Minggu, 03 April 2011

Di Arung Jeram Cinta

Operasi berhasil. Tetapi, Lisa belum dapat ditemui karena kondisinya masih belum stabil. Wanita itu masih belum melewati masa kritisnya.
Pagi itu Randy terduduk lemas di bangku tunggu. Tidak henti-hentinya ia menyesali diri. Bukankah lebih baik seandainya waktu itu dia lebih berusaha membujuk adiknya? Lisa memang keras kepala dan selalu saja membela suaminya meskipun jelas-jelas laki-laki itu telah membuatnya menderita.
"Tunggu, "Randy mengangkat dagu adiknya. Ia mengamati luka koyak di bibir wanita itu dengan pandangan menyelidik. "Kalau tidak ada apa-apa, lalu kenapa bibirmu sampai seperti ini?"
Nada mengalihkan bola matanya ke lantai beranda, berusaha menghindari pandangan kakaknya. "Tergigit, "jawabnya lirih.
"Hah, "Randy mendengus sinis. "Kaupikir aku percaya? Apa saja yang dilakukan Danar sehari-hari? Menghajarmu? Aku yakin sebentar lagi dia tidak akan ragu-ragu mencabik-cabik tubuhmu!"
"Tidak!"seru Lisa. "Mas Danar memang pemarah tapi sebenarnya dia baik!"
"Baik? Apanya yang baik, Lisa?! Menjadikan istri partner tinju, itu yang kamu sebut baik?!"
"Mas, suami istri bertengkar itu sudah biasa."
"Ya, tapi bukan berarti suami lantas jadi preman."
Pertengkaran itu terjadi seminggu sebelum Lisa memutuskan untuk bersembunyi. Randy tak kunjung mengerti jalan pikiran adiknya. Lisa lebih memilih risiko bagi diri sendiri daripada mencari jalan aman.

"Randy...."
Randy menoleh. Danar duduk di sampingnya.
"Maafkan aku, Ran....Aku benar-benar menyesal."
Randy tak menyahut. Ia masih malas berbicara dengan adik iparnya ini.
"Aku sering sekali menyakitinya, "ujar Danar lirih. "Padahal dia selalu berusaha menyenangkan hatiku."
Randy menatap adik iparnya tajam. "Dengarkan aku baik-baik, Danar, "desisnya. Aku tidak berani menjamin istrimu akan memaafkanmu. Dan satu hal lagi, selama ini dia memang tidak pernah membalas kekejaman yang telah kamu lakukan kepadanya. Bukan karena dia tidak bisa, tapi karena dia tidak mau. Kamu tahu sebabnya? Karena kau adalah suaminya, dan dia sangat mencintaimu."
Danar membuka mulut, hendak menjawab. Tetapi, kakak iparnya mengangkat sebelah tangan memberi tanda bahwa ia tidak mau melanjutkan pembicaraan. Danar terdiam.

Tidak ada komentar: