Banu tercengang melihat kakaknya yang berdiri tepat di hadapannya. Tidak seperti biasanya, kali ini wajah Nada terlihat murung. Pemuda itu langsung menebak ada sesuatu yang telah terjadi dalam rumah tangga sang Kakak yang baru berjalan kurang dari setengah tahun itu.
"Lho, kok datang sendiri? Mana suami tercinta?"
"Ibu mana?"Nada malah balik bertanya sambil mengempaskan tubuhnya ke sofa ruang tengah.
"Mau curhat nih ceritanya?"
Nada menghela napas kesal.
Banu simpati melihat kemurungan di wajah kakaknya. "Ibu pergi ke rumah Bu RT."
Nada mendesah kecewa. "Lama?"
"Mungkin sebentar lagi pulang. Mbak mau kuambilkan minum?"
Nada mengangguk pelan. "Terima kasih, "katanya tersenyum.
Banu membalikkan tubuh menuju ruang makan.
Hamil? pikir Tantra. Rasanya tidak mungkin kecuali kalau mereka ikut program bayi tabung.
"Ada apa, Tantra? Kamu kelihatan heran kalau istrimu hamil?"
Tantra tersentak. "Tidak, Bu, "sahutnya cepat. "Aku hanya heran rasanya kemungkinan itu kecil sekali."
Afna terbelalak. "Kenapa?"tanyanya cemas.
"Nada sedang datang bulan."
"Oooh..., "Afna menghela napas lega. "Ibu kira...."
Tantra tersenyum hambar. Cepat-cepat diliriknya arloji di pergelangan kirinya. "Sudah hampir magrib, Bu, saya pulang dulu."
"Tidak salat magrib dulu?"
"Terima kasih, Mbak Nada pasti sudah menunggu, "tukas Tantra mencoba mengajukan alasan yang masuk akal sebelum ibunya bertanya macam-macam. Bisa gawat kalau Ibu sampai tahu bahwa sebenarnya kehidupan rumah tangganya hanya berlaku di atas kertas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar