Minggu, 29 April 2012

Di Arung Jeram Cinta

Apa yang harus dilakukan suami ketika menyadari bahwa ia tidak mencintai istrinya sedikitpun? Kedengarannya memang aneh. Tetapi., dalam kehidupan sehari-hari masalah seperti ini bukan hal yang baru lagi meskipun aneh. Aneh, bagaimana hal itu bisa terjadi? Salah memilih?Kurang teliti menyeleksi? Ataukah hanya demi sebuah status  akhirnya mereka menerima siapa pun yang datang tanpa pikir panjang?
Tampaknya Randy berada pada kelompok yang mengajukan pertanyaan terakhir. Usianya hampir tiga puluh empat saat. Memang belum tua untuk ukuran menikah bagi laki-laki, tetapi sudah melampaui bertahun-tahun dari usia kepantasan memiliki pendamping hidup. Dan Randy membutuhkannya, membutuhkan teman berbagi suka dan duka, berbagi apa saja.
Randy menyadari benar bahwa bukan saatnya lagi untuk memasang kriteria yang muluk-muluk.Mungkin bisa saja ia mendapatkannya, tetapi bagaimana kalau hal itu tercapai sepuluh tahun lagi? Ia tidak sanggup menunggu selama itu.Lagipula biasanya,semakin bertambah usia seseorang, kriteria calon pasangan akan semakin berkurang.
Randy menikahi Nila tanpa cinta. Pria itu hanya butuh teman. Semula ia yakin seiring berjalannya waktu, dirinya akan dapat mencintai istrinya apa adanya. 
Ternyata ia salah. Sampai detik ini perasaannya belum juga berubah.

 Sebenarnya Nila bukan tidak mengetahui perasaan Randy terhadapnya. Suaminya belum berhasil mencintainya.  Padahal ia begitu mencintai laki-laki sebaya dirinya itu. Wanita itu berusaha keras memendam kecewanya karena tidak ingin melihat orang tuanya bersedih.



"Nila, "malam itu seusai makan malam, Randy mengajak istrinya berbicara di ruang tengah, "Aku ingin kita bicara."  Nila menurut sambil bertanya-tanya dalam hati.
"Kelihatannya penting, Mas?"tanya Nila setelah mereka duduk di sofa ruang tengah.
"Maafkan aku, kalau terpaksa menyampaikan ini."
Tampaknya bukan berita gembira. Tiba-tiba Nila merasa begitu cemas."
"Rasanya...kita harus berpisah...."
Lirih suara Randy, tetapi cukup membuat telinga istrinya bagai mendengar halilintar.
"Ta..tapi, ke...kenapa, Mas? Apa salahku?"
"Kau tidak salah, Nila, "tukas Randy murung. Sedih rasanya melihat mata istrinya berkaca-kaca. Bagaimanapun juga Nila istrinya, yang telah menyerahkan diri menjadi tanggung jawabnya.
"Lalu kenapa? Apa Mas lupa sebentar lagi Mas akan menjadi ayah?"
Tentu saja Randy ingat bahwa istrinya sedang hamil delapan bulan. Pria itu menghela napas panjang.






Sabtu, 28 April 2012

Di Arung Jeram Cinta

Penyesalan selalu datang setelah semua terjadi. Itulah yang dirasakan Danar. Malam itu, ia melarikan Lisa ke rumah sakit. Entah apa sebabnya, tiba-tiba saja istrinya itu jatuh pingsan saat hendak mengambil piring untuk makan.
Memang beberapa hari sebelumnya Danar sempat  memergoki Lisa tampak menahan sakit di bagian perutnya. Tetapi Lisa hanya menjawab masuk angin atau mau ke belakang. Sekarang Danar merasa bodoh karena percaya saja kata-kata istrinya.


Ratih baru saja memeriksa kondisi Lisa. Dokter yang ramah itu tersenyum menyapa, "Mbak Lisa harus banyak istirahat. Untuk sementara hanya boleh berbaring."
"Terima kasih, Dokter, "Lisa balas tersenyum sambil menahan rasa sakitnya.
"Saya akan minta supaya suami Mbak segera menebus resep di apotek, jadi Mbak bisa merasa lebih baik. InsyaAllah."
"Iya, Dokter."
"Permisi, selamat beristirahat."
Lisa mengangguk. Sementara Ratih keluar ruang diikuti perawat wanita yang mendorong meja beroda dengan peralatan medis di atasnya.
Jauh di dalam hatinya, dokter wanita ahli kandungan itu merasa sangat iba terhadap Lisa. Tentu saja ia mengetahui benar penyebab penderitaan wanita ini. Meskipun Lisa tidak pernah mengakui apalagi menceritakannya, tetapi dari Nada, ia mengetahui semuanya.


 

Senin, 16 April 2012

Di Arung Jeram Cinta

Ara begitu memesona di mata Hasta. Pria itu tidak lagi mencari gadis bau kencur atau yang berusia lebih muda. Usia bukan hal yang utama baginya. Hasta tidak bermaksud menyamaratakan semua gadis muda itu tidak serius dalam menjalin hubungan tetapi ia tidak sekadar membutuhkan teman dalam suka, melain juga untuk berbagi duka. Kali pertama melihat Ara yang saat itu menemui Cakra di rumah sakit, tiba-tiba saja Hasta merasa waktu terhenti beberapa saat.
"Istrimu, Mas?"
Cakra tertawa. "Kenalkan, adikku."
Mendengar jawaban Cakra, tanpa sadar Hasta memahat bintang harapan di langit hatinya.


Cinta memang tak mengenal usia. Lihat saja Tantra dan Nada yang telah menikah bahkan dikaruniai bayi yang mungil dan lucu. Hal ini membuat Banu dan Rafa masih saja terheran-heran. Kalau Banu penasaran dengan jurus rayuan maut Tantra. Sebab karyawan salah satu bank swasta itu tahu benar bahwa Nada, kakaknya itu paling anti peluk cium waktu pacaran. Hm, pantas saja lima kali pacaran semua kandas dalam jangka waktu tak sampai seumur jagung. Kata para mantan Nada (menurut Banu, mantan pacar pura-pura), "Masa kesenggol tangannya saja, dia sudah melotot?"
Tidak ada yang tahu bahwa pemuda itu memperhatikan dengan saksama tingkah laku kakaknya saat resepsi pernikahan. Sekuat tenaga ia berusaha menahan tawa melihat wajah kakaknya yang bersemu merah saat dengan santainya Tantra meraih tangannya. Rasakan kamu, Mbak!sorak pemuda itu dalam hati.
Lain halnya dengan Banu, Rafa lebih penasaran dengan kakaknya yang jatuh cinta kepada gadis yang lebih pantas menjadi kakak mereka. Selain itu, Nada memang tidak dapat disebut cantik walaupun memang ada daya tarik yang membuat setiap orang akan menyukainya begitu memandangnya. Pernah dengan jujur, Rafa menanyakan bagian yang disukai Tantra pada diri Nada, secara fisik. Kakaknya itu langsung menjawab tanpa ragu-ragu, "Tangannya." Tentu saja Rafa langsung bengong. Biasanya, laki-laki akan menjawab, kecantikannya, matanya, hidungnya, dan lain-lain. Tapi ini tangan? Apa bagusnya tangan? Lagi pula tidak ada yang luar biasa dengan tangan kakak iparnya itu.




Cakra tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya sekaligus haru melihat adiknya bersanding dengan laki-laki pendamping hidupnya itu di kursi pengantin.Kalau saja kedua orang tua mereka masih hidup, pasti akan bahgia sekali menyaksikan peristiwa bersejarah ini.
"Selamat, Dik, "bisik Cakra saat memeluk adiknya penuh haru.
"Terima kasih, Mas, "Ara menjawab dengan suara nyaris tak terdengar.
"Jaga adikku baik-baik, Hasta. Dia resmi tanggung jawabmu mulai detik ini."
Hasta, pria ramah dan simpatik itu tersenyum. "Insya Allah, Mas tak usah khawatir."