Selasa, 22 Maret 2011

Di Arung Jeram Cinta

Kalau tidak memperhatikan dengan teliti, jarang orang tahu kalau Nada sedang mengandung. Selain, postur tubuhnya yang kecil dan ramping, wanita itu gemar mengenakan jaket.
Sore ini, Nada baru saja selesai mandi dan berpakaian. Satu jam lagi Tantra pulang. Sambil menunggu kedatangan suaminya, wanita itu mengambil majalah dari lemari buku dan duduk di beranda.
"Tunggu suami, Jeng?"sapa seorang ibu yang kebetulan lewat. Beliau tinggal di kompleks yang sama hanya berjarak empat rumah.
"Iya, Bu."
"Sudah berapa bulan, Jeng?" Ibu itu menghampiri.
Nada berdiri. "Oh, masih empat bulan lagi, Bu. Mari, silakan duduk."
"Nanti mengganggu?"
"Ah, tidak. Saya malah senang punya teman."
"Terima kasih, ya, Jeng."
"Sama-sama, Bu."


Herman mengerutkan kening membaca surat Tantra. Ia sangat menyayangkan keputusan yang diambil karyawan yang menjadi harapan perusahaan itu.
"Anda ingin mengundurkan diri."
"Ya, Pak."
"Apakah ini alasan pribadi?"
"Maafkan saya, sejujurnya memang alasan pribadi."
Herman terdiam. Ia dapat mengira-ngira alasan pemuda itu tidak lain adalah menghindari Meyra. Padahal, justru adiknya itu sedang terbuai cinta. Surat yang ditulis Tantra malah membuat gadis itu semakin kagum.


Nada tersenyum ketika ibu itu menyatakan keheranannya karena Tantra terlihat sangat muda.
"Saya memang lebih tua, Bu."
"Maksud Jeng, daripada suami Jeng?" si Ibu terbelalak. Sepertinya kejutan.
Nada mengangguk ramah.
"Berapa tahun?"
"Tujuh tahun."
Ibu itu semakin terbelalak. "Maaf, ya, kok Jeng mau sama anak kemarin sore? Kalau nanti dia selingkuh, Jeng sakit hati."
"Yang suaminya lebih tua juga ada yang selingkuh." Sebenarnya Nada tidak bermaksud menyindir, tetapi rupanya kata-kata itu tepat menampar wajah si Ibu. Lihat saja, wajahnya mendadak merah padam bercampur ungu. Ia pun berdiri.
"Jeng tidak usah menyindir saya, ya? Memang suami saya suka pulang malam dan selalu bersama perempuan yang berganti-ganti, tapi dia tetap setia!" omelnya sambil menuding-nuding Nada.
Nada merasa tidak perlu menjawab. Jadi, ia diam saja.
"Situ sendiri, apa tidak sadar kalau suka daun muda? Senang yang segar-segar, ya? Eh, kalau jadi suaminya situ pasti pikir-pikir kok mau nikah sama situ. Memangnya situ cantik? Ngaca!"
Nada hanya menatap tetangganya yang sedang berbuih-buih itu dengan tenang.


Tidak ada komentar: