Dalam hati Nada mengagumi ketenangan dan kedewasaan suaminya. Kembali ia teringat saat Tantra masih berseragam putih abu-abu. Tantra memang tergolong dewasa dibanding usianya. Meskipun, sekali waktu muncul pula sifat anak mudanya.
Nada memperhatikan suaminya yang sedang mengajak anak mereka bercanda. Tantra menggerak-gerakkan boneka ikan dan Arsya berusaha meraihnya sambil tertawa-tawa. Ah, rasanya mereka lebih pantas sebagai paman dan keponakan dibanding ayah dan anak.
Jujur, soal selisih usia ini masih menjadi ganjalan bagi Nada. Apalagi beberapa hari yang lalu, ia sempat disangka pengasuh Arsya oleh pelayan restoran. Pasti gara-gara kulit suami dan anaknya yang lebih bersinar daripada dirinya. Tetapi, ia tidak tersinggung bahkan maklum dengan tanggapan pelayan restoran itu. Justru Tantra yang hampir saja meledak karena tutur kata pelayan asal itu.
" Kasihan, ya, keponakan Mas, "ujar pelayan sambil menghidangkan pesanan. Saat itu Nada sedang mencuci tangan Arsya di wastafel.
"Dia anak saya, "tukas Tantra mengerutkan kening, kurang suka dengan komentar sang pelayan restoran alias pramusaji itu.
"Oh, maaf, saya kira keponakannya. Kok, ibunya si Kecil tidak ikut, Mas? Kasihan lho, masa sama jalan-jalan sama baby siternya...."
Merah padam seketika wajah Tantra. Apa maksud pramusaji genit ini?pikirnya. Baby siter?
Untunglah Nada yang sempat mendengar vonis pramusaji, bergegas menghampiri suaminya.
"Maaf, Mbak, dia bukan baby sitter, "ujar Tantra dengan wajah merah padam, "dia istri saya."
Kini giliran si pramusaji yang merah padam karena malu. "Oh, ma...maaf, saya kira...."
"Lain kali kalau bicara, jaga mulutmu!"
"Mas, sudah, sudah, "Nada meraih tangan suaminya dan megajaknya duduk. Wanita itu berpaling memandang pramusaji yang salah tingkah. "Mbak, maafkan suami saya. Dia tidak bermaksud bicara seperti itu."
Tantra melotot. "Mbak, dia sudah tidak sopan."
"Mas, aku yakin pasti Mbak ini tidak bermaksud begitu, "tukas Nada sabar sambil mendudukkan Arsya di kereta, "memang kadang-kadang orang suka salah menyimpulkan yang dilihatnya, bukan begitu, Mbak?"
Mbak pramusaji mengangguk gugup bercampur malu."Maafkan saya, Ibu, Bapak."
"Iya, tidak apa-apa, "sahut Nada tersenyum sambil menoleh kepada suaminya yang tampak tak mengacuhkan permintaan maaf itu. Ia pun mencolek tangan suaminya.
"Ya."
"Terima kasih, selamat makan."
"Iya, sama-sama.:
"Hm."
Tanpa sadar, Nada tersenyum sendiri. Rasanya sampai detik ini pun, ia masih terheran-heran dengan keputusan Tantra yang memilihnya sebagai pendamping hidup. Tantra yang menjadi idola gadis-gadis semasa sekolah dan kuliah. Tantra yang lebih pantas menjadi adiknya.
"Eh, Ibu melamun, "ujar Tantra sambil menggendong anaknya menghampiri Nada.
"Ma...ma...ta...ta..ta, "sahut Arsya menunjuk ibunya sambil tertawa-tawa.
Nada tersentak dari lamunan. Ia pun menyambut uluran tangan si Kecil sambil tersenyum.
"Mbak...."
"Iya?" sahut Nada sambil menggendong Arsya.
Tantra tidak segera menjawab. Ia seperti kehabisan kata-kata.. Padahal hanya dua kata saja yang ingin ia ucapkan :'kamu cantik'.
Nada memperhatikan suaminya yang sedang mengajak anak mereka bercanda. Tantra menggerak-gerakkan boneka ikan dan Arsya berusaha meraihnya sambil tertawa-tawa. Ah, rasanya mereka lebih pantas sebagai paman dan keponakan dibanding ayah dan anak.
Jujur, soal selisih usia ini masih menjadi ganjalan bagi Nada. Apalagi beberapa hari yang lalu, ia sempat disangka pengasuh Arsya oleh pelayan restoran. Pasti gara-gara kulit suami dan anaknya yang lebih bersinar daripada dirinya. Tetapi, ia tidak tersinggung bahkan maklum dengan tanggapan pelayan restoran itu. Justru Tantra yang hampir saja meledak karena tutur kata pelayan asal itu.
" Kasihan, ya, keponakan Mas, "ujar pelayan sambil menghidangkan pesanan. Saat itu Nada sedang mencuci tangan Arsya di wastafel.
"Dia anak saya, "tukas Tantra mengerutkan kening, kurang suka dengan komentar sang pelayan restoran alias pramusaji itu.
"Oh, maaf, saya kira keponakannya. Kok, ibunya si Kecil tidak ikut, Mas? Kasihan lho, masa sama jalan-jalan sama baby siternya...."
Merah padam seketika wajah Tantra. Apa maksud pramusaji genit ini?pikirnya. Baby siter?
Untunglah Nada yang sempat mendengar vonis pramusaji, bergegas menghampiri suaminya.
"Maaf, Mbak, dia bukan baby sitter, "ujar Tantra dengan wajah merah padam, "dia istri saya."
Kini giliran si pramusaji yang merah padam karena malu. "Oh, ma...maaf, saya kira...."
"Lain kali kalau bicara, jaga mulutmu!"
"Mas, sudah, sudah, "Nada meraih tangan suaminya dan megajaknya duduk. Wanita itu berpaling memandang pramusaji yang salah tingkah. "Mbak, maafkan suami saya. Dia tidak bermaksud bicara seperti itu."
Tantra melotot. "Mbak, dia sudah tidak sopan."
"Mas, aku yakin pasti Mbak ini tidak bermaksud begitu, "tukas Nada sabar sambil mendudukkan Arsya di kereta, "memang kadang-kadang orang suka salah menyimpulkan yang dilihatnya, bukan begitu, Mbak?"
Mbak pramusaji mengangguk gugup bercampur malu."Maafkan saya, Ibu, Bapak."
"Iya, tidak apa-apa, "sahut Nada tersenyum sambil menoleh kepada suaminya yang tampak tak mengacuhkan permintaan maaf itu. Ia pun mencolek tangan suaminya.
"Ya."
"Terima kasih, selamat makan."
"Iya, sama-sama.:
"Hm."
Tanpa sadar, Nada tersenyum sendiri. Rasanya sampai detik ini pun, ia masih terheran-heran dengan keputusan Tantra yang memilihnya sebagai pendamping hidup. Tantra yang menjadi idola gadis-gadis semasa sekolah dan kuliah. Tantra yang lebih pantas menjadi adiknya.
"Eh, Ibu melamun, "ujar Tantra sambil menggendong anaknya menghampiri Nada.
"Ma...ma...ta...ta..ta, "sahut Arsya menunjuk ibunya sambil tertawa-tawa.
Nada tersentak dari lamunan. Ia pun menyambut uluran tangan si Kecil sambil tersenyum.
"Mbak...."
"Iya?" sahut Nada sambil menggendong Arsya.
Tantra tidak segera menjawab. Ia seperti kehabisan kata-kata.. Padahal hanya dua kata saja yang ingin ia ucapkan :'kamu cantik'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar