Randy datang ke rumah sakit dengan langkah membabi buta. Kalau saja Tantra dan Banu tidak mencegah pasti akan terjadi keributan di sana dan Danar yang sudah babak belur itu akan semakin hancur.
"Duduklah, Mas, "ujar Banu sambil menunjuk bangku panjang. "Lebih baik kita berdoa sambil menunggu tim dokter yang sedang berusaha."
Tanpa berkata sepatah pun, Randy menurut. Tetapi, matanya masih menatap tajam ke arah Danar yang bersandar lunglai di dinding. Kalau sampai terjadi apa-apa dengan adikku, aku bersumpah akan mencincangmu hidup-hidup!
Sementara itu Danar masih merasa gemetar. Sedikit pun ia tak menyangka sekarang ini Lisa sedang bertarung nyawa. Dan semua itu demi membela dirinya! Barulah laki-laki itu menyadari betapa mulia hati istrinya. Entah mengapa harus dengan cara seperti ini. Entah mengapa harus dengan cara seperti ini untuk mengetahui bahwa tidak ada dendam secuil pun di hati istrinya setelah perlakuan suaminya yang sangat sering menyakitinya.
Randy menerima sekotak nasi campur dan satu botol air mineral yang disodorkan Tantra. "Terima kasih, "katanya.
Tantra mengangguk.
"Tantra, sebaiknya kamu pulang, "Banu mengingatkan. "Sudah pagi, kasihan Mbak Nada. Kalau ada apa-apa, kau akan tidak sanggup memaafkan dirimu."
"Ya, kau benar. Baiklah, aku pulang, setelah berkata demikian, pemuda itu menoleh ke arah Randy yang tengah memandangi kotak nasinya. "Mas, aku pulang dulu."
Randy tersentak. Ia mendongak. "Ya, Tantra. Terima kasih."
"Sama-sama, "Tantra tersenyum. "Kau harus makan, Mas. Lisa pasti juga tidak senang melihatmu jadi kurus kering."
"Aku akan mencoba."
Ketika Tantra akan membalikkan tubuh, tiba-tiba seseorang mengiringi langkahnya.
"Tantra...."
Tantra menghentikan langkah seraya menoleh. Ternyata Danar.
"Tantra, maukah kamu maafkan aku?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar