Kalau disuruh memilih, tidak ada wanita yang ingin menjadi perawan tua. Tetapi, sering orang salah menduga dan mengira perawan tua karena suka memilih-milih pasangan. Banyak orang yang menjatuhkan vonis begitu saja tanpa bertanya lebih sebab-sebabnya. Bahkan bukan hanya orang lain, orang tua dan kerabat pun kadang-kadang berpendapat demikian.
Entah bagaimana, tiba-tiba Tantra memutuskan mampir ke tempat kos Tante Ara sepulang kerja. Tante Ara adalah adik kandung Ayah. Beliau ahli dekorasi rumah.
Tantra sangat menyayangi bibinya itu walaupun sejak pernikahannya belum berjumpa karena beliau sangat sibuk dan nomaden.
Sore itu Tante Ara tampak anggun dengan jilbab putih tulang, blouse bermotif bunga beraneka warna dan dipadu dengan rok hitam polos. Menurut Tantra, bibinya ini semakin cantik saja. Sering ia tidak habis pikir mengapa belum pernah sekali pun melihat Tante Ara dekat dengan pria.
Betapa senangnya Tante Ara melihat kedatangan kemenakan tercinta. Ia semakin terheran-heran setelah mengetahui bahwa pemuda itu beberapa bulan lagi akan menjadi ayah. "Wah, kalah Tante, "ucapnya sambil meletakkan secangkir teh hangat.
"Ah, biasa saja, Tante."
"Kok, sendirian? Istri tidak diajak?"
"Saya dari kantor, Tante, langsung ke sini."
"Oh, begitu. Eh, dari mana kamu tahu alamat Tante?"
"Dari ayah. Sebenarnya sudah lama, tapi baru sekarang sempat."
Setelah berpikir panjang, akhirnya Lisa memutuskan menampakkan diri. Ia keluar dari gua persembunyiannya. Tetapi, Lisa yang sekarang bukanlah Lisa yang dulu. Lisa yang sekarang sudah menjelma mandiri dan percaya diri.
Justru Danar yang shock, tidak siap dengan kenyataan yang terjadi. Ternyata Lisa tidak lagi gentar dengan kekasaran bahkan ancamannya.
"Jadi, ke mana saja kamu selama ini?"tanya Danar melayangkan tangannya ke wajah Lisa. Ia terkejut karena istrinya itu tidak menangis, bahkan tampak kesakitan pun tidak.
"Apakah kaumencariku? Sepertinya kamu malah kegirangan."
"Sialan! Apa kamu sudah lupa bagaimana aku menghajarmu dulu?!"
Lisa masih bergeming.
"Kamu akan merasakan sabetanku ini!"dengan kasar Danar melepas ikat pinggangnya.
Yang terjadi sungguh di luar dugaan, karena istrinya itu justru mendekat.
"Apa hanya seperti ini keberanianmu, Suamiku? Hanya berani memukuli istri sendiri, yang seharusnya kaulindungi. Tapi kalau itu maumu, silakan! Pukul saja aku! Toh, aku sudah terbiasa!"
Danar terpaku. Lidahnya tiba-tiba terasa kelu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar