Siang yang terik. Tidak mengherankan, kalau gadis berseragam SMA dengan model busana muslim itu mengeluh tiada hentinya. Ia menyalahkan motor kakaknya yang sampai detik itu belum keluar dari bengkel.
"Kapan motor Mas bisa dipakai?"tanya gadis itu sambil mengipas-ngipas dengan gulungan koran di tangannya.
"Sudah bisa."
"Hah?"Gadis remaja itu menoleh ke arah kakaknya. "Kok Mas tidak naik motor saja? Jadinya kita tidak kepanasan begini, mana ke terminal harus jalan kaki."
"Hitung-hitung olahraga, "sahut sang Kakak dengan santainya. "Kan sehat."
"Ah, yang benar saja, "sungut adiknya. "Panas-panas begini."
Sang Kakak yang juga berseragam SMA tersenyum geli melihat wajah adiknya yang masam itu. "Sabar, nanti kalau Mas sudah sembuh total, pasti boleh naik motor lagi."
"Iya, Mas, "si Adik tersenyum. Mendadak gadis itu menggamit lengan kakaknya. "Eh, Mas, ada apa ya? Kenapa orang itu? Kasar sekali dia, beraninya sama perempuan, aku harus ke sana!"
"Hati-hati, Dik!"seru si Kakak yang tidak sempat dijawab, karena adiknya sudah melesat meninggalkannya.
Buk! Tiba-tiba Danar merasa punggungnya terhantam batu karang yang sangat besar. Sambil meringis menahan sakit, ia menoleh.
Seorang gadis remaja sudah berdiri tegak di hadapannya. Jilbab putih yang menutupi rambutnya membuatnya begitu perkasa namun anggun.
"Dik Rafa?" Nada tampak lega.
"Mbak minggir saja, "sahut Rafa. "Akan kuurus pengecut yang satu ini."
Tetapi terlambat, Danar sudah lebih dulu berhasil menangkap tangan Nada. "Coba saja kalau bisa. Aku tidak akan menjamin keselamatan Mbak yang hitam manis ini."
Rafa tenang-tenang saja, ia bahkan tersenyum sinis.
"Dan aku akan mematahkan tanganmu." Entah bagaimana caranya, tiba-tiba saja Danar merasakan kedua tangannya sudah berpindah ke belakang dan ia berteriak kesakitan.
"Keparat!Siapa kau?!" maki pemuda itu sambil berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya setelah didorong sampai terhuyung-huyung. Dengan sangat penasaran, ia menoleh.
"Oh, ternyata cuma anak SMA, "Danar tersenyum meremehkan.
"Mas, kalau cuma bencong, buat aku saja!"seru gadis berseragam SMA membuat telinga Danar semakin mendidih.
"Ambil!"sahut kakak sambil menoleh ke arah Nada yang sudah bebas. "Kau tidak apa-apa, Mbak?"
"Tidak, terima kasih, Dik, "Nada berusaha tersenyum. "Aduh, tadi aku takut sekali."
"Tenanglah, kau selamat."
"Bantu adikmu, "Nada tampak ngeri menyaksikan pertandingan antara dua ukuran yang bertolak belakang dan spesies yang berbeda.
"Tenang saja, adikku bisa mengatasinya."
"Tapi..., "tiba-tiba Nada menutup mulut dengan kedua tangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar