Sabtu, 11 Juni 2011

Di Arung Jeram Cinta

Ini malam istimewa. Tidak seperti biasanya wanita itu menyiapkan makan malam untuk suami dan kedua anaknya. Irsan tak urung bertanya-tanya meskipun ia sangat menikmati kejutan itu.
Tetapi pria tigapuluh tahun itu memilih menahan diri untuk tidak bertanya sampai kedua buah hati mereka terbuai mimpi.
Ratih meletakkan dua cangkir susu coklat di meja ruang keluarga. Malam itu ia tampak cantik dan anggun dengan piyama merah muda bermotif bunga- bunga jingga.
"Seandainya setiap hari seperti ini, "ujar Irsan memperhatikan istrinya yang sibuk merapikan majalah di rak buku. "Maksudku...paling tidak, ya, dua atau tiga kali seminggulah."
Ratih menoleh. "Kenapa?"tanya wanita itu mengulum senyum.
"Aku senang hari ini kamu pulang lebih awal dari biasanya."
"Kamu menyesal punya istri seorang dokter?"
Irsan menggeleng cepat. "Tentu saja tidak, Ratih. Sejak awal aku tahu konsekuensinya, sebab risiko profesimu memang tidak ringan."
Ratih tersenyum. Ia beranjak dan duduk di samping suaminya. "Terima kasih, Irsan, "sahutnya. "Aku jadi semakin yakin kalau aku tidak salah memilih."
"Memang ada yang tidak setuju kalau aku jadi suamimu?"
Ratih tampak ragu-ragu.
"Katakan saja, "Irsan mendesak.
"Mm...Pakdhe, kakak ayah. Beliau lebih suka kalau aku menikah dengan laki-laki yang paling tidak sepuluh tahun lebih tua."
"Oh ya? Aku baru tahu."
"Maksudnya memang baik, supaya kehidupanku terjamin. Malah kalau bisa menurut beliau yang sudah kepala lima."
Irsan tidak dapat menahan rasa gelinya. Untunglah sebelum tawanya meledak, istrinya sudah mencubit lengannya.
"Tidak lucu."
"Maaf, aku hanya membayangkan gadis usia dua puluh lima tahun bersanding dengan kakek-kakek beruban."
Ratih tersenyum. "Tapi, jangan khawatir, Pakdhe setuju kok waktu aku tunjukkan fotomu. Katanya, wah ganteng juga, Nak. Ini calonmu, ya? Anak mana?"
"Lalu jawabmu?"
"Ya, aku jawab lengkap. Nama Mahendra Irsanto Wiranata, tempat tanggal lahir tujuh belas Maret...."
"Kamu baca biodataku semua?"
Ratih mengangguk. "Pakdhe tambah senang waktu tahu kamu sarjana teknik listrik, jadi bisa reparasi listrik gratis."
Irsan menatap istrinya dengan senyuman. "Kapan pulang awal lagi?"
"Besok juga pulang awal."
Irsan terbelalak. "Maksudmu?"


Tantra terkejut bukan kepalang. Ia mendapati Nada tampak sangat kesakitan. Cepat-cepat dibantunya istrinya duduk di kursi.
"Mbak, kenapa?"tanyanya cemas.
"Se...sepertinya ss...sudah waktunya...."
"Apa?!"kalang kabut Tantra meraih ponsel dari atas meja. Panik laki-laki muda itu menekan-nekan tombol. "Asalamualaikum...."
Nada memperhatikan suaminya yang tampak kebingungan. "Mas...."
Tantra menoleh.
"Tenang saja, ini sakit biasa, kok. Mas tidak usah panik."
Tetapi tentu saja tidak semudah itu. Karena dua kali Tantra salah menghubungi nomor yang tidak dikenal. Keduanya diterima oleh suara ibu-ibu yang tampaknya marah karena anak gadisnya dicampakkan begitu saja.

Tidak ada komentar: