Sabtu, 09 April 2011

Di Arung Jeram Cinta

"Kamu cantik, "puji Ara saat melihat foto-foto Nada di situs. Wanita itu benar-benar terpesona melihat istri kemenakannya yang sebenarnya begitu sederhana.
Nada tersenyum geli. "Biasa saja, Tante, "tukasnya. "Mas Tantra ada-ada saja, masa dia memaksa saya pose seperti itu? Memangnya saya model?"
Ara mengangkat wajahnya lalu menatap wanita yang sedang hamil itu dengan senyum lembut. "Di situ, kamu kelihatan sangat cantik, Nada, "tukasnya. "Pantas saja suamimu punya gagasan sebagus ini."
Nada menatap Ara dengan heran. Ternyata bibi sama kemenakan setali tiga uang, menyukai hal-hal yang unik.
"Bukan unik, "sela Tantra yang muncul di kamar tamu sambil membawa dua kantung belanja. Rafa mengikuti di belakang sambil menjinjing satu kantung belanja.
"Sudah pulang?"Nada langsung beranjak dari duduk menyambut suami dan adik iparnya.


Suasana tegang meliputi keluarga Herman. Asri berusaha menenangkan suaminya agar berpikir dengan tenang. Wanita itu mengingatkan bahwa Meyra hanyalah korban. Perasaannya sudah sangat tertekan, jangan menambah bebannya lagi dengan menyalahkan gadis itu.
Herman menutup wajah dengan kedua tangan. Perasaannya benar-benar kalut. Ia bahkan tidak tahu yang harus dilakukannya untuk menyelesaikan masalah adiknya.
"Meyra...."
Meyra menoleh ragu-ragu. "Iya, Mas....?
"Kenapa Mas harus tahu dari orang lain, Meyra? Dia memang teman Mas, tapi itu dulu. Sekarang Mas tak ma Mas harus tahu dari orang lain, Meyra? Dia memang teman Mas, tapi itu dulu. Sekarang Mas tak mau melihat tampangnya lagi. Ia sudah menghancurkan masa depanmu."
Meyra menunduk. "Maafkan Meyra, Mas."
"Pa, mungkin Dik Meyra punya alasan yang kuat kenapa ia tidak mau menceritakannya kepada kita, "sela Asri lembut.
"Mungkin kau benar, Ma, tapi...benar-benar sangat menyakitkan bagi Papa...."
"Mas, Meyra cuma tidak mau menyusahkan Mas...dan juga Mbak Asri, "gadis itu berpaling ke arah kakak iparnya.
Asri mengusap pundak adik iparnya lembut. "Tentu saja Mbak tahu, Dik. Sebenarnya Mas juga paham kalau kau tidak mau cerita."
"Apa dia memaksamu?" Herman seakan-akan tidak mendengar perkataan istrinya.
Meyra menunduk.
"Katakan saja, Meyra, "bujuk Asri.
Meyra menarik napas panjang. "Baiklah, aku akan menceritakan kejadian malam itu. Tapi... Mas jangan marah...."
Herman mencoba tersenyum menenangkan adiknya. "InsyaAllah, Mas tidak akan marah."

Tidak ada komentar: