suami istri bahkan mengira Nada (tadinya) hanya pembantu.
"Pembantu?"
"Iya, terus Tantra itu kan tinggal sendiri, jadi...."

"Eh, tapi, apa iya? Masa Tantra mau sama pembantu?"
"Kalau tiap hari ketemu, tinggal satu rumah?"
"Iya, juga, ya?"
Kedua gadis itu tidak menyadari kalau Tantra berdiri di belakang mereka dengan wajah merah padam.
"Tapi...kira-kira siapa dulu  yang merayu?"
"Ah, pasti pembantunya itu. Tantra kan cuek sama perempuan."
"Jadi?"
"Ya, pembantunya, itu sudah pasti. Setelah hamil, dia merengek-rengek minta dinikahi."
Sekuat tenaga Tantra menahan diri agar tangannya tidak menghajar habis kedua gadis itu. Nada menggenggam tangan kanannya erat tetapi lembut.
"Tapi bisa kan Tantra menolak? Kasih saja uang, kan beres."
"Mungkin...," percakapan terhenti. Kedua gadis itu menyadari objek pembicaraan ternyata berdiri di dekat mereka.
 

Selasa, 03 Juli 2012

Jarak

Angin kencang mengempasku
jatuh ke dalam pusaran waktu
yang hanya mengenal rindu

Terpojok di sudut senyap membeku
menjaring rembulan yang tersipu
dari balik awan kelabu

Bentang waktu memaku
segala yang telah berlalu
bersama gugur daun-daun layu

Selasa, 19 Juni 2012

Di Arung Jeram Cinta





 Tidak ada salahnya ikut suami ke kantor, pikir Nada sambil mengancingkan baju anaknya. Toh, aku kan diajak. "Nah, sudah ganteng, "ujarnya tersenyum sambil menggendong si Kecil, "Eh, lupa, celana Arsya belum Ibu masukkan."
"Ta...ba..ba  ta..., "sahut Arsya sambil menyandarkan kepala di pundak ibunya.
Nada mencium anaknya gemas. "Ayo, Ayah sudah siap, "katanya.


Keberanian Rafa untuk menentang ketidakadilan apalagi kekejaman yang berlangsung di depan matanya memang terlalu berani untuk ukuran kaum hawa pada umumnya. Bayangkan saja, gadis itu bahkan tidak segan-segan menegur pelaku kekerasan secara terang-terangan. Ia tidak perduli akan risiko yang terjadi. Baginya manusia hanya harus takut kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta.
Beberapa hari yang lalu, gadis itu malah memilih dikeluarkan karena telah berani melawan atasannya yang telah melakukan pelecehan terhadap teman kerjanya.
Sebenarnya, Rafa pun tak sengaja melihat kejadian itu. Tetapi, jujur, sejak awal ia memang sudah gerah menyaksikan kepala personalia yang kerap mengerling bahkan mengedipkan mata setiap kali melihat wanita yang manis menurutnya. Untuk sementara Rafa memilih untuk tidak ikut campur selama atasannya itu tidak terang-terangan.
Siang itu di dalam lift yang akan menuju lantai dasar.
"Ayolah, kamu mau kan?"
Gadis manis berambut sepunggung itu menggeleng perlahan sambil tetap menunduk.
"Kenapa? Kamu menolak saya?"
"Maaf, Pak."
Sementara itu Rafa yang berada di dekat mereka lebih memilih diam.
"Oh, begitu? Ingat, aku ini atasanmu."
"Maaf, Pak, tapi itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan."
Pintu lift terbuka. Mereka sudah tiba di lantai dasar.
"Kata siapa itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan?"geram laki-laki itu.
Rafa membalikkan tubuh karena mendengar gadis itu terpekik lirih. Alangkah terkejutnya ia melihat laki-laki itu mendorong si gadis ke dinding.
"Aku bisa menendangmu dari sini, masa menemaniku ke Puncak saja tidak mau?" sebelum sempat ia melampiaskan niatnya mencabuli korbannya (karena tidak ada yang berani melawan Kepala Personalia ini), tiba-tiba saja ada bentakan yang menyentakkan jiwa raganya sehingga cengkeramannya terlepas.
"Lepaskan!"
Kepala Personalia itu menoleh. Ia menatap Rafa dengan gusar. "Kau ini karyawati baru, ya?" tegurnya ketus, "Berani sekali."
Rafa tidak menjawab. Dengan sigap ia menarik gadis yang masih gemetar itu untuk menjauh dari si pemangsa.
Tiba-tiba muncul pikiran laki-laki itu untuk ganti melecehkan Rafa. Pikirnya, seberani apapun, Rafa tetaplah perempuan, jadi..., tangannya terulur hendak mencolek pipi gadis itu.
Braak!
Rafa tersenyum melihat laki-laki itu terbanting menabrak tumpukan kardus. "Kaupikir semua perempuan bisa diganggu, ya?"setelah bderkata demikian, ia menoleh kepada gadis yang berdiri di sampingnya, "sudahlah, ayo, kuantar kau pulang."
"Te..terima kasih..., "ujar gadis itu lirih.
Sementara itu si Kepala Personalia menendang kardus yang menimpa lututnya dengan geram.


Itulah Rafa. Direktur sangat tercengang mendengar penuturan gadis yang menguasai tiga bahasa asing selain Inggris dan Arab ini.
"Jangankan dia yang menjabat kepala personalia, andaikan Bapak yang melakukannya, jangan pikir saya akan diam saja, "begitu kata gadis itu.
"Kalau saja anakku seperti kamu, "ujar pria lima puluhan itu dengan kagum.
"Maaf?"
"Kau tidak takut dipecat karena telah membanting atasanmu?"
"Saya bisa balik menuntut bahwa atasan saya telah melakukan pelecehan."
Direktur tersenyum arif. Ia menekan salah satu tombol telepon, "Saya tunggu Pak Roy di ruangan." 


Nada baru mengetahui bahwa sebagian besar rekan kerja Tantra tidak percaya bahwa pria muda itu telah berkeluarga. Selama ini mereka mengira ia hanya bercanda.
"Eh, lucunya, ini anakmu, Tantra?"
Tantra menjawab pertanyaan serentak itu dengan mengangguk.
"Maaf, Mbak ini siapa?"tanya seorang gadis muda yang berdiri di samping Nada.
"Saya istri Mas Tantra, "jawab Nada tersenyum.
Gadis itu tampak kaget tetapi  langsung berhasil menguasai diri. "Maaf, sudah berapa tahun rumah tangga sama Tantra?"
"Kira-kira...hampir tiga tahun ini."
"Saya baru tahu kalau dia sudah menikah."
Nada tersenyum. Dalam hati ia menjawab, jelas saja! Setelah punya anak, bukannya kelihatan tambah tua, malah seperti masih mahasiswa. Tetapi, ah, bukankah umur suaminya itu memang sebaya anak kuliah?
"Mbak, kita ke kafe, "Tantra menarik tangannya.
Gadis yang berdiri di samping Nada mengerutkan dahi. "Mbak?"ulangnya lirih.








Rabu, 06 Juni 2012

Di Arung Jeram Cinta

Seandainya dapat, Danar akan melakukan apa saja untuk mengembalikan waktu yang telah berlalu. Tetapi, saat ini ia menyadari bahwa hal itu tidak mungkin. Bahkan, kalau ia bersedia menukar dengan nyawanya sekalipun.Terbayang semua dalam ingatannya, Lisa yang tampak bahagia saat menerima pernyataan cinta darinya, hanya seminggu setelah pertemuan mereka. Lisa memang menaruh simpati kepada Danar yang dalam kondisi 'patah hati'. Gadis itu tidak tahu bahwa sebenarnya laki-laki yang tengah membuat hatinya berbunga-bunga itu hanya sedang mencari alat untuk membalaskan dendamnya.
Setelah tiga bulan menjalankan peran sandiwaranya sebagai suami yang protagonis, Danar merasa harus beralih peran menjadi tokoh antagonis. Ia melakukannya setelah berkali-laki gagal membujuk istrinya untuk menjadi rekannya dalam  program pembalasan dendam.
Sementara itu, Lisa tetap Lisa. Wanita itu tidak beranjak sedikitpun dari perannya semula. Peran istri yang benar-benar berada di bawah kekuasaan suami, apalagi sejak Danar melarangnya bekerja. "Biar tidak banyak tingkah, "begitu alasan Danar. Sebenarnya Lisa masih ingin bekerja meskipun paruh waktu, tetapi sejak menerima perlakuan kasar suaminya, wanita menahan keinginannya.


Danar menoleh. Randy dan Nila, istrinya mendekat. Laki-laki itu pun berdiri menyambut.
"Apa yang terjadi?Bagaimana keadaan Lisa? Apa kata dokter?" Randy memberondong dengan pertanyaan bertubi-tubi.
Danar tidak menjawab. Pandangannya terpaku pada perut Nila, istri kakak iparnya yang membuncit. Ah, apakah ia akan kehilangan kesempatan menjadi seorang ayah?






"Pa...pa...ma...ma..ha..ta  ta!"celoteh Arsya bertepuk tangan melihat adegan ayahnya mencium pipi ibu. Tantra tersenyum dan mencium kening anaknya.
Nada menghela napas lega. Lega karena suaminya tidak membuat ulah yang membuatnya malu bukan kepalang. 
"Mbak, ganti bajumu."
Nada mengerutkan dahi, "Untuk apa?"
"Ikut aku ke kantor."
"Untuk apa, Mas? Biar aku di rumah saja."
"Pokoknya ikut aku, ajak anak kita juga."
Sebelum Nada sempat bertanya lagi, suaminya telah melangkah menuju sepeda motor.

Minggu, 20 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta (Bab XII)

Menjalani pernikahan tanpa cinta merupakan  siksaan bagi orang yang mengalaminya. Termasuk Randy. Tetapi, akhir-akhir ini ia menyadari bahwa semua terjadi karena keputusannya sendiri.Pria itu juga menyadari bahwa selama ini ia belum berusaha maksimal untuk menumbuhkan benih cintanya terhadap Nila, wanita yang sekarang menjadi istrinya.
Nila, wanita yang sangat patuh dan menghormati suaminya. Wajahnya biasa saja, untungnya jenis kulitnya tergolong kuning langsat dengan tinggi badan rata-rata untuk wanita Indonesia.Sebenarnya Randy jauh lebih beruntung dibanding nasib teman-temannya. Ada beberapa yang sedang menjalani proses perceraian dan bahkan menjalani hidup sebagai single parent.
"Mas, ada telepon, "Nila menyodorkan ponsel kepada suaminya yang sedang membaca surat kabar di beranda.
"Terima kasih, "sahut Randy menerima ponsel. "Ya, saya sendiri...."
Nila duduk di samping suaminya. Wanita itu memperhatikan suaminya yang tampak serius. 
"Apa?" Randy tampak sangat terkejut, "Bagaimana keadaannya?"
"Siapa, Mas?"
"Iya, saya akan segera ke sana."
"Ada apa, Mas? Siapa yang sakit?"Nila bertanya kembali setelah suaminya mematikan ponsel.
Randy menoleh. "Dari Danar, katanya Lisa koma."
Nila tercengang. Ia tampak sangat prihatin. "Mas mau ke rumah sakit?"
Randy mengangguk.
"Saya ikut."
Randy menggeleng, memandangi istrinya yang seolah-olah membawa genderang. "Kau di rumah saja. Kata Dokter, minggu depan, kau akan melahirkan."
Nila tersenyum. "Kan masih minggu depan, Mas, "tukasnya, "Kalau sering jalan-jalan, malah memudahkan proses melahirkan."
Tanpa diduga Nila sedikitpun, Randy menyentil hidungnya. "Aku baru tahu kalau kau ini pintar."
"Pintar?"
"Iya, pintar cari alasan."
Nila tertegun. "Mas marah?"tanyanya khawatir.
Randy mengangkat alis. "Marah?"sahutnya, "mana mungkin aku marah pada ibu anakku yang ada di perutmu itu."
Nila tersenyum, ia merasa bahagia. "Jadi, boleh saya ikut?"
"Ganti bajumu, aku panaskan mobil dulu."
"Baik, Mas."


Pukul 06.00. Tantra telah rapi dengan pakaian kerjanya. Nada menggendong si Kecil dan menghampiri suaminya yang sedang mengenakan kaus kaki di teras.
"Nanti Mas pulang jam berapa?"
"Sepertinya aku harus lembur lagi, Mbak."
"Pa...cu...ca..ca..pa ca!"sahut Arsya menimpali.
Tantra tertawa. Ia telah selesai mengenakan sepatu.
"Ca..ta..ta..ca!"
Tantra beranjak dan mencium kening anaknya."Iya, nanti Ayah telepon dari kantor, "ujarnya.
Arsya tertawa lebar. "Ta...na..na..ta na na!"
"Selamat bekerja, hati-hati, Mas."
"Wah, mengusir, ya? Kan ada yang kurang, Mbak?"
Tantra memang iseng. Ia sangat senang menggoda istrinya. 
 "Nanti saja, "bisik Nada dengan wajah merah merona. Apa suaminya lupa kalau ada Arsya?
Tetapi mana Tantra perduli? Jangankan cuma Arsya, biarpun ditonton orang sekecamatan pun, ia pantang mundur kalau untuk....



Sabtu, 19 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta

Masa-masa pertunangan dengan Danar telah menciptakan trauma yang cukup mendalam bagi Nada. Awal perkenalannya dengan laki-laki itu terjadi saat ia masih berstatus mahasiswi semester akhir di sebuah universitas, sementara Danar yang terpaut enam tahun lebih tua, telah menjadi pegawai di sebuah perusahaan selama tiga tahun. Setelah perkenalan mereka berjalan beberapa bulan, Tia, ibu Nada mendesak agar keduanya segera bertunangan.
Saat itu, Nada sempat bimbang sebab sesungguhnya hatinya telah tertambat kepada Tantra, remaja yang sebaya adiknya. Ia merasa malu, terutama terhadap diri sendiri. Apa kata dunia kalau sampai orang banyak mengetahui isi hatinya ini? Sungguh, ia ingin mengatakan "ya" untuk kesekian kalinya ketika remaja itu datang menemuinya dan menyampaikan perasaannya.
"Tidak, aku tidak bisa, "itu jawaban yang keluar, padahal sebenarnya ia ingin mengatakan, "ya, aku juga".
Ketika Tantra menanyakan alasan penolakannya, maka ia akan menjawab, "lima tahun lagi orang akan mengira kau berjalan dengan ibumu"atau "apa kamu tidak malu menggandeng perempuan kurus, berkulit gelap, dan lebih tua?"
Begitulah, hingga akhirnya Tantra mundur teratur dan Nada pun menyanggupi pertunangannya dengan Danar. Meskipun jauh di dalam hatinya, ia mengharapkan remaja yang baru lulus SMA itu.


Nada begitu terpukul mendengar pengakuan Danar yang mau bertunangan dengannya hanya untuk menambah pengalaman. "Mana mungkin aku tertarik pada gadis sepertimu?"katanya bernada retoris, "kau ini sama sekali tidak cantik, kulitmu seperti biji sawo, dan..."Danar menggeleng-gelengkan kepala, "tapi aku kasihan melihatmu sebab aku tahu tidak ada laki-laki yang mau denganmu."
"Tapi, kenapa kemarin kau mencoba...."
Danar tertawa mengejek sambil mengibaskan tangan kanannya. "Ah, kamu pikir kau begitu cantik sampai-sampai aku berusaha merayumu, ya, kan?Kau salah besar, Manis! Bagiku kau tak lebih sekadar pengisi waktu luang. Aku cuma iseng. Tapi aku yakin kau cuma pura-pura menolakku, padahal...."
"Keluar!"mendadak Nada berdiri dari kursi.
Danar tercengang. "Apa?"
"Keluar!"
"Kamu mengusirku?"
"Ya, keluar!"
"Hei, ini tidak lucu."
"Keluar, pertunangan kita cukup sampai di sini."
"Oh, kau betul-betul menantangku, ya?"
Nada tidak menjawab, telunjuk kanannya mengarah pada pintu rumah yang terbuka lebar.
Danar pun pergi membawa segumpal dendam.


Malam bertabur bintang-gemintang. Arsya baru saja tertidur setelah minum ASI dan bercanda dengan ibunya. Nada tersenyum geli memandangi balitanya yang menggemaskan itu. Ia sudah mulai bisa berjalan walaupun masih harus dititah dengan dua tangan.
"Sudah tidur?"
Nada menoleh dan melihat suaminya berdiri di sampingnya.
"Iya."
"Anak kita tambah ganteng saja."
Nada tersenyum, "Seperti ayahnya."
"Oh, jadi akhirnya kamu ngaku kalau aku ini ganteng, ya?"
Nada mencibir, "Dasar narsis."
Sekarang Tantra yang tersenyum. Kemudian, tanpa sepatah kata diraihnya kedua tangan istrinya, "Apa kamu tidak terpikir satu hal?"
"Tentang apa?"Nada mengerutkan dahi.
"Arsya sudah tidur."
"Lalu?"
"Sekarang sudah malam."
"Iya, lalu ada apa?"
Tantra tersenyum iseng. "Bagaimana kalau kita siapkan hadiah untuk anak kita?"
"Hadiah apa? Mainan lagi? Kan sudah banyak, Mas."
"Bukan itu, Mbak, "tukas Tantra penuh arti, "ini hadiah istimewa."
"Iya, apa?"
"Adik."
Merah padam seketika wajah Nada. Tetapi ia menurut saja saat suaminya mengajaknya keluar dari kamar si kecil.




Masakan buatan istri memang menghadirkan kesan tersendiri bagi suami. Harsa sangat gembira mengetahui bahwa Ara jago memasak. Lebih-lebih setelah merasakan nikmat hasil racikan istrinya yang tak kalah dengan chef bergelar master.
"Mestinya kamu jadi chef, "puji pria itu mengunyah potongan steak yang terakhir.
"Terima kasih, aku senang kamu suka masakanku."
"Kita tak perlu pergi ke restoran."

"Memang tidak perlu."
"Mas Cakra bercerita banyak tentangmu, waktu itu aku membayangkan kalau kau adalah wanita yang hebat."
Ara tersenyum. Ia menuangkan air putih dari botol ke gelas suaminya yang kosong. "Lalu setelah kita bertemu, bagaimana penilaianmu?"
'Ternyata aku salah."

"Salah?"
"Ya, sebab ternyata kau tidak cuma hebat, tapi luar biasa."









Minggu, 13 Mei 2012

Gank Pegangsaan (Keenan Nasution) - Dirimu



Di Arung Jeram Cinta

"Apa kau tidak salah memilih perempuan itu, Banu?" sepanjang perjalanan pulang dari acara lamaran, Tia terus mengomel, "dia sudah menolakmu mentah-mentah, kamu masih saja ngotot."
"Bu, aku tahu, dia tidak bermaksud begitu, "tukas Banu sambil memegang kemudi.
"Apa maksudmu?"kali ini Anwar yang duduk di sampingnya ikut menyela, "jangan terpesona pada kecantikannya."
"Ibu, Bapak, aku memang mencintai Meyra apa adanya."
"Ingat. Banu, siapa perempuan yang akan kaunikahi itu, "Tia semakin sewot, "Ibu yakin dia akan jadi istri yang tidak tahu terima kasih."
"Kenapa Ibu berdoa seperti itu?"tukas Banu sabar, "Kenapa tidak Ibu doakan supaya kami bahagia?"
Tia melirik suaminya dengan pandangan : lihat anak kita, Pak! Sudah tambah pintar saja!
Anwar menghela napas.




Beberapa hari sebelum acara lamaran itu, tiba-tiba Banu teringat Tantra, suami kakaknya. Sebulan yang lalu, Tantra pernah menemui dirinya dan menanyakan sesuatu tentang Nada.
"Ada yang ingin kutanyakan, "ujar Tantra setelah mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah.
"Wah, kelihatannya serius? Oh, ya, mau minum apa?"
"Nanti saja, aku lebih penasaran dengan yang satu ini."
"Baik, "Banu duduk di samping kakak iparnya, "Kelihatan dari wajahmu."
"Apa kakakmu pernah cerita alasannya memutuskan pertunangan dengan Danar?"
Banu tak segera menjawab, ia tercengang. "Kamu bercanda, Tantra? Kenapa harus mengungkit cerita lama? Atau kau sedang cemburu?"

Tantra menggeleng. "Jawab saja pernah atau tidak."
 "Tidak, "sekarang giliran Banu yang menggeleng, "Mbak Nada sangat tertutup."
"Jadi...alasan itu masih jadi rahasia sampai sekarang?"
Banu menatap suami kakaknya dengan tajam, "Rasanya ada yang sesuatu yang kamu tahu...."
"Aku tidak sengaja membaca tulisan kakakmu."
"Tulisan apa, maksudmu?"
"Semacam curhat."
"Tentang?"
"Alasannya memutuskan pertunangan dengan Danar."
Pemuda yang berusia setahun lebih tua dari kakak iparnya itu kembali teringat Nada sempat termenung bahkan menangis berhari-hari. Waktu itu Banu mengira bahwa kakaknya menyesali keputusannya.
"Banu, aku tahu pertunangan kakakmu dengan Danar terjadi setengah tahun setelah aku keluar dari rumah sakit. Aku juga tahu kalau pertunangan itu karena Bapak, terutama Ibu, ingin Mbak Nada segera menikah."
"Benar, Ibu kebingungan karena umur Mbak Nada waktu itu sudah lewat seperempat abad."
"Tapi, kalian tidak tahu kalau dia memutuskan pertunangan karena Danar mengajaknya berhubungan...."
"Seperti suami istri, maksudmu?"
Tantra mengangguk. Hal itu terjadi beberapa kali, tapi, kakakmu selalu menolak dan untungnya Danar tidak memaksa."

"Lalu?"
"Sampai suatu malam, Danar tidak bisa lagi menerima penolakan terus-menerus, apalagi undangan pernikahan siap dicetak. Ia lalu memaksa...."
"Maksudmu, Danar memaksa kakakku untuk melayani nafsu setannya?"terdengar Banu menahan geram.
Tantra mengangguk pelan. "Danar sempat memukuli Nada karena terus melawan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan kakakmu saat itu."
Banu terdiam. Bagaimana mungkin kakaknya merahasiakan peristiwa itu selama bertahun-tahun? Mendadak ia merasakan kekhawatiran luar biasa, "Akhirnya Mbak Nada kehabisan tenaga dan terpaksa menyerahkan...."
"Ia berhasil meloloskan diri dan masuk kamar mandi."


Setelah mengetahui kisah itu, Banu semakin menyesali keputusannya menjauhi Meyra. Kakaknya hampir senasib dengan Meyra. Apalagi setelah Tantra memberitahu bahwa gadis itu adalah korban perkosaan. Kalau Tantra bisa menerima Nada apa adanya, lalu mengapa ia tidak bisa menerima Meyra? Memang Danar tidak berhasil melampiaskan keinginannya sehingga kakaknya lebih beruntung dibanding Meyra, tetapi bayangkan bagaimana perasaan Tantra? Pasti ia kecewa karena istrinya masih menyimpan rahasia.
Banu memang tidak pernah tahu alasan Tantra menanyakan hal itu kepadanya dan bukan langsung kepada istrinya. Tantra memang sengaja melakukannya karena ingin menjaga perasaan Nada. Perasaan itu memang timbul ketika melihat perjuangan istrinya melahirkan buah hati mereka.











 

SENANDUNG PELANGI (VINA P - DI ANTARA KITA )



Jumat, 11 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta

"Semua sudah berlalu, "begitu jawaban Meyra ketika Banu melamar dirinya.
"Pikirkan baik-baik, Nak, "Dewi menyela dengan sabar.
"Bunda, apa yang dia harapkan dariku?"tukas Meyra keras kepala, "Aku tidak bisa memberikan yang ia harapkan."
"Meyra, jangan begitu, "kali ini Herman yang menyambung, "Banu pemuda yang baik, ia mencintaimu dengan tulus. Mas yakin ia akan menjadi suami yang bisa membahagiakanmu."
Meyra menoleh, menatap kakaknya, "Lalu, lalu apa aku juga bisa membahagiakan dia, Mas?"
Sementara itu Tia mulai gerah. Tentu saja ia tidak terima jagoannya ditolak mentah-mentah oleh gadis yang tidak jelas statusnya.Masih untung ada yang mau sama perempuan macam dia, bekas dipakai orang. Bahkan dalam hati wanita itu menilai Meyra sebagai wanita penggoda. Pantas saja diperkosa! begitu pikirnya. 
"Meyra, maafkan kalau aku dulu...."
"Ya, aku memang bukan perawan lagi."
"Aku menghindar karena mengira kau memang melakukannya karena...."

"Karena suka, "sela Meyra memotong, 'begitu kan maksudmu?"
Banu mengangguk. "Sekali lagi maafkan aku. Ternyata aku salah menilaimu."
Meyra tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis.

Anwar memperhatikan calon menantunya. Meyra memang sangat cantik apalagi didukung dengan warna kulitnya yang kuning langsat. Tidak mengherankan kalau jagoannya ini ngotot ingin menikahi. Seperti tidak ada gadis lain saja!


Kondisi Lisa semakin kritis. Meskipun tidak mengalami koma, tetapi wanita itu merasa sangat kesakitan. Keringat dingin terus bercucuran seiring dengan rasa sakitnya.
"Kau sudah makan?"sapa Danar mencium kening istrinya.
"Belum. Rasanya badanku sakit semua.":
"Aku suapi, ya."
Lisa menggeleng. "Badanku sakit...,"keluhnya, "sakit sekali...."
"Lisa, kamu belum makan, mungkin badanmu sakit karena lemah...."
Lagi-lagi Lisa menggeleng.
Danar yang hendak mengambil piring berisi sarapan mengurungkan niatnya. Ia terkejut sekali melihat istrinya mengigil seperti demam. Buru-buru ia menekan bel di samping ranjang Lisa.


 





Kamis, 10 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta

Dalam hati Nada mengagumi ketenangan dan kedewasaan suaminya. Kembali ia teringat saat Tantra masih berseragam putih abu-abu. Tantra memang tergolong dewasa dibanding usianya. Meskipun, sekali waktu muncul pula sifat anak mudanya.
Nada memperhatikan suaminya yang sedang mengajak anak mereka bercanda. Tantra menggerak-gerakkan boneka ikan dan Arsya berusaha meraihnya sambil tertawa-tawa. Ah, rasanya mereka lebih pantas sebagai paman dan keponakan dibanding ayah dan anak.
Jujur, soal selisih usia ini masih menjadi ganjalan bagi Nada. Apalagi beberapa hari yang lalu, ia sempat disangka pengasuh Arsya oleh pelayan restoran. Pasti gara-gara kulit suami dan anaknya yang lebih bersinar daripada dirinya. Tetapi, ia tidak tersinggung bahkan maklum dengan tanggapan pelayan restoran itu. Justru Tantra yang hampir saja meledak karena tutur kata pelayan asal itu.
" Kasihan, ya, keponakan Mas, "ujar pelayan sambil menghidangkan pesanan. Saat itu Nada sedang mencuci tangan Arsya di wastafel.
"Dia anak saya, "tukas Tantra mengerutkan kening, kurang suka dengan komentar sang pelayan restoran alias pramusaji itu.
"Oh, maaf, saya kira keponakannya. Kok, ibunya si Kecil tidak ikut, Mas? Kasihan lho, masa sama jalan-jalan sama baby siternya...."
Merah padam seketika wajah Tantra. Apa maksud pramusaji genit ini?pikirnya. Baby siter? 
Untunglah Nada yang sempat mendengar vonis pramusaji, bergegas menghampiri suaminya.
"Maaf, Mbak, dia bukan baby sitter, "ujar Tantra dengan wajah merah padam, "dia istri saya."
Kini giliran si pramusaji yang merah padam karena malu. "Oh, ma...maaf, saya kira...."
"Lain kali kalau bicara, jaga mulutmu!"
"Mas, sudah, sudah, "Nada meraih tangan suaminya dan megajaknya duduk. Wanita itu berpaling memandang pramusaji yang salah tingkah. "Mbak, maafkan suami saya. Dia tidak bermaksud bicara seperti itu."
Tantra melotot. "Mbak, dia sudah tidak sopan."
"Mas, aku yakin pasti Mbak ini tidak bermaksud begitu, "tukas Nada sabar sambil mendudukkan Arsya di kereta, "memang kadang-kadang orang suka salah menyimpulkan yang dilihatnya, bukan begitu, Mbak?"
Mbak pramusaji mengangguk gugup bercampur malu."Maafkan saya, Ibu, Bapak."
"Iya, tidak apa-apa, "sahut Nada tersenyum sambil menoleh kepada suaminya yang tampak tak mengacuhkan permintaan maaf itu. Ia pun mencolek tangan suaminya.
"Ya."
"Terima kasih, selamat makan."
"Iya, sama-sama.:
"Hm."


Tanpa sadar, Nada tersenyum sendiri. Rasanya sampai detik ini pun, ia masih terheran-heran dengan keputusan Tantra yang memilihnya sebagai pendamping hidup. Tantra yang menjadi idola gadis-gadis semasa sekolah dan kuliah. Tantra yang lebih pantas menjadi adiknya.


"Eh, Ibu melamun, "ujar Tantra sambil menggendong anaknya menghampiri Nada.
"Ma...ma...ta...ta..ta, "sahut Arsya menunjuk ibunya sambil tertawa-tawa.
Nada tersentak dari lamunan. Ia pun menyambut uluran tangan si Kecil sambil tersenyum.
"Mbak...."
"Iya?" sahut Nada sambil menggendong Arsya.
Tantra tidak segera menjawab. Ia seperti kehabisan kata-kata.. Padahal hanya dua kata saja yang ingin ia ucapkan :'kamu cantik'.

Jumat, 04 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta

Sejak menikah, dua minggu yang lalu, Hasta meminta Ara untuk bekerja paruh waktu. Ia ingin istrinya itu selalu menyambutnya sepulang bekerja. Ara pun tidak keberatan bahkan langsung menyetujui keputusan suaminya.Bagi wanita itu, tugas suami adalah mencari nafkah dan istri menjaga rumah serta harta suami. Hasta sangat bersyukur mendapat istri yang penuh pengertian.
"Nanti pulang jam berapa?" tanya Ara sambil menyodorkan tas kerja suaminya.
"Insya Allah, hari ini aku lembur, "jawab Hasta menerima tas kerjanya.
"Ada pasien yang harus dioperasi?"
"Ya, doakan sukses, ya."

"Tentu," Ara tersenyum.
Hasta terpaku menatap istrinya. Ara begitu anggun dalam balutan busana muslimah coklat muda dan jilbab putih tulang. 
"Ada apa, Hasta?"
Hasta tersentak tetapi kemudian ia tersenyum. "Tidak, tidak ada apa-apa, "sahutnya.
"Lalu, kenapa kamu melihatku seperti baru saja?"
Hasta meraih tangan istrinya, "Aku baru sadar."
"Oh, ya? Tentang apa?"
"Kau cantik sekali."
Bukan sekali pujian semacam ini dilontarkan untuknya, tetapi baru sekali ini Ara merasa begitu bahagia. Inikah rasanya jatuh cinta?
"Terima kasih, "bisiknya.
Hasta tersenyum. "Kau sudah siap, Sayang? Ayo, kita berangkat."
Ara mengangguk.




Ini bukan sekali dua kali Arsya menaiki anak tangga. Meskipun masih merangkak, tetapi bayi sepuluh bulan itu memang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Dan kali ini, ia lolos dari pengawasan orang tuanya yang sibuk menata kamar. Sambil terkekeh-kekeh, Arsya merangkak keluar kamar menuju ruang makan.
"Nah, kamar kita kelihatan lebar, "ujar Tantra mengamati posisi tempat tidur yang baru saja mereka ubah.
"Iya, jadi Arsya juga bisa..., " Nada tidak melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba ia menyadari sesuatu yang tidak beres, dan jantungnya serasa melorot ke lututnya. "Anak kita!"
"Hah?!"Tantra tersentak.
"Dengan panik Nada mengguncang-guncang tangan suaminya. "Mana anak kita, Mas? Ayo, cepat cari!"
"Iya, iya, Mbak tenang dulu, "sahut Tantra menenangkan istrinya yang pucat pasi. Ia bergegas keluar kamar sambil memeluk bahu Nada.






SENANDUNG PELANGI ( MENTARI PAGI - LYDIA - IMANIAR )



SENANDUNG PELANGI ( MERANTAU - DINA MERANTAU )



KALBU PELANGI ( DOA SEORANG ANAK - DIANA PAPILAYA )



SENANDUNG PELANGI (THE POWER IS LOVE - DIANA KASHAVA)



Minggu, 29 April 2012

Di Arung Jeram Cinta

Apa yang harus dilakukan suami ketika menyadari bahwa ia tidak mencintai istrinya sedikitpun? Kedengarannya memang aneh. Tetapi., dalam kehidupan sehari-hari masalah seperti ini bukan hal yang baru lagi meskipun aneh. Aneh, bagaimana hal itu bisa terjadi? Salah memilih?Kurang teliti menyeleksi? Ataukah hanya demi sebuah status  akhirnya mereka menerima siapa pun yang datang tanpa pikir panjang?
Tampaknya Randy berada pada kelompok yang mengajukan pertanyaan terakhir. Usianya hampir tiga puluh empat saat. Memang belum tua untuk ukuran menikah bagi laki-laki, tetapi sudah melampaui bertahun-tahun dari usia kepantasan memiliki pendamping hidup. Dan Randy membutuhkannya, membutuhkan teman berbagi suka dan duka, berbagi apa saja.
Randy menyadari benar bahwa bukan saatnya lagi untuk memasang kriteria yang muluk-muluk.Mungkin bisa saja ia mendapatkannya, tetapi bagaimana kalau hal itu tercapai sepuluh tahun lagi? Ia tidak sanggup menunggu selama itu.Lagipula biasanya,semakin bertambah usia seseorang, kriteria calon pasangan akan semakin berkurang.
Randy menikahi Nila tanpa cinta. Pria itu hanya butuh teman. Semula ia yakin seiring berjalannya waktu, dirinya akan dapat mencintai istrinya apa adanya. 
Ternyata ia salah. Sampai detik ini perasaannya belum juga berubah.

 Sebenarnya Nila bukan tidak mengetahui perasaan Randy terhadapnya. Suaminya belum berhasil mencintainya.  Padahal ia begitu mencintai laki-laki sebaya dirinya itu. Wanita itu berusaha keras memendam kecewanya karena tidak ingin melihat orang tuanya bersedih.



"Nila, "malam itu seusai makan malam, Randy mengajak istrinya berbicara di ruang tengah, "Aku ingin kita bicara."  Nila menurut sambil bertanya-tanya dalam hati.
"Kelihatannya penting, Mas?"tanya Nila setelah mereka duduk di sofa ruang tengah.
"Maafkan aku, kalau terpaksa menyampaikan ini."
Tampaknya bukan berita gembira. Tiba-tiba Nila merasa begitu cemas."
"Rasanya...kita harus berpisah...."
Lirih suara Randy, tetapi cukup membuat telinga istrinya bagai mendengar halilintar.
"Ta..tapi, ke...kenapa, Mas? Apa salahku?"
"Kau tidak salah, Nila, "tukas Randy murung. Sedih rasanya melihat mata istrinya berkaca-kaca. Bagaimanapun juga Nila istrinya, yang telah menyerahkan diri menjadi tanggung jawabnya.
"Lalu kenapa? Apa Mas lupa sebentar lagi Mas akan menjadi ayah?"
Tentu saja Randy ingat bahwa istrinya sedang hamil delapan bulan. Pria itu menghela napas panjang.






Sabtu, 28 April 2012

Di Arung Jeram Cinta

Penyesalan selalu datang setelah semua terjadi. Itulah yang dirasakan Danar. Malam itu, ia melarikan Lisa ke rumah sakit. Entah apa sebabnya, tiba-tiba saja istrinya itu jatuh pingsan saat hendak mengambil piring untuk makan.
Memang beberapa hari sebelumnya Danar sempat  memergoki Lisa tampak menahan sakit di bagian perutnya. Tetapi Lisa hanya menjawab masuk angin atau mau ke belakang. Sekarang Danar merasa bodoh karena percaya saja kata-kata istrinya.


Ratih baru saja memeriksa kondisi Lisa. Dokter yang ramah itu tersenyum menyapa, "Mbak Lisa harus banyak istirahat. Untuk sementara hanya boleh berbaring."
"Terima kasih, Dokter, "Lisa balas tersenyum sambil menahan rasa sakitnya.
"Saya akan minta supaya suami Mbak segera menebus resep di apotek, jadi Mbak bisa merasa lebih baik. InsyaAllah."
"Iya, Dokter."
"Permisi, selamat beristirahat."
Lisa mengangguk. Sementara Ratih keluar ruang diikuti perawat wanita yang mendorong meja beroda dengan peralatan medis di atasnya.
Jauh di dalam hatinya, dokter wanita ahli kandungan itu merasa sangat iba terhadap Lisa. Tentu saja ia mengetahui benar penyebab penderitaan wanita ini. Meskipun Lisa tidak pernah mengakui apalagi menceritakannya, tetapi dari Nada, ia mengetahui semuanya.


 

Senin, 16 April 2012

Di Arung Jeram Cinta

Ara begitu memesona di mata Hasta. Pria itu tidak lagi mencari gadis bau kencur atau yang berusia lebih muda. Usia bukan hal yang utama baginya. Hasta tidak bermaksud menyamaratakan semua gadis muda itu tidak serius dalam menjalin hubungan tetapi ia tidak sekadar membutuhkan teman dalam suka, melain juga untuk berbagi duka. Kali pertama melihat Ara yang saat itu menemui Cakra di rumah sakit, tiba-tiba saja Hasta merasa waktu terhenti beberapa saat.
"Istrimu, Mas?"
Cakra tertawa. "Kenalkan, adikku."
Mendengar jawaban Cakra, tanpa sadar Hasta memahat bintang harapan di langit hatinya.


Cinta memang tak mengenal usia. Lihat saja Tantra dan Nada yang telah menikah bahkan dikaruniai bayi yang mungil dan lucu. Hal ini membuat Banu dan Rafa masih saja terheran-heran. Kalau Banu penasaran dengan jurus rayuan maut Tantra. Sebab karyawan salah satu bank swasta itu tahu benar bahwa Nada, kakaknya itu paling anti peluk cium waktu pacaran. Hm, pantas saja lima kali pacaran semua kandas dalam jangka waktu tak sampai seumur jagung. Kata para mantan Nada (menurut Banu, mantan pacar pura-pura), "Masa kesenggol tangannya saja, dia sudah melotot?"
Tidak ada yang tahu bahwa pemuda itu memperhatikan dengan saksama tingkah laku kakaknya saat resepsi pernikahan. Sekuat tenaga ia berusaha menahan tawa melihat wajah kakaknya yang bersemu merah saat dengan santainya Tantra meraih tangannya. Rasakan kamu, Mbak!sorak pemuda itu dalam hati.
Lain halnya dengan Banu, Rafa lebih penasaran dengan kakaknya yang jatuh cinta kepada gadis yang lebih pantas menjadi kakak mereka. Selain itu, Nada memang tidak dapat disebut cantik walaupun memang ada daya tarik yang membuat setiap orang akan menyukainya begitu memandangnya. Pernah dengan jujur, Rafa menanyakan bagian yang disukai Tantra pada diri Nada, secara fisik. Kakaknya itu langsung menjawab tanpa ragu-ragu, "Tangannya." Tentu saja Rafa langsung bengong. Biasanya, laki-laki akan menjawab, kecantikannya, matanya, hidungnya, dan lain-lain. Tapi ini tangan? Apa bagusnya tangan? Lagi pula tidak ada yang luar biasa dengan tangan kakak iparnya itu.




Cakra tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya sekaligus haru melihat adiknya bersanding dengan laki-laki pendamping hidupnya itu di kursi pengantin.Kalau saja kedua orang tua mereka masih hidup, pasti akan bahgia sekali menyaksikan peristiwa bersejarah ini.
"Selamat, Dik, "bisik Cakra saat memeluk adiknya penuh haru.
"Terima kasih, Mas, "Ara menjawab dengan suara nyaris tak terdengar.
"Jaga adikku baik-baik, Hasta. Dia resmi tanggung jawabmu mulai detik ini."
Hasta, pria ramah dan simpatik itu tersenyum. "Insya Allah, Mas tak usah khawatir."