Senin, 28 Februari 2011

Di Arung Jeram Cinta

Banu tercengang melihat ibunya belum juga reda marahnya. Tampaknya beliau benar-benar percaya dengan penjelasan gadis misterius yang mengaku telah dihamili Tantra. Lihat saja, sore ini, belum juga kakak iparnya duduk, Ibu sudah bersiap-siap melabrak.
"Putriku dinikahi bukan untuk dipermainkan, "ujar Tia menghampiri menantunya yang baru saja meletakkan sepatu di rak. "Atau sekarang kamu baru sadar kalau istrimu itu lebih tua, lalu kamu mulai cari yang lain?"
Arman beranjak menghampiri keduanya. "Bu, kenapa masih marah?"tegurnya menepuk lembut pundak istrinya. "Kita kan tidak tahu siapa gadis itu?"
"Dia adik direktur tempat saya bekerja, Pak, "sela Tantra.
"Naah!"seru Tia sinis. "Itu dia tahu, berarti ada apa-apa. Istri lagi hamil, malah bertingkah, huh!"
Banu menatap kakak iparnya. "Dari mana kamu tahu, Tantra?"
"Dia memang sering datang ke kantor, menemui kakaknya."
"Terus kamu bagian penerima tamu, khusus kalau tamunya dia?"tuduh Tia ketus.
Nada yang diam saja sejak tadi, akhirnya tidak sampai hati melihat suaminya dibantai mertua. "Bu, mana buktinya kalau gadis itu hamil dan Mas Tantra ayah jabang bayi di perutnya?"
Tia terdiam. "Ya..., belum ada, sih, "jawabnya ragu-ragu. "Tapi, perutnya seperti orang hamil."
Tantra tersenyum. "Bu, apa Ibu tahu yang membuat saya jatuh cinta pada Mbak Nada dan mantap menikahinya?"
Tia menatap menantunya penuh tanya. Ia menggeleng.
"Saya sudah merasakan hal itu ketika dirawat di rumah sakit lima tahun yang lalu. Ayah sempat bercerita bahwa ketika saya dibawa masuk, tidak ada suster yang berani memberikan pertolongan karena luka-luka saya begitu parah."
Banu membenarkan. "Ya, aku juga dengar itu. Tidak ada perawat yang berani memberikan pertolongan pertama. Bagaimana tidak ngeri, kondisimu gawat sekali, Tantra. Kamu koma dengan luka bacok hampir di sekujur tubuh."
"Benar, Ban. Ketika sadar, aku mendengar dokter yang menanganiku memuji suster bernama Nada. Jadi, aku penasaran lalu diam-diam cari informasi."
Merah padam seketika wajah Nada. "Jadi, waktu kamu menyapa aku, sudah cari info?"
"Yang kapan? Aku kan menyapamu tidak cuma sekali?"
"Ah, pura-pura tidak tahu, "Nada melotot geli. "Waktu aku bawa makanan di kereta dorong." Wanita itu menoleh ke arah ibunya. "Waktu SMA, sudah jago merayu, Bu. 'Suster cantik', begitu katanya."
Tiba-tiba Tia ingin menatap menantunya lekat-lekat. Sampai detik ini, ia masih tidak habis pikir, bagaimana putrinya bisa terpikat oleh pemuda sebaya adiknya? Saat melihat, Tantra menuang teh dari poci ke dalam cangkir untuk istrinya, barulah wanita setengah baya itu mengerti.
"Ibu percaya kau tulus, Tantra."
"Terima kasih, Bu, "jawab Tantra sambil memperhatikan istrinya yang sedang meneguk teh.
Arman dan kedua anaknya menghela napas lega.


Tiga malam telah berlalu. Bahkan, sekarang hampir memasuki malam keempat, tetapi Danar belum juga berhasil menemukan istrinya. Tentu saja, ia berpikir seribu kali untuk lapor polisi karena pasti akan tersangkut kasus KDRT. Polisi tidak bodoh. Mereka akan berusaha mencari penyebab kaburnya seorang istri dari rumah suaminya.
Danar menggeram. "Awas, kalau aku berhasil menemukan perempuan sialan itu, akan kuberi dia pelajaran supaya menyesal seumur hidup! Menyusahkan orang saja!"

Sementara itu, di suatu ruang selebar tiga kali tiga meter, seorang wanita bersandar di sebuah kursi panjang. Sudah hampir empat hari, ia bersembunyi di sana.
Kalau sudah tepat waktunya, aku akan muncul. Untunglah, aku punya sahabat dan teman-teman yang begitu baik. Wanita itu mengambil ponsel yang berada di pangkuannya.

Tidak ada komentar: