Dewi alias bunda, ibu Herman dan Meyra baru saja mengetahui peristiwa tragis yang menimpa putri bungsunya itu. Wanita lima puluh tahun itu menyesalkan sikap Herman yang tertutup.
"Jadi, kejadian itu sudah beberapa bulan yang lalu?"
Herman mengangguk. Ia merasa sangat bersalah. "Maafkan saya, Bunda. Saya pikir Ibu pasti tidak ingin mendengar berita buruk ini."
Dewi menarik napas panjang. "Herman, Bunda memang tidak ingin mendengar berita yang buruk, tapi bukan berarti Bunda tidak perduli."
Herman memandang ibunya yang duduk sambil memeluk pundak adiknya. Pagi itu Meyra tampak lebih ceria walaupun sedikit pucat. "Saya tidak ingin membuat Bunda sedih."
"Bunda mengerti, "Dewi tersenyum. Wanita menoleh ke arah putrinya. "Yang Bunda herankan kenapa tidak kalian jebloskan saja laki-laki bejat itu ke penjara?"
Herman menatap adiknya. "Meyra yang tidak mau, Bun."
"Kenapa, Nak?"
Meyra menggeleng. "Bunda, saya hanya ingin melupakan peristiwa itu. Tapi...rasanya sulit sekali."
"Kau tidak hamil kan?"
Lagi-lagi Meyra menggeleng.
"Kalau kamu sampai hamil, laki-laki itu harus bertanggung jawab, "geram Dewi.
"Dia sudah menikah, Bunda...."
Lirih memang ucapan Meyra, tetapi mampu membuat kedua mata ibunya terbelalak. "Apa?!"
Menunggu wisuda yang masih dua minggu lagi terlalu lama bagi Rafa. Gadis itu sudah tidak sabar lagi untuk terjun ke dunia kerja. Setelah mendapatkan surat keterangan lulus dari fakultas, ia bergegas menulis surat lamaran pekerjaan.
"Maaf, tidak ada lowongan, "sambut satpam saat Rafa hendak memasuki sebuah gedung perkantoran yang megah. Laki-laki berkumis tebal itu mengamati gadis di hadapannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sebenarnya Rafa gerah diperlakukan seperti itu, tetapi pura-pura tidak tahu. Saat itu mengenakan busana muslim lengkap dengan jilbabnya langsung mengerutkan kening. "Oh ya? Tapi, kenapa tulisan di karton manila...."
"Oh, "pak satpam membalik karton manila putih yang terpasang di atas meja. Karton yang bertuliskan 'MASIH ADA LOWONGAN' itu kini terbaca menjadi 'TIDAK ADA LOWONGAN'.
Tiba-tiba timbul pikiran iseng di benak Rafa. Kini ia balas memandang pak satpam tanpa berkedip. Gadis itu masih kesal karena diperlakukan sedemikian rupa oleh laki-laki yang baru dikenalnya. Rafa tidak akan puas kalau belum membalas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar