Minggu, 13 Mei 2012

Di Arung Jeram Cinta

"Apa kau tidak salah memilih perempuan itu, Banu?" sepanjang perjalanan pulang dari acara lamaran, Tia terus mengomel, "dia sudah menolakmu mentah-mentah, kamu masih saja ngotot."
"Bu, aku tahu, dia tidak bermaksud begitu, "tukas Banu sambil memegang kemudi.
"Apa maksudmu?"kali ini Anwar yang duduk di sampingnya ikut menyela, "jangan terpesona pada kecantikannya."
"Ibu, Bapak, aku memang mencintai Meyra apa adanya."
"Ingat. Banu, siapa perempuan yang akan kaunikahi itu, "Tia semakin sewot, "Ibu yakin dia akan jadi istri yang tidak tahu terima kasih."
"Kenapa Ibu berdoa seperti itu?"tukas Banu sabar, "Kenapa tidak Ibu doakan supaya kami bahagia?"
Tia melirik suaminya dengan pandangan : lihat anak kita, Pak! Sudah tambah pintar saja!
Anwar menghela napas.




Beberapa hari sebelum acara lamaran itu, tiba-tiba Banu teringat Tantra, suami kakaknya. Sebulan yang lalu, Tantra pernah menemui dirinya dan menanyakan sesuatu tentang Nada.
"Ada yang ingin kutanyakan, "ujar Tantra setelah mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah.
"Wah, kelihatannya serius? Oh, ya, mau minum apa?"
"Nanti saja, aku lebih penasaran dengan yang satu ini."
"Baik, "Banu duduk di samping kakak iparnya, "Kelihatan dari wajahmu."
"Apa kakakmu pernah cerita alasannya memutuskan pertunangan dengan Danar?"
Banu tak segera menjawab, ia tercengang. "Kamu bercanda, Tantra? Kenapa harus mengungkit cerita lama? Atau kau sedang cemburu?"

Tantra menggeleng. "Jawab saja pernah atau tidak."
 "Tidak, "sekarang giliran Banu yang menggeleng, "Mbak Nada sangat tertutup."
"Jadi...alasan itu masih jadi rahasia sampai sekarang?"
Banu menatap suami kakaknya dengan tajam, "Rasanya ada yang sesuatu yang kamu tahu...."
"Aku tidak sengaja membaca tulisan kakakmu."
"Tulisan apa, maksudmu?"
"Semacam curhat."
"Tentang?"
"Alasannya memutuskan pertunangan dengan Danar."
Pemuda yang berusia setahun lebih tua dari kakak iparnya itu kembali teringat Nada sempat termenung bahkan menangis berhari-hari. Waktu itu Banu mengira bahwa kakaknya menyesali keputusannya.
"Banu, aku tahu pertunangan kakakmu dengan Danar terjadi setengah tahun setelah aku keluar dari rumah sakit. Aku juga tahu kalau pertunangan itu karena Bapak, terutama Ibu, ingin Mbak Nada segera menikah."
"Benar, Ibu kebingungan karena umur Mbak Nada waktu itu sudah lewat seperempat abad."
"Tapi, kalian tidak tahu kalau dia memutuskan pertunangan karena Danar mengajaknya berhubungan...."
"Seperti suami istri, maksudmu?"
Tantra mengangguk. Hal itu terjadi beberapa kali, tapi, kakakmu selalu menolak dan untungnya Danar tidak memaksa."

"Lalu?"
"Sampai suatu malam, Danar tidak bisa lagi menerima penolakan terus-menerus, apalagi undangan pernikahan siap dicetak. Ia lalu memaksa...."
"Maksudmu, Danar memaksa kakakku untuk melayani nafsu setannya?"terdengar Banu menahan geram.
Tantra mengangguk pelan. "Danar sempat memukuli Nada karena terus melawan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan kakakmu saat itu."
Banu terdiam. Bagaimana mungkin kakaknya merahasiakan peristiwa itu selama bertahun-tahun? Mendadak ia merasakan kekhawatiran luar biasa, "Akhirnya Mbak Nada kehabisan tenaga dan terpaksa menyerahkan...."
"Ia berhasil meloloskan diri dan masuk kamar mandi."


Setelah mengetahui kisah itu, Banu semakin menyesali keputusannya menjauhi Meyra. Kakaknya hampir senasib dengan Meyra. Apalagi setelah Tantra memberitahu bahwa gadis itu adalah korban perkosaan. Kalau Tantra bisa menerima Nada apa adanya, lalu mengapa ia tidak bisa menerima Meyra? Memang Danar tidak berhasil melampiaskan keinginannya sehingga kakaknya lebih beruntung dibanding Meyra, tetapi bayangkan bagaimana perasaan Tantra? Pasti ia kecewa karena istrinya masih menyimpan rahasia.
Banu memang tidak pernah tahu alasan Tantra menanyakan hal itu kepadanya dan bukan langsung kepada istrinya. Tantra memang sengaja melakukannya karena ingin menjaga perasaan Nada. Perasaan itu memang timbul ketika melihat perjuangan istrinya melahirkan buah hati mereka.











 

Tidak ada komentar: