"Semua sudah berlalu, "begitu jawaban Meyra ketika Banu melamar dirinya.
"Pikirkan baik-baik, Nak, "Dewi menyela dengan sabar.
"Bunda, apa yang dia harapkan dariku?"tukas Meyra keras kepala, "Aku tidak bisa memberikan yang ia harapkan."
"Meyra, jangan begitu, "kali ini Herman yang menyambung, "Banu pemuda yang baik, ia mencintaimu dengan tulus. Mas yakin ia akan menjadi suami yang bisa membahagiakanmu."
Meyra menoleh, menatap kakaknya, "Lalu, lalu apa aku juga bisa membahagiakan dia, Mas?"
Sementara itu Tia mulai gerah. Tentu saja ia tidak terima jagoannya ditolak mentah-mentah oleh gadis yang tidak jelas statusnya.Masih untung ada yang mau sama perempuan macam dia, bekas dipakai orang. Bahkan dalam hati wanita itu menilai Meyra sebagai wanita penggoda. Pantas saja diperkosa! begitu pikirnya.
"Meyra, maafkan kalau aku dulu...."
"Ya, aku memang bukan perawan lagi."
"Aku menghindar karena mengira kau memang melakukannya karena...."
"Karena suka, "sela Meyra memotong, 'begitu kan maksudmu?"
Banu mengangguk. "Sekali lagi maafkan aku. Ternyata aku salah menilaimu."
Meyra tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis.
Anwar memperhatikan calon menantunya. Meyra memang sangat cantik apalagi didukung dengan warna kulitnya yang kuning langsat. Tidak mengherankan kalau jagoannya ini ngotot ingin menikahi. Seperti tidak ada gadis lain saja!
Kondisi Lisa semakin kritis. Meskipun tidak mengalami koma, tetapi wanita itu merasa sangat kesakitan. Keringat dingin terus bercucuran seiring dengan rasa sakitnya.
"Kau sudah makan?"sapa Danar mencium kening istrinya.
"Belum. Rasanya badanku sakit semua.":
"Aku suapi, ya."
Lisa menggeleng. "Badanku sakit...,"keluhnya, "sakit sekali...."
"Lisa, kamu belum makan, mungkin badanmu sakit karena lemah...."
Lagi-lagi Lisa menggeleng.
Danar yang hendak mengambil piring berisi sarapan mengurungkan niatnya. Ia terkejut sekali melihat istrinya mengigil seperti demam. Buru-buru ia menekan bel di samping ranjang Lisa.
"Pikirkan baik-baik, Nak, "Dewi menyela dengan sabar.
"Bunda, apa yang dia harapkan dariku?"tukas Meyra keras kepala, "Aku tidak bisa memberikan yang ia harapkan."
"Meyra, jangan begitu, "kali ini Herman yang menyambung, "Banu pemuda yang baik, ia mencintaimu dengan tulus. Mas yakin ia akan menjadi suami yang bisa membahagiakanmu."
Meyra menoleh, menatap kakaknya, "Lalu, lalu apa aku juga bisa membahagiakan dia, Mas?"
Sementara itu Tia mulai gerah. Tentu saja ia tidak terima jagoannya ditolak mentah-mentah oleh gadis yang tidak jelas statusnya.Masih untung ada yang mau sama perempuan macam dia, bekas dipakai orang. Bahkan dalam hati wanita itu menilai Meyra sebagai wanita penggoda. Pantas saja diperkosa! begitu pikirnya.
"Meyra, maafkan kalau aku dulu...."
"Ya, aku memang bukan perawan lagi."
"Aku menghindar karena mengira kau memang melakukannya karena...."
"Karena suka, "sela Meyra memotong, 'begitu kan maksudmu?"
Banu mengangguk. "Sekali lagi maafkan aku. Ternyata aku salah menilaimu."
Meyra tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis.
Anwar memperhatikan calon menantunya. Meyra memang sangat cantik apalagi didukung dengan warna kulitnya yang kuning langsat. Tidak mengherankan kalau jagoannya ini ngotot ingin menikahi. Seperti tidak ada gadis lain saja!
Kondisi Lisa semakin kritis. Meskipun tidak mengalami koma, tetapi wanita itu merasa sangat kesakitan. Keringat dingin terus bercucuran seiring dengan rasa sakitnya.
"Kau sudah makan?"sapa Danar mencium kening istrinya.
"Belum. Rasanya badanku sakit semua.":
"Aku suapi, ya."
Lisa menggeleng. "Badanku sakit...,"keluhnya, "sakit sekali...."
"Lisa, kamu belum makan, mungkin badanmu sakit karena lemah...."
Lagi-lagi Lisa menggeleng.
Danar yang hendak mengambil piring berisi sarapan mengurungkan niatnya. Ia terkejut sekali melihat istrinya mengigil seperti demam. Buru-buru ia menekan bel di samping ranjang Lisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar