Minggu, 20 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta (Bab XII)

Menjalani pernikahan tanpa cinta merupakan  siksaan bagi orang yang mengalaminya. Termasuk Randy. Tetapi, akhir-akhir ini ia menyadari bahwa semua terjadi karena keputusannya sendiri.Pria itu juga menyadari bahwa selama ini ia belum berusaha maksimal untuk menumbuhkan benih cintanya terhadap Nila, wanita yang sekarang menjadi istrinya.
Nila, wanita yang sangat patuh dan menghormati suaminya. Wajahnya biasa saja, untungnya jenis kulitnya tergolong kuning langsat dengan tinggi badan rata-rata untuk wanita Indonesia.Sebenarnya Randy jauh lebih beruntung dibanding nasib teman-temannya. Ada beberapa yang sedang menjalani proses perceraian dan bahkan menjalani hidup sebagai single parent.
"Mas, ada telepon, "Nila menyodorkan ponsel kepada suaminya yang sedang membaca surat kabar di beranda.
"Terima kasih, "sahut Randy menerima ponsel. "Ya, saya sendiri...."
Nila duduk di samping suaminya. Wanita itu memperhatikan suaminya yang tampak serius. 
"Apa?" Randy tampak sangat terkejut, "Bagaimana keadaannya?"
"Siapa, Mas?"
"Iya, saya akan segera ke sana."
"Ada apa, Mas? Siapa yang sakit?"Nila bertanya kembali setelah suaminya mematikan ponsel.
Randy menoleh. "Dari Danar, katanya Lisa koma."
Nila tercengang. Ia tampak sangat prihatin. "Mas mau ke rumah sakit?"
Randy mengangguk.
"Saya ikut."
Randy menggeleng, memandangi istrinya yang seolah-olah membawa genderang. "Kau di rumah saja. Kata Dokter, minggu depan, kau akan melahirkan."
Nila tersenyum. "Kan masih minggu depan, Mas, "tukasnya, "Kalau sering jalan-jalan, malah memudahkan proses melahirkan."
Tanpa diduga Nila sedikitpun, Randy menyentil hidungnya. "Aku baru tahu kalau kau ini pintar."
"Pintar?"
"Iya, pintar cari alasan."
Nila tertegun. "Mas marah?"tanyanya khawatir.
Randy mengangkat alis. "Marah?"sahutnya, "mana mungkin aku marah pada ibu anakku yang ada di perutmu itu."
Nila tersenyum, ia merasa bahagia. "Jadi, boleh saya ikut?"
"Ganti bajumu, aku panaskan mobil dulu."
"Baik, Mas."


Pukul 06.00. Tantra telah rapi dengan pakaian kerjanya. Nada menggendong si Kecil dan menghampiri suaminya yang sedang mengenakan kaus kaki di teras.
"Nanti Mas pulang jam berapa?"
"Sepertinya aku harus lembur lagi, Mbak."
"Pa...cu...ca..ca..pa ca!"sahut Arsya menimpali.
Tantra tertawa. Ia telah selesai mengenakan sepatu.
"Ca..ta..ta..ca!"
Tantra beranjak dan mencium kening anaknya."Iya, nanti Ayah telepon dari kantor, "ujarnya.
Arsya tertawa lebar. "Ta...na..na..ta na na!"
"Selamat bekerja, hati-hati, Mas."
"Wah, mengusir, ya? Kan ada yang kurang, Mbak?"
Tantra memang iseng. Ia sangat senang menggoda istrinya. 
 "Nanti saja, "bisik Nada dengan wajah merah merona. Apa suaminya lupa kalau ada Arsya?
Tetapi mana Tantra perduli? Jangankan cuma Arsya, biarpun ditonton orang sekecamatan pun, ia pantang mundur kalau untuk....



Sabtu, 19 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta

Masa-masa pertunangan dengan Danar telah menciptakan trauma yang cukup mendalam bagi Nada. Awal perkenalannya dengan laki-laki itu terjadi saat ia masih berstatus mahasiswi semester akhir di sebuah universitas, sementara Danar yang terpaut enam tahun lebih tua, telah menjadi pegawai di sebuah perusahaan selama tiga tahun. Setelah perkenalan mereka berjalan beberapa bulan, Tia, ibu Nada mendesak agar keduanya segera bertunangan.
Saat itu, Nada sempat bimbang sebab sesungguhnya hatinya telah tertambat kepada Tantra, remaja yang sebaya adiknya. Ia merasa malu, terutama terhadap diri sendiri. Apa kata dunia kalau sampai orang banyak mengetahui isi hatinya ini? Sungguh, ia ingin mengatakan "ya" untuk kesekian kalinya ketika remaja itu datang menemuinya dan menyampaikan perasaannya.
"Tidak, aku tidak bisa, "itu jawaban yang keluar, padahal sebenarnya ia ingin mengatakan, "ya, aku juga".
Ketika Tantra menanyakan alasan penolakannya, maka ia akan menjawab, "lima tahun lagi orang akan mengira kau berjalan dengan ibumu"atau "apa kamu tidak malu menggandeng perempuan kurus, berkulit gelap, dan lebih tua?"
Begitulah, hingga akhirnya Tantra mundur teratur dan Nada pun menyanggupi pertunangannya dengan Danar. Meskipun jauh di dalam hatinya, ia mengharapkan remaja yang baru lulus SMA itu.


Nada begitu terpukul mendengar pengakuan Danar yang mau bertunangan dengannya hanya untuk menambah pengalaman. "Mana mungkin aku tertarik pada gadis sepertimu?"katanya bernada retoris, "kau ini sama sekali tidak cantik, kulitmu seperti biji sawo, dan..."Danar menggeleng-gelengkan kepala, "tapi aku kasihan melihatmu sebab aku tahu tidak ada laki-laki yang mau denganmu."
"Tapi, kenapa kemarin kau mencoba...."
Danar tertawa mengejek sambil mengibaskan tangan kanannya. "Ah, kamu pikir kau begitu cantik sampai-sampai aku berusaha merayumu, ya, kan?Kau salah besar, Manis! Bagiku kau tak lebih sekadar pengisi waktu luang. Aku cuma iseng. Tapi aku yakin kau cuma pura-pura menolakku, padahal...."
"Keluar!"mendadak Nada berdiri dari kursi.
Danar tercengang. "Apa?"
"Keluar!"
"Kamu mengusirku?"
"Ya, keluar!"
"Hei, ini tidak lucu."
"Keluar, pertunangan kita cukup sampai di sini."
"Oh, kau betul-betul menantangku, ya?"
Nada tidak menjawab, telunjuk kanannya mengarah pada pintu rumah yang terbuka lebar.
Danar pun pergi membawa segumpal dendam.


Malam bertabur bintang-gemintang. Arsya baru saja tertidur setelah minum ASI dan bercanda dengan ibunya. Nada tersenyum geli memandangi balitanya yang menggemaskan itu. Ia sudah mulai bisa berjalan walaupun masih harus dititah dengan dua tangan.
"Sudah tidur?"
Nada menoleh dan melihat suaminya berdiri di sampingnya.
"Iya."
"Anak kita tambah ganteng saja."
Nada tersenyum, "Seperti ayahnya."
"Oh, jadi akhirnya kamu ngaku kalau aku ini ganteng, ya?"
Nada mencibir, "Dasar narsis."
Sekarang Tantra yang tersenyum. Kemudian, tanpa sepatah kata diraihnya kedua tangan istrinya, "Apa kamu tidak terpikir satu hal?"
"Tentang apa?"Nada mengerutkan dahi.
"Arsya sudah tidur."
"Lalu?"
"Sekarang sudah malam."
"Iya, lalu ada apa?"
Tantra tersenyum iseng. "Bagaimana kalau kita siapkan hadiah untuk anak kita?"
"Hadiah apa? Mainan lagi? Kan sudah banyak, Mas."
"Bukan itu, Mbak, "tukas Tantra penuh arti, "ini hadiah istimewa."
"Iya, apa?"
"Adik."
Merah padam seketika wajah Nada. Tetapi ia menurut saja saat suaminya mengajaknya keluar dari kamar si kecil.




Masakan buatan istri memang menghadirkan kesan tersendiri bagi suami. Harsa sangat gembira mengetahui bahwa Ara jago memasak. Lebih-lebih setelah merasakan nikmat hasil racikan istrinya yang tak kalah dengan chef bergelar master.
"Mestinya kamu jadi chef, "puji pria itu mengunyah potongan steak yang terakhir.
"Terima kasih, aku senang kamu suka masakanku."
"Kita tak perlu pergi ke restoran."

"Memang tidak perlu."
"Mas Cakra bercerita banyak tentangmu, waktu itu aku membayangkan kalau kau adalah wanita yang hebat."
Ara tersenyum. Ia menuangkan air putih dari botol ke gelas suaminya yang kosong. "Lalu setelah kita bertemu, bagaimana penilaianmu?"
'Ternyata aku salah."

"Salah?"
"Ya, sebab ternyata kau tidak cuma hebat, tapi luar biasa."









Minggu, 13 Mei 2012

Gank Pegangsaan (Keenan Nasution) - Dirimu



Di Arung Jeram Cinta

"Apa kau tidak salah memilih perempuan itu, Banu?" sepanjang perjalanan pulang dari acara lamaran, Tia terus mengomel, "dia sudah menolakmu mentah-mentah, kamu masih saja ngotot."
"Bu, aku tahu, dia tidak bermaksud begitu, "tukas Banu sambil memegang kemudi.
"Apa maksudmu?"kali ini Anwar yang duduk di sampingnya ikut menyela, "jangan terpesona pada kecantikannya."
"Ibu, Bapak, aku memang mencintai Meyra apa adanya."
"Ingat. Banu, siapa perempuan yang akan kaunikahi itu, "Tia semakin sewot, "Ibu yakin dia akan jadi istri yang tidak tahu terima kasih."
"Kenapa Ibu berdoa seperti itu?"tukas Banu sabar, "Kenapa tidak Ibu doakan supaya kami bahagia?"
Tia melirik suaminya dengan pandangan : lihat anak kita, Pak! Sudah tambah pintar saja!
Anwar menghela napas.




Beberapa hari sebelum acara lamaran itu, tiba-tiba Banu teringat Tantra, suami kakaknya. Sebulan yang lalu, Tantra pernah menemui dirinya dan menanyakan sesuatu tentang Nada.
"Ada yang ingin kutanyakan, "ujar Tantra setelah mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah.
"Wah, kelihatannya serius? Oh, ya, mau minum apa?"
"Nanti saja, aku lebih penasaran dengan yang satu ini."
"Baik, "Banu duduk di samping kakak iparnya, "Kelihatan dari wajahmu."
"Apa kakakmu pernah cerita alasannya memutuskan pertunangan dengan Danar?"
Banu tak segera menjawab, ia tercengang. "Kamu bercanda, Tantra? Kenapa harus mengungkit cerita lama? Atau kau sedang cemburu?"

Tantra menggeleng. "Jawab saja pernah atau tidak."
 "Tidak, "sekarang giliran Banu yang menggeleng, "Mbak Nada sangat tertutup."
"Jadi...alasan itu masih jadi rahasia sampai sekarang?"
Banu menatap suami kakaknya dengan tajam, "Rasanya ada yang sesuatu yang kamu tahu...."
"Aku tidak sengaja membaca tulisan kakakmu."
"Tulisan apa, maksudmu?"
"Semacam curhat."
"Tentang?"
"Alasannya memutuskan pertunangan dengan Danar."
Pemuda yang berusia setahun lebih tua dari kakak iparnya itu kembali teringat Nada sempat termenung bahkan menangis berhari-hari. Waktu itu Banu mengira bahwa kakaknya menyesali keputusannya.
"Banu, aku tahu pertunangan kakakmu dengan Danar terjadi setengah tahun setelah aku keluar dari rumah sakit. Aku juga tahu kalau pertunangan itu karena Bapak, terutama Ibu, ingin Mbak Nada segera menikah."
"Benar, Ibu kebingungan karena umur Mbak Nada waktu itu sudah lewat seperempat abad."
"Tapi, kalian tidak tahu kalau dia memutuskan pertunangan karena Danar mengajaknya berhubungan...."
"Seperti suami istri, maksudmu?"
Tantra mengangguk. Hal itu terjadi beberapa kali, tapi, kakakmu selalu menolak dan untungnya Danar tidak memaksa."

"Lalu?"
"Sampai suatu malam, Danar tidak bisa lagi menerima penolakan terus-menerus, apalagi undangan pernikahan siap dicetak. Ia lalu memaksa...."
"Maksudmu, Danar memaksa kakakku untuk melayani nafsu setannya?"terdengar Banu menahan geram.
Tantra mengangguk pelan. "Danar sempat memukuli Nada karena terus melawan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan kakakmu saat itu."
Banu terdiam. Bagaimana mungkin kakaknya merahasiakan peristiwa itu selama bertahun-tahun? Mendadak ia merasakan kekhawatiran luar biasa, "Akhirnya Mbak Nada kehabisan tenaga dan terpaksa menyerahkan...."
"Ia berhasil meloloskan diri dan masuk kamar mandi."


Setelah mengetahui kisah itu, Banu semakin menyesali keputusannya menjauhi Meyra. Kakaknya hampir senasib dengan Meyra. Apalagi setelah Tantra memberitahu bahwa gadis itu adalah korban perkosaan. Kalau Tantra bisa menerima Nada apa adanya, lalu mengapa ia tidak bisa menerima Meyra? Memang Danar tidak berhasil melampiaskan keinginannya sehingga kakaknya lebih beruntung dibanding Meyra, tetapi bayangkan bagaimana perasaan Tantra? Pasti ia kecewa karena istrinya masih menyimpan rahasia.
Banu memang tidak pernah tahu alasan Tantra menanyakan hal itu kepadanya dan bukan langsung kepada istrinya. Tantra memang sengaja melakukannya karena ingin menjaga perasaan Nada. Perasaan itu memang timbul ketika melihat perjuangan istrinya melahirkan buah hati mereka.











 

SENANDUNG PELANGI (VINA P - DI ANTARA KITA )



Jumat, 11 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta

"Semua sudah berlalu, "begitu jawaban Meyra ketika Banu melamar dirinya.
"Pikirkan baik-baik, Nak, "Dewi menyela dengan sabar.
"Bunda, apa yang dia harapkan dariku?"tukas Meyra keras kepala, "Aku tidak bisa memberikan yang ia harapkan."
"Meyra, jangan begitu, "kali ini Herman yang menyambung, "Banu pemuda yang baik, ia mencintaimu dengan tulus. Mas yakin ia akan menjadi suami yang bisa membahagiakanmu."
Meyra menoleh, menatap kakaknya, "Lalu, lalu apa aku juga bisa membahagiakan dia, Mas?"
Sementara itu Tia mulai gerah. Tentu saja ia tidak terima jagoannya ditolak mentah-mentah oleh gadis yang tidak jelas statusnya.Masih untung ada yang mau sama perempuan macam dia, bekas dipakai orang. Bahkan dalam hati wanita itu menilai Meyra sebagai wanita penggoda. Pantas saja diperkosa! begitu pikirnya. 
"Meyra, maafkan kalau aku dulu...."
"Ya, aku memang bukan perawan lagi."
"Aku menghindar karena mengira kau memang melakukannya karena...."

"Karena suka, "sela Meyra memotong, 'begitu kan maksudmu?"
Banu mengangguk. "Sekali lagi maafkan aku. Ternyata aku salah menilaimu."
Meyra tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis.

Anwar memperhatikan calon menantunya. Meyra memang sangat cantik apalagi didukung dengan warna kulitnya yang kuning langsat. Tidak mengherankan kalau jagoannya ini ngotot ingin menikahi. Seperti tidak ada gadis lain saja!


Kondisi Lisa semakin kritis. Meskipun tidak mengalami koma, tetapi wanita itu merasa sangat kesakitan. Keringat dingin terus bercucuran seiring dengan rasa sakitnya.
"Kau sudah makan?"sapa Danar mencium kening istrinya.
"Belum. Rasanya badanku sakit semua.":
"Aku suapi, ya."
Lisa menggeleng. "Badanku sakit...,"keluhnya, "sakit sekali...."
"Lisa, kamu belum makan, mungkin badanmu sakit karena lemah...."
Lagi-lagi Lisa menggeleng.
Danar yang hendak mengambil piring berisi sarapan mengurungkan niatnya. Ia terkejut sekali melihat istrinya mengigil seperti demam. Buru-buru ia menekan bel di samping ranjang Lisa.


 





Kamis, 10 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta

Dalam hati Nada mengagumi ketenangan dan kedewasaan suaminya. Kembali ia teringat saat Tantra masih berseragam putih abu-abu. Tantra memang tergolong dewasa dibanding usianya. Meskipun, sekali waktu muncul pula sifat anak mudanya.
Nada memperhatikan suaminya yang sedang mengajak anak mereka bercanda. Tantra menggerak-gerakkan boneka ikan dan Arsya berusaha meraihnya sambil tertawa-tawa. Ah, rasanya mereka lebih pantas sebagai paman dan keponakan dibanding ayah dan anak.
Jujur, soal selisih usia ini masih menjadi ganjalan bagi Nada. Apalagi beberapa hari yang lalu, ia sempat disangka pengasuh Arsya oleh pelayan restoran. Pasti gara-gara kulit suami dan anaknya yang lebih bersinar daripada dirinya. Tetapi, ia tidak tersinggung bahkan maklum dengan tanggapan pelayan restoran itu. Justru Tantra yang hampir saja meledak karena tutur kata pelayan asal itu.
" Kasihan, ya, keponakan Mas, "ujar pelayan sambil menghidangkan pesanan. Saat itu Nada sedang mencuci tangan Arsya di wastafel.
"Dia anak saya, "tukas Tantra mengerutkan kening, kurang suka dengan komentar sang pelayan restoran alias pramusaji itu.
"Oh, maaf, saya kira keponakannya. Kok, ibunya si Kecil tidak ikut, Mas? Kasihan lho, masa sama jalan-jalan sama baby siternya...."
Merah padam seketika wajah Tantra. Apa maksud pramusaji genit ini?pikirnya. Baby siter? 
Untunglah Nada yang sempat mendengar vonis pramusaji, bergegas menghampiri suaminya.
"Maaf, Mbak, dia bukan baby sitter, "ujar Tantra dengan wajah merah padam, "dia istri saya."
Kini giliran si pramusaji yang merah padam karena malu. "Oh, ma...maaf, saya kira...."
"Lain kali kalau bicara, jaga mulutmu!"
"Mas, sudah, sudah, "Nada meraih tangan suaminya dan megajaknya duduk. Wanita itu berpaling memandang pramusaji yang salah tingkah. "Mbak, maafkan suami saya. Dia tidak bermaksud bicara seperti itu."
Tantra melotot. "Mbak, dia sudah tidak sopan."
"Mas, aku yakin pasti Mbak ini tidak bermaksud begitu, "tukas Nada sabar sambil mendudukkan Arsya di kereta, "memang kadang-kadang orang suka salah menyimpulkan yang dilihatnya, bukan begitu, Mbak?"
Mbak pramusaji mengangguk gugup bercampur malu."Maafkan saya, Ibu, Bapak."
"Iya, tidak apa-apa, "sahut Nada tersenyum sambil menoleh kepada suaminya yang tampak tak mengacuhkan permintaan maaf itu. Ia pun mencolek tangan suaminya.
"Ya."
"Terima kasih, selamat makan."
"Iya, sama-sama.:
"Hm."


Tanpa sadar, Nada tersenyum sendiri. Rasanya sampai detik ini pun, ia masih terheran-heran dengan keputusan Tantra yang memilihnya sebagai pendamping hidup. Tantra yang menjadi idola gadis-gadis semasa sekolah dan kuliah. Tantra yang lebih pantas menjadi adiknya.


"Eh, Ibu melamun, "ujar Tantra sambil menggendong anaknya menghampiri Nada.
"Ma...ma...ta...ta..ta, "sahut Arsya menunjuk ibunya sambil tertawa-tawa.
Nada tersentak dari lamunan. Ia pun menyambut uluran tangan si Kecil sambil tersenyum.
"Mbak...."
"Iya?" sahut Nada sambil menggendong Arsya.
Tantra tidak segera menjawab. Ia seperti kehabisan kata-kata.. Padahal hanya dua kata saja yang ingin ia ucapkan :'kamu cantik'.

Jumat, 04 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta

Sejak menikah, dua minggu yang lalu, Hasta meminta Ara untuk bekerja paruh waktu. Ia ingin istrinya itu selalu menyambutnya sepulang bekerja. Ara pun tidak keberatan bahkan langsung menyetujui keputusan suaminya.Bagi wanita itu, tugas suami adalah mencari nafkah dan istri menjaga rumah serta harta suami. Hasta sangat bersyukur mendapat istri yang penuh pengertian.
"Nanti pulang jam berapa?" tanya Ara sambil menyodorkan tas kerja suaminya.
"Insya Allah, hari ini aku lembur, "jawab Hasta menerima tas kerjanya.
"Ada pasien yang harus dioperasi?"
"Ya, doakan sukses, ya."

"Tentu," Ara tersenyum.
Hasta terpaku menatap istrinya. Ara begitu anggun dalam balutan busana muslimah coklat muda dan jilbab putih tulang. 
"Ada apa, Hasta?"
Hasta tersentak tetapi kemudian ia tersenyum. "Tidak, tidak ada apa-apa, "sahutnya.
"Lalu, kenapa kamu melihatku seperti baru saja?"
Hasta meraih tangan istrinya, "Aku baru sadar."
"Oh, ya? Tentang apa?"
"Kau cantik sekali."
Bukan sekali pujian semacam ini dilontarkan untuknya, tetapi baru sekali ini Ara merasa begitu bahagia. Inikah rasanya jatuh cinta?
"Terima kasih, "bisiknya.
Hasta tersenyum. "Kau sudah siap, Sayang? Ayo, kita berangkat."
Ara mengangguk.




Ini bukan sekali dua kali Arsya menaiki anak tangga. Meskipun masih merangkak, tetapi bayi sepuluh bulan itu memang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Dan kali ini, ia lolos dari pengawasan orang tuanya yang sibuk menata kamar. Sambil terkekeh-kekeh, Arsya merangkak keluar kamar menuju ruang makan.
"Nah, kamar kita kelihatan lebar, "ujar Tantra mengamati posisi tempat tidur yang baru saja mereka ubah.
"Iya, jadi Arsya juga bisa..., " Nada tidak melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba ia menyadari sesuatu yang tidak beres, dan jantungnya serasa melorot ke lututnya. "Anak kita!"
"Hah?!"Tantra tersentak.
"Dengan panik Nada mengguncang-guncang tangan suaminya. "Mana anak kita, Mas? Ayo, cepat cari!"
"Iya, iya, Mbak tenang dulu, "sahut Tantra menenangkan istrinya yang pucat pasi. Ia bergegas keluar kamar sambil memeluk bahu Nada.






SENANDUNG PELANGI ( MENTARI PAGI - LYDIA - IMANIAR )



SENANDUNG PELANGI ( MERANTAU - DINA MERANTAU )



KALBU PELANGI ( DOA SEORANG ANAK - DIANA PAPILAYA )



SENANDUNG PELANGI (THE POWER IS LOVE - DIANA KASHAVA)