Rabu, 27 April 2011

Di Arung Jeram Cinta


Malam semakin larut. Tetapi, baik Tantra maupun Nada belum terserang kantuk. Keduanya malah melanjutkan curhat di sofa ruang tengah.
"Janji, aku tidak akan berbicara dengan Randy, atau siapa pun sebelum Mas izinkan, "ujar Nada setelah Tantra benar-benar reda kemarahannya.
Tantra tak menjawab. Ia hanya menatap istrinya tanpa berkedip. Tadi ia sempat melihat tampaknya Nada sudah mulai sulit berjalan karena perutnya yang besar. Tetapi belum pernah sekalipun ia mendengar istrinya mengeluh. Malah dulu yang ngidam, dirinya sendiri. Nada selalu mengalah. Bahkan, bersusah payah menemui suami yang sedang uring-uringan di rumah orang tua. Lalu siapa yang minta maaf  lebih dulu? Ah, seharusnya aku yang minta maaf, ujarnya dalam hati.
"Mas, masih marah, ya?"
Tetapi Tantra tidak mendengar pertanyaan itu. Tiba-tiba ia teringat semuanya. Nada yang sangat pemalu sampai-sampai menolak setiap kali digandeng atau dipeluk di depan umum. Waktu itu Tantra heran, menurutnya mengapa harus malu, bukankah kami sudah sepasang suami istri? Yang belum menikah saja tidak malu. Tetapi, sampai detik ini Nada masih pemalu.
Nada menghela napas perlahan. Tampak jelas suaminya sedang memikirkan sesuatu. Wanita itu melambai-lambaikan tangannya di depan mata laki-laki muda itu.
Tantra tersentak.
"Mas melamun?"
"Tidak, "Tantra mengelak. "Lho, kok ada nasi goreng, Mbak? Kapan masaknya?"
"Waktu Mas melamun."
Tantra tersenyum. "Terima kasih, Mbak, "ujarnya lembut.
Nada balas tersenyum.


Apakah kita selalu menyadari bahwa jatuh cinta itu selalu muncul tanpa direncanakan sebelumnya? Mungkin dulu saat remaja, kita yakin akan mengalami perasaan itu. Tetapi setelah kita dewasa, barulah kita mengerti arti cinta yang sebenarnya.
Begitu pula dengan Randy. Sampai usianya yang ketiga puluh tiga ini, ia masih betah melajang. Bukan apa-apa, karena dia adalah salah seorang yang tidak percaya pada perasaan jatuh cinta saat remaja.
Laki-laki itu berbaring di tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar. Ya, ia telah jatuh cinta. Seharusnya ia bersyukur akan hal itu. Tetapi, sayang kali ini panah Dewa Amor tidak menancap pada sasaran yang tepat.

Tidak ada komentar: