Tampaknya kedua gadis remaja itu belum melupakan wajah sepasang suami istri yang menimbulkan tanda tanya itu: Tantra dan Nada. Setelah beberapa bulan, pagi ini mereka kembali melihat keduanya di tempat yang sama.
"Kasihan, ya? Tugasnya cuma antar kakaknya."
"Kakaknya?"
"Iya, yang perempuan. Pasti suaminya sedang sibuk atau ke luar kota."
"Atau jangan-jangan malah janda."
"Eh, kok malah omongin kakaknya? Yang penting kan adiknya."
"Iya, ya. Kalau begitu tunggu apalagi?"
"Iya, gak boleh batal lagi seperti dulu."
Danar terperangah. Ia tidak menyangka kalau Lisa mengetahui semuanya. Rasanya ia telah menyakiti banyak orang.
"Jadi...?"
"Ya, aku tahu semuanya. Bahkan...aku melihatmu menarik tangan Meyra..., "begitu halus ucapan Lisa membuat Danar merasa tak punya muka lagi. "Meyra sempat mencakar wajahmu sampai berdarah dan kamu balas dengan mengunci tangannya...."
"Aku...aku...."
"Aku tahu sebenarnya kau tak pernah mencintaiku. Menikah bagimu cuma untuk bersenang-senang...jadi...aku tak heran kalau kau sanggup melakukannya pada adik teman dekatmu sendiri."
Danar semakin menunduk.
"Tapi, aku juga salah. Seharusnya aku berusaha mencegahmu, sayangnya waktu itu kondisiku masih sangat lemah dan aku juga belum punya keberanian menentangmu."
"Maafkan aku, Lisa. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi."
"Aku ingin kita menebus kesalahan kita pada Meyra."
"Oh, kalau aku bisa, tentu akan kulakukan."
"Kau pasti bisa. Tawarkan dirimu untuk menikahinya."
Kini Danar menjadi terbelalak. "Apa?"
Belum sempat Lisa menjawab, pintu paviliyun terbuka.
"Danar, aku ingin bicara denganmu, di luar, "ujar Randy dengan nada datar yang disertai wajah merah padam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar