Kamis, 09 Desember 2010

Di Arung Jeram Cinta

Si Kukuk berdentang sebelas kali. Meskipun demikian, Tantra dan Nada belum juga sanggup memejamlan mata. Sedikitpun mereka tak merasa mengantuk.
Tatapan Tantra menghunjam ke arah guling yang sengaja dipajang Nada di tengah-tengah ranjang. Jadi, kalau salah satu sudah membaringkan tubuh, yang lain dilarang colak-colek.
Nada mengetahui arah tatapan suaminya, tetapi ia berlagak tidak melihat. Sebenarnya Nada tidak enak, tetapi ia masih belum dapat menyembuhkan dirinya dari trauma masa lalu.
"Kau masih marah?"Tantra memecah keheningan.
Nada buru-buru menggeleng. "Aku yang harus minta maaf, "tukasnya sambil melempar senyum. "Aku sudah membuat rencana kita berantakan."
Tantra menatap istrinya lembut. "Sudahlah, kan bisa lain kali."
Nada balas memandang suaminya dengan wajah serius. "Boleh aku menyampaikan sesuatu?"
"Tentu saja, "Tantra heran dengan sikap istrinya yang tidak seperti biasanya.


Cakra meletakkan secangkir teh hangat yang baru diteguknya di meja ruang keluarga. Ia baru saja sampai dari rumah sakit tempatnya bekerja. Kedudukan dirinya sebagai kepala bagian bedah membuatnya mau tak mau mengorbankan sebagian waktunya untuk keluarga.
"Bagaimana kerja hari ini, Yah?Sukses?"
"Alhamdulillah, berkat doa Ibu."
"Alhamdulillah, "Afna duduk di samping suaminya. "Tadi sore Tantra datang."
"Oh ya? Dengan Nada?"
"Sendiri. Nada dapat giliran siang, jadi belum pulang."
"Tantra cerita apa saja?"
"Cuma cerita kalau istrinya marah."
Cakra tertawa.
"Kok Ayah tertawa?"
"Pasti anak itu tidur di ruang tamu."
"Ah,Ayah tahu dari mana?"
"Tentu saja Ayah tahu, "tukas Cakra mengulum senyum. "Tantra kan persis ibundanya. Ingat tidak, waktu Ayah marah gara-gara cemburu sama Ibu karena dapat kiriman kartu Idul Fitri dari teman SMA yang pernah naksir Ibu? Ibu langsung tidur di ruang tamu, Ayah ajak pindah, malah Ayah dilempar bantal."
Afna tersenyum geli mengingat kejadian belasan tahun yang lalu itu. "Eh, Ayah masih ingat, ya?"
Cakra tersenyum. "Justru itu yang membuat Ayah sayang sekali sama Ibu."
"Apanya? Karena dilempar bantal?"
Cakra menangkap tawa dalam sorot mata istrinya. Ia pun tertawa.

Tidak ada komentar: