Minggu, 02 Januari 2011

Di Arung Jeram Cinta

Tantra menoleh mengikuti arah pandang gadis itu.
Tampak Danar menyeringai kesakitan. Entah apa yang dilakukan Rafa sehingga laki-laki itu terlihat begitu kesakitan.
Sementara itu gadis remaja yang menjadi lawannya sudah berlenggang kangkung meninggalkan arena pertandingan.
Tiba-tiba.... "Dik! Awaas!!"seru Tantra sambil melesat mengirimkan tendangan melingkar tepat mengenai dada Danar.
Danar terhuyung-huyung memegangi dadanya. Ia menatap remaja berseragam SMA dengan kemarahan luar biasa. "Kau, kau curang!"
"Apa bedanya dengan dirimu?"tukas Tantra tenang.
Danar membusungkan dada. "Belum pernah Danar dikalahkan perempuan, apalagi yang masih ingusan macam dia!"serunya menuding Rafa sengit.
Yang ditunjuk malah tersenyum-senyum tenang. Bukan main panas hati Danar melihat tingkah lawannya itu. "Untung kamu perempuan, kalau tidak sudah aku...!"
"Sudahlah, jelas-jelas adikku yang perempuan tidak mau berurusan dengan pecundang macam dirimu, jadi pergilah!"
Kali ini Danar tak lagi berusaha memancing keributan, ia hanya menuding sambil berseru dan tak lupa memegangi dadanya yang kesakitan. "Kk...kkau...awas!"ia pun terpincang-pincang meninggalkan jalan itu.
Tantra berpaling ke arah adiknya. "Kauapakan dia, jalannya sampai pincang begitu?"
Rafa, adik Tantra yang lincah itu tersenyum iseng. "Dia pakai celana koyak di bagian lutut kanan, "ujarnya lirih.
"Lho, apa hubungannya dengan jalan pincang?"Tantra penasaran.
"Sst, ada bisulnya...."
"Lalu?"
"Bisulnya aku tendang...."
Meledak tawa Tantra mendengar jawaban adiknya. Sementara Nada tersenyum geli.
Rafa pun tersipu-sipu.


Nada terkejut. Tiba-tiba Tantra berhenti mengupas jeruk bali di tangannya.
"Aku baru ingat, "katanya.
"Ingat apa?"
"Dia Danar, bukan?"
"Siapa?"Nada kebingungan.
"Laki-laki yang bisulnya ditendang Rafa. Dia Danar, bukan?"
Nada mengangguk perlahan.
"Sudah kuduga. Pantas saja ia terus mengikuti kita."
"Hah?"nyaris Nada berteriak kalau saja suaminya tidak memberi kode agar tenang. "Eh, tahu darimana?"
"Dia duduk searah jam duabelas siang, kira-kira dua meter dari kita duduk."
Nada mengangguk tanpa menoleh. Perasaannya menjadi gelisah. "Apa yang harus kita lakukan?"
"Biarkan saja."
"Tapi, aku tidak enak. Baiknya kita pergi saja."
Tantra menghela napas. "Mbak, toh, dia tidak mengganggu kita."
"Kau belum mengerti kebiasaannya."
"Maksudmu?"
"Dia pasti sedang merencanakan sesuatu."
Tantra beranjak dari duduk. "Baiklah, ayo, kita pergi." Ah, bahkan malam minggu pun kami tidak bisa bersantai-santai, pikirnya.
Nada menarik napas lega.
Sementara itu sosok yang sedang diperbincangkan hanya tersenyum sinis sembari menjentikkan abu rokok ke asbak yang tersedia di atas meja.

Tidak ada komentar: