Rabu, 20 April 2011

Di Arung Jeram Cinta

"Berikan Mbak Nada, "ujar Tantra menyerahkan sehelai handuk ungu muda.
Rafa menerima handuk itu seraya tercengang. "Kok, bukan Mas saja?"
"Dia ada di kamar mandi, "jawab kakaknya meletakkan tas besar di sofa ruang tengah.
"Lalu kenapa?"
"Hm..., "si Kakak tampak berpikir, mungkin berusaha mencari-cari jawaban yang bisa membungkam rasa penasaran adiknya. "Ya, tahulah sendiri, kalau orang sedang mandi itu, bagaimana, "sahutnya meninggalkan si Adik yang bengong.
Rafa mengangkat bahu.

Meskipun tidak pernah membicarakan kejadian tragis yang menimpa dirinya, tetapi Asri tahu benar bahwa sebenarnya luka yang diderita Meyra belum terobati. Bahkan mungkin luka semacam itu tidak akan pernah dapat disembuhkan. Wanita itu benar-benar prihatin akan perasaan dan nasib adik iparnya.
"Sudah selesai cuci sayurannya?"
Meyra tersentak. Tanpa sengaja ia menjatuhkan basi plastik berisi sayuran ke bak cucian.
Asri meletakkan sebungkus bakso di meja dapur lalu bergegas menghampiri gadis itu.
"Pasti melamun lagi."
"Maaf, Mbak, "Meyra mengembalikan sayuran yang tumpah ke dalam basi.
"Dik, kamu tidak boleh mengingat-ingat, "ujar Asri lembut. "Kamu mesti tabah menghadapi musibah ini. Siapa tahu ini ujian Allah untuk mengangkat derajatmu."
Meyra menoleh, menatap kakak iparnya dengan pandang sedih. "Apa harus dengan cara seperti ini Allah mengujiku, Mbak?"tukasnya lirih. "Berat sekali rasanya. Tadi, baru saja terlintas kembali di kepalaku... kejadian malam itu. Semua perlawananku sia-sia... aku tak bisa mempertahankan..., "Meyra menghentikan kata-katanya. Ia merasa tidak sanggup menyelesaikannya.
Asri menuntun gadis yang malang itu duduk di kursi. Ia merasa harus melakukan sesuatu. Ada ide cemerlang melintas di benaknya. Tetapi, sebaiknya ia menunggu Herman pulang dari kantornya yang baru. Masih jam tiga lebih dua puluh menit. Tidak apa-apa menunggu sekitar tiga jam lagi.


Tidak ada komentar: