Sabtu, 18 Desember 2010

Di Arung Jeram Cinta

Jadi, ada gosip menyebar yang beredar dari ibu-ibu yang tergabung dalam organisasi IWAPI (Ikatan Wanita Penyebar Isu) di kompleks Tantra dan Nada berdiam. Kalau sekadar membicarakan keheranan karena suami lebih muda, Nada masih bisa bersikap tidak acuh, tetapi ibu-ibu bakat menggunjing itu mulai merambah daerah yang paling pribadi. Simak saja percakapan beberapa dari mereka saat Nada melintas pulang dari supermarket yang berada di seberang jalan.
"Heran lho, Jeng, kok yang laki-laki mau, ya?"
"Iya, cakep-cakep buta. Sayang, bagusnya juga sama anak saya."
"Setuju itu, Jeng. Tapi memang dasar buta, mana tahu perempuan yang dia pilih mukanya seperti apa."
"Sst, siapa tahu juga lampunya dimatikan sama suaminya."
"Ah, ada-ada Jeng ini!Dimatikan bagaimana?"
"Iya, nih, ada-ada saja. Nanti kan tambah gelap!"
"Ha ha ha!"
"Hi hi hi!"
"Ha ha hi hi!"

Semua itu semakin membuat Nada tidak pede dan akhirnya membatalkan rencananya pergi ke undangan pernikahan teman Tantra. Untunglah suaminya itu memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Apalagi setelah Nada mengetahui bahwa Danar, mantan tunangannya itu berada di balik semuanya.
Laki-laki itu sempat menghadang Nada di pintu gerbang rumah sakit. Dengan lagak memuakkan, ia menyapa wanita yang pernah nyaris menjadi pendamping hidupnya.
"Halo, apa kabar, Say?"ujarnya sambil melepas kacamata hitamnya. Heran, malam-malam pakai kacamata hitam, padahal kan gelap?
Nada membuang muka sembari mempercepat langkahnya. Ia berharap Tantra segera menjemput sehingga ia bisa segera terlepas dari cengkeraman makhluk yang teramat sangat menyebalkan sekali ini.
Tetapi langkah Danar lebih panjang. Dengan mudah ia berhasil menyusul wanita itu. "Bagaimana rasanya menikah dengan pemuda ingusan? Wah, pasti tetanggamu ramai membicarakan kalian. Bagi mereka itu pasti berita yang sangat menarik."
Nada menghentikan langkahnya. Ia menatap laki-laki di hadapannya dengan tatapan gusar. "Apa maksudmu membicarakan itu?"
Danar menyeringai licik. "Maksudku... ya, sekadar menyampaikan kabar unik itu kepada ibu-ibu yang suka berkumpul di bangku kompleksmu."
Merah padam seketika wajah Nada. Tanpa berkata-kata lagi, ia bergegas meninggalkan Danar yang tertawa mengejek.


Melihat suaminya diam saja sejak tadi, Nada khawatir juga. Selama ini Tantra begitu sabar dan penuh pengertian. Bukankah seharusnya ia juga dapat bersikap seperti itu.
"Mas, kamu marah?"
"Marah?"
"Selama ini aku sudah bersikap egois seenak perutku sendiri. Itu bukan sikap istri yang baik."
Tantra meraih tangan istrinya dan menggenggamnya. "Salah satu kesalahanmu adalah menganggap semua laki-laki seperti Danar."
"Aku tidak merasa seperti itu, "tukas Nada sambil melirik kedua tangannya.
"Secara tidak sadar."
Nada tertegun. "Mungkin juga, "gumamnya. Ditatapnya suaminya dengan perasaan penuh syukur. "Aku bersyukur kau bukan Danar, "ujarnya.
Tantra tersenyum penuh arti, "Aku memang bukan Danar dan juga tidak seperti dia, "tukasnya.

Tidak ada komentar: