"Lho, ke bank saja kok diantar ibunya?"begitu sapa petugas suatu bank saat melihatku berdiri di samping Ibu.
"Kan sekalian, Ibu juga mau ambil tabungan, "tukasku. "Biar hemat."
"Oh, begitu...."
Apa sih urusannya? Waktu itu aku masih duduk di bangku SMA. Terus terang aku tak habis pikir mengapa orang sering bertanya sesuatu yang bukan urusannya. Mungkin sekadar basa-basi, tetapi perlukah mengomentari sesuatu yang bisa menyinggung perasaan orang lain?
Kakak iparku menceritakan pengalamannya mengantar putra sulungnya mengurus KTP. Petugas kecamatan menegur kemenakanku itu. "Lho, kok masih diantar ibunya?"
"Ini baru pertama urus KTP, biar cepat ya saya bantu. Besok-besok ya harus urus sendiri, "begitu jawab kakak iparku.
"Besok ke sini sendiri bisa, kan?" tanya petugas itu kepada kemenakanku."
"Bisa, "jawab kemenakanku.
"Wah, memangnya yang punya anak siapa?"begitu komentarku setelah mendengar cerita kakak ipar. "Kan anak-anaknya sendiri. Mau diantar, mau disuruh naik taksi, naik angkot, memang apa urusannya?"
Maaf, maaf, mungkin aku bukan tipe orang yang perduli dengan urusan yang tidak ada sangkut pautnya dengan diriku. Apalagi menyangkut cara mendidik anak. Kalau para tetangga sering ikut memarahi anak tetangga yang tidak menurut orang tua, aku memilih diam saja. Menurutku mungkin saja orang tua anak itu tersinggung karena tetangganya ikut campur dalam mengurus anaknya, hanya saja ia tidak menyampaikan hal itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar