Afna mengusap-usap punggung anak sulungnya yang tampak cemas. Wanita itu sangat memahami perasaan Tantra yang kebat-kebit karena akan menjadi ayah dalam arti yang sebenarnya.
"Kau harus tenang, "bisik Afna. "Berdoalah supaya istri dan anakmu selamat, tidak ada apa-apa."
Tantra menoleh ke arah ibunya. "Kenapa aku tidak boleh masuk?"
"Tantra, pasrahkan semua kepada Allah, biarkan dokter dan suster melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya."
Rafa duduk mengapit kakaknya. "Sayang sekali Ayah masih di Australia, "katanya. "Coba, kalau sudah pulang, pasti bisa bantu Mbak Nada melahirkan."
"Lusa, ayahmu baru pulang, "sahut Afna.
Tantra tidak menyela percakapan ibu dan adiknya. Pikirannya terfokus pada istrinya yang sedang berjuang bertaruh nyawa.
"Dulu, waktu Ibu melahirkan aku dan Mas Tantra, bagaimana? Sakit tidak?"
Afna tersenyum. "Hampir semua proses dalam kehidupan ini menyakitkan, "ujarnya lembut. "Tapi, jika sudah berhasil melaluinya, kita akan melupakan rasa sakit itu. Begitu juga saat Ibu melahirkan kalian. Rasa sakit itu hilang seketika setelah melihat kalian lahir sehat dan normal."
Rafa meraih dan mencium tangan ibunya.
"Aku sayang Ibu, "bisik Tantra mencium pipi Afna.
Afna memeluk kedua anaknya penuh sayang.
Nada masih tampak lemah saat Tantra menghampirinya. Ia tersenyum menyambut kedatangan suaminya.
"Anak kita laki-laki, "ujar Tantra tersenyum.
"Kulitnya belang atau seperti papan catur, tidak?"
"Memangnya zebra?"Tantra heran istrinya masih bisa bercanda setelah melalui saat-saat yang sangat menegangkan itu.
"Bayi kita masih di inkubator, "kata Nada. "Mas pasti penasaran ingin tahu wajahnya mirip siapa."
"Nanti aku intip dari kaca."
Nada tersenyum geli. Dipandangnya Tantra yang tampak semakin tampan dan gagah saja. Kalau sudah begini, siapa yang percaya kalau dia sudah menikah dan mempunyai anak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar