Rabu, 16 Maret 2011

Di Arung Jeram Cinta

Kabar penyerangan yang dilakukan Danar terhadap Nada, sampai di telinga para orang tua. Sudah pasti mereka panik bukan main, takut terjadi sesuatu pada wanita yang sedang mengandung itu.
"Kalian tinggal di sini saja, "usul Afna ketika keduanya berkunjung sepulang dari dokter, malam itu.
"Nanti merepotkan, Bu, "tukas Tantra tersenyum. "Lagipula Mbak Nada tidak apa-apa."
"Tidak apa-apa, bagaimana maksudmu, Tantra?"sela Cakra tidak sabar. "Ayah dengar dari Banu, pergelangan tangannya ada yang memar?"
"Sudah baikan, Ayah, "kali ini Nada yang menjawab.
Rafa diam saja sejak tadi. Ia benar-benar menyesal tidak bisa menemani kakak iparnya seperti permintaan Tantra. Hari itu ia harus menyelesaikan tugas kuliahnya yang harus segera dikumpulkan keesokan pagi.
"Maafkan Rafa, kalau saja waktu itu...."
Tantra mengusap kepala adiknya lembut. "Hei, kau tidak perlu minta maaf, Dik, "tukasnya. "Dengan kejadian itu kami belajar untuk lebih hati-hati."
"Mbak Nada sampai memar tangannya, memangnya tidak melawan waktu diserang? Memukul atau menendang, misalnya?"Rafa mengerutkan kening.
Keempat manusia yang berada di ruang keluarga itu saling melempar pandang sambil mengulum senyum. Dasar Rafa! Mana dia ingat kalau Nada sangat bertolak belakang dengan dirinya. Rafa memang bukan gadis tomboi, tetapi dengan dua ilmu bela diri yang dikuasainya sampai detik ini, ia bukan gadis yang lemah. Berbeda dengan Nada, yang sungguh-sungguh wanita sejati.
"Memangnya kamu?"Tantra menekan hidung adiknya.
Rafa menepis tangan kakaknya sambil melotot.
"Mbak melawan, kok, "sela Nada tersenyum. "Tapi, tidak bisa seperti Dik Rafa? Kalau tidak melawan, mana mungkin tangan Mbak sampai memar?"
Rafa mengangguk-angguk. Benar juga, pikirnya. "Tapi, enaknya Mbak belajar bela diri saja."
"Apa...masih bisa, Dik? Mbak kan sudah bukan gadis muda lagi."
"Lebih baik tidak usah, "sela Tantra membuat orang tua dan adiknya tercengang.
"Kenapa tidak boleh, Mas?"Rafa penasaran.
"Iya, kalau istrimu punya ilmu bela diri, kamu tidak akan terlalu cemas lagi, "ujar Cakra. Afna pun mengangguk.
"Buat apa punya suami jago bela diri, kalau masih ikut bela diri...."
Rafa langsung memukul lengan kakaknya sambil tersenyum geli.
"Oh, jadi maksudmu biar masih bisa jadi pahlawan, begitu?"tanya Afna.
"Begitulah...."
"Huu...."

Tidak ada komentar: