Meskipun telah menikah, bukan berarti Danar telah melupakan dendamnya. Justru sebaliknya, ia semakin memelihara perasaan itu baik-baik di dalam hatinya. Semula ia berharap Lisa, istrinya dapat membantunya, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Ternyata Lisa sahabat karib Nada dan menolak mentah-mentah untuk mendukungnya. Inilah yang membuat Danar menjadi beringas.
Lisa tampak ketakutan ketika Nada dan Rafa mengunjunginya. Untunglah, Danar sedang tidak ada di rumah. Akhir-akhir ini suaminya jarang pulang.
"Ya Allah, Lisa, kenapa kamu?"Nada terkejut melihat keadaan sahabatnya yang kurus dan pucat.
"Mbak Lisa pasti sakit, "sela Rafa. Gadis itu berpaling ke arah kakak iparnya. "Bagaimana kalau kita antar ke dokter?"
Lisa menggeleng cepat. "Jangan!"serunya panik.
Nada meraih tangan Lisa lembut. "Lis, kamu sakit. Kamu harus periksa ke dokter."
Lisa menggeleng lemah. "Kau tidak mengerti, Nada, "sahutnya. "Aku tak mungkin keluar."
"Kenapa?"
"Danar melarangku menampakkan diri di luar."
Tak sengaja pandangan Rafa tertuju pada tangan Lisa yang memar. Seketika itu juga darah gadis belia itu mendidih. "Mbak Nada, kita harus lapor polisi, "ujarnya.
"Untuk apa?"Nada tak mengerti.
"Lihat tangannya! Pantas saja Danar melarang Mbak Lisa keluar!"
Bukan saja Nada yang terkejut, tetapi juga Lisa.
Sementara Rafa sudah beranjak dari kursinya di ruang tamu itu. "Ayo, ada praktik dokter di dekat sini. Mumpung masih jam empat!"
Nada terdiam. Ia tampak berpikir mungkin ada jalan keluar yang lebih baik tanpa Lisa harus meninggalkan rumah. Wanita itu mengeluarkan ponsel dari tas tangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar