Sabtu, 26 Maret 2011

Di Arung Jeram

Tetapi, bukan Danar namanya kalau tidak berani menerima tantangan. Menurutnya bukan laki-laki namanya kalau menolak tantangan, apalagi penantangnya cuma perempuan, dan perempuan yang hanya bisa menangis dan berteriak minta tolong kalau dipukul.
"Berani kau menantangku, hah?!"serunya dengan bengis. Tangannya terulur hendak menyeret Lisa. Tetapi, sebelum niatnya itu terlaksana....
"Tidak ada yang boleh menyakiti adikku!"
Bukan main terkejut Danar. Tangannya urung terulur. Begitu pula Lisa, ia pun tak kalah tercengang. "Mas Randy?"
Pria yang dipanggil Mas Randy itu tersenyum penuh kasih. "Iya, aku Randy, "katanya.
Tanpa memperdulikan suaminya, Lisa langsung memeluk pria gagah itu dengan perasaan rindu dan lega berbaur satu.
"Mas, kenapa baru pulang?"
"Maafkan, Mas terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak sempat memperhatikan adikku semata wayang ini, "Randy memeluk pundak adiknya. Kemudian ia menatap tajam ke arah Danar, adik iparnya.
Danar meneguk ludah yang tiba-tiba terasa pahit.


Tantra semakin mengagumi Nada. Pagi ini istrinya itu merencanakan untuk menemui Bu Wiryo, tetangga yang sudah mengata-ngatai dirinya tempo hari.
"Kamu yakin?"Tantra memperhatikan istrinya yang tengah memasang peniti hias pada jilbabnya.
Nada mengangguk. "Kenapa? Mas tidak setuju?"
"Bukan begitu, Mbak. Tapi aku tidak mau mendengarmu dihina seperti itu lagi."
Nada menatap suaminya sambil tersenyum lembut. "Sebenarnya bukan itu maksudnya. Tapi, dia tak tahu harus bereaksi bagaimana mendengar kata-kataku. Jadi, rasanya aku juga salah...walaupun tidak sengaja aku tetap menyinggung perasaannya."
Hening. Tantra hanya menatap istrinya lekat-lekat tanpa kata.
"Bisa kita berangkat sekarang?"
Tetanggaku itu memang buta. Istri secantik ini dia katakan jelek? Apanya yang jelek? Rasanya sudah waktunya ia memeriksakan matanya!
"Mas?"Nada melambaikan tangannya di wajah suaminya.
Tantra tersentak.
Nada tersenyum. "Pasti melamun."
"Tidak, "Tantra berusaha mengelak. "Aku cuma berpikir...."
"Berpikir? Tentang apa?"
"Pagi-pagi begini, melihatmu begini cantik, rasanya aku ingin...."
"Ingin apa?"Nada penasaran. Tiba-tiba ia teringat kalau belum membuatkan suaminya minum. Teh atau ...."
"Bukan minuman."
"Lalu?"
Tantra mengulum senyum. Melihat senyuman itu, Nada jadi curiga. Bisa-bisa rencana pagi ini tertunda. "Mas mau apa?"


Sehelai kertas itu masih disimpan baik-baik oleh Meyra. Isinya mengingatkan dirinya bagaimana seharusnya menjadi wanita yang dihormati pria. Betapa Meyra malu karena yang mengingatkan hal itu justru lawan jenisnya dan orang lain pula!
Gadis itu duduk di depan meja belajar sambil memegang kertas keramat itu. Alangkah beruntung wanita yang menjadi istrinya, siapa pun wanita itu.


Merah padam seketika wajah Nada. Sementara tanpa perduli Tantra menatapnya sambil tersenyum menggoda.
"Sudah, ah. Nanti kesiangan."
"Boleh, tapi bersambung, "sahut Tantra sambil melangkah keluar kamar.
Nada menahan senyum. Jadi yang tadi itu belum selesai? Ah, ada-ada saja! Tidak jarang Nada berpikir Tantra memang terlalu muda untuknya. Wanita itu mematut di depan cermin untuk memastikan dirinya telah rapi.

Tidak ada komentar: