Afna memandang putra sulungnya yang acak-acakan. Wanita empat puluhan itu menahan senyum. Pasti tidak mudah menjalani status suami baru apalagi dalam usia muda. Tetapi, Afna tidak mau mengusik anaknya, ia membiarkan Tantra melemaskan otot-ototnya lebih dulu.
"Ternyata perempuan itu aneh, Bu, "ujar Tantra setelah menelan beberapa teguk teh hangat dari cangkir yang disodorkan ibunya.
Afna menatap si Sulung dengan lembut. "Kok heran? Ibu dan adikmu kan juga perempuan?"
"Iya juga, tapi, mungkin karena saya sudah mengenal Ibu dan Rafa sejak kecil. Tidak seperti Nada, saya baru mengenalnya beberapa bulan."
"Jadi, anehnya seperti apa?"
Tantra tidak segera menjawab. Tatapannnya menerawang ke arah halaman. Langit beranjak senja. Semburat limbur mewarnai angkasa.Semua terlihat jelas dari teras rumah yang menjadi saksi pertumbuhan dirinya dari bayi sampai menjelang pernikahan.Hal itu membuat ingatannya melayang pada kejadian semalam.
"Mbak, kamu belum ganti baju?" tegur Tantra saat melihat istrinya malah sibuk di kamar melipat baju-baju yang baru diangkat dari jemuran.
"Tidak perlu, pergi saja sendiri, "sahut Nada ketus.
"Tapi kenapa?"Tantra kebingungan.
Nada melengos tak perduli.
Tantra menghela napas berusaha menahan emosinya. Mencoba sabar, ia masih berusaha mengorek keterangan dari istrinya.
Sia-sia. Karena Nada pura-pura tidak mendengar.
Tantra menyerah dan memilih tidur di ruang tamu.
Afna tertawa terpingkal-pingkal. Tantra menatap ibunya sambil tersenyum masam.
"Maaf, maaf, "ujar Afna sambil memegangi perutnya. "Ibu cuma membayangkan kamu tergolek di ruang tamu yang banyak nyamuknya itu."
"Begitulah, Bu, sampai sekarang aku tidak habis pikir kenapa Mbak Nada tiba-tiba marah. Rencana ke resepsi nikah teman jadi berantakan."
"Coba ingat-ingat, barangkali sebelumnya kamu tidak sengaja sudah membuatnya tersinggung."
Tantra mencoba mengingat-ingat. "Rasanya tidak ada, Bu."
Afna mengangguk-angguk. Tiba-tiba raut mukanya berubah ceria. "Tantra, jangan-jangan...."
"Jangan-jangan apa, Bu?"
"Istrimu sedang mengandung!"
"Hah?"Tantra tercengang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar