Senin, 16 April 2012

Di Arung Jeram Cinta

Ara begitu memesona di mata Hasta. Pria itu tidak lagi mencari gadis bau kencur atau yang berusia lebih muda. Usia bukan hal yang utama baginya. Hasta tidak bermaksud menyamaratakan semua gadis muda itu tidak serius dalam menjalin hubungan tetapi ia tidak sekadar membutuhkan teman dalam suka, melain juga untuk berbagi duka. Kali pertama melihat Ara yang saat itu menemui Cakra di rumah sakit, tiba-tiba saja Hasta merasa waktu terhenti beberapa saat.
"Istrimu, Mas?"
Cakra tertawa. "Kenalkan, adikku."
Mendengar jawaban Cakra, tanpa sadar Hasta memahat bintang harapan di langit hatinya.


Cinta memang tak mengenal usia. Lihat saja Tantra dan Nada yang telah menikah bahkan dikaruniai bayi yang mungil dan lucu. Hal ini membuat Banu dan Rafa masih saja terheran-heran. Kalau Banu penasaran dengan jurus rayuan maut Tantra. Sebab karyawan salah satu bank swasta itu tahu benar bahwa Nada, kakaknya itu paling anti peluk cium waktu pacaran. Hm, pantas saja lima kali pacaran semua kandas dalam jangka waktu tak sampai seumur jagung. Kata para mantan Nada (menurut Banu, mantan pacar pura-pura), "Masa kesenggol tangannya saja, dia sudah melotot?"
Tidak ada yang tahu bahwa pemuda itu memperhatikan dengan saksama tingkah laku kakaknya saat resepsi pernikahan. Sekuat tenaga ia berusaha menahan tawa melihat wajah kakaknya yang bersemu merah saat dengan santainya Tantra meraih tangannya. Rasakan kamu, Mbak!sorak pemuda itu dalam hati.
Lain halnya dengan Banu, Rafa lebih penasaran dengan kakaknya yang jatuh cinta kepada gadis yang lebih pantas menjadi kakak mereka. Selain itu, Nada memang tidak dapat disebut cantik walaupun memang ada daya tarik yang membuat setiap orang akan menyukainya begitu memandangnya. Pernah dengan jujur, Rafa menanyakan bagian yang disukai Tantra pada diri Nada, secara fisik. Kakaknya itu langsung menjawab tanpa ragu-ragu, "Tangannya." Tentu saja Rafa langsung bengong. Biasanya, laki-laki akan menjawab, kecantikannya, matanya, hidungnya, dan lain-lain. Tapi ini tangan? Apa bagusnya tangan? Lagi pula tidak ada yang luar biasa dengan tangan kakak iparnya itu.




Cakra tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya sekaligus haru melihat adiknya bersanding dengan laki-laki pendamping hidupnya itu di kursi pengantin.Kalau saja kedua orang tua mereka masih hidup, pasti akan bahgia sekali menyaksikan peristiwa bersejarah ini.
"Selamat, Dik, "bisik Cakra saat memeluk adiknya penuh haru.
"Terima kasih, Mas, "Ara menjawab dengan suara nyaris tak terdengar.
"Jaga adikku baik-baik, Hasta. Dia resmi tanggung jawabmu mulai detik ini."
Hasta, pria ramah dan simpatik itu tersenyum. "Insya Allah, Mas tak usah khawatir."
 





Tidak ada komentar: