Kamis, 16 April 2009

Aku dan Orang-Orang Tercinta

Baru beberapa hari berada di kampung halaman, datanglah keluhan kakakku satu-satunya. Ia memandangku dengan prihatin dan berkata, "Ya Allah, Dik, kenapa kamu jadi hitam? Lihat itu kakak iparmu, kulitnya putih."
Aku tercengang. Apakah kakakku ini terjangkit penyakit iklan pemutih kulit yang akhir-akhir ini semarak? Lagipula kalau soal warna kulit, ya memang sudah dari lahir. Jangankan dibandingkan dengan kulit kakak ipar yang putih mulus, dibandingkan dengan my brother (kakakku laki-laki) saja, aku masih kalah.
Aku garuk-garuk kepala. Tidak tahu harus berkata apa.
"Coba pakai sabun merek anu, biar putih."
Iya, seperti tembok, sahutku dalam hati. Kalau sedang jengkel, aku memang memilih diam. Ya, daripada kalau bicara akhirnya semakin marah, lebih baik diam saja. Silent is gold.
"Jadi perempuan itu harusnya dandan, "lanjut kakakku lagi.
Soal berdandan, sejak lahir, orang tua dan kakakku selalu saja harus memaksa. Aku memang paling tidak suka berdandan, bersolek, atau apapun namanya.
"Pakai bedak, pakai lipstik...."
Masih lumayan adikmu bukan setengah laki-laki, sungutku dalam hati. Pakai bedak sama lipstik? Bukannya nanti malah seperti boneka kabuki?
Karena tidak mendapat tanggapan, kakakku berlalu dari kamarku.
Aku mengangkat bahu dan segera menutup kamar. Hampir jam sepuluh malam.

=========================

Entah sejak kapan, kakakku berubah posesif. Semua gerak-gerikku menjadi perhatian. Ia bahkan memiliki mata-mata, yaitu keempat anaknya alias kemenakanku. Aku sendiri berusaha berpikir positif menyikapi hal ini.Kuanggap saja ini sebagai ungkapan sayangnya kepadaku.
Lagipula, kakakku yang memang selalu menganggap orang yang lebih muda di atas tiga tahun darinya sebagai anak kecil. Kalau dulu, waktu aku SMP atau SMU masih wajarlah. Tapi sekarang? Aku sudah bekerja, sudah bertahun-tahun pula! Kemenakanku yang sulung tahun depan sudah lulus SMP! Kakakku ini memang ada-ada saja.
Tetapi aku tidak mau ambil pusing dengan keempat telik sandi pilihan kakakku itu. Memangnya siapa yang bisa memaksaku? Keras kepala?Ya, ini memang salah satu kelemahanku. Keras kepala! Walaupun kakakku pernah mengatakan bahwa aku ini bukan keras kepala tapi keras dalam pendirian.
Malam ini selepas makan malam, seperti biasa aku menuju kamar atas yang menjadi gua persembunyianku. Aku harus menyusun rencana untuk menyambut hari esok.

Tidak ada komentar: