Dewi tidak henti-hentinya mengagumi sosok Lisa yang bersahaja. Belum pernah ia melihat istri zaman sekarang yang begitu sabar atas sepak terjang suaminya yang tidak bermoral. Amarah wanita itu mendadak saja hilang ketika melihat Lisa muncul dan menyapa dengan santun dan ramah.
Lisa menyilakan tamu-tamunya menikmati hidangan yang tersedia di meja tamu.
Dewi mengambil biskuit dari toples. Herman dan Meyra mengikuti.
Dewi memperhatikan Lisa yang tampak kurus dan pucat. Tampaknya ia sedang sakit parah. Dalam hati menyesal juga Dewi telah membuat perasaan wanita muda ini bersedih. Tetapi....
"Maafkan suami saya, Bu."
Dewi tercengang. "Jadi...kau sudah tahu?"
"Iya, Bu, "jawab Lisa lembut. "Suami saya juga sudah menyesali perbuatannya."
"Ah, kau istri yang berhati mulia, "Dewi tak dapat menyembunyikan kekagumannya. "Kalau Ibu tidak mengenalmu, rasanya tega melemparkan suamimu ke dalam penjara."
Lisa memandang ke arah suaminya. "Suami saya siap menerima hukuman untuk menebus dosanya."
Danar tersenyum. "Ibu, istri saya benar. Saya bersedia...." Belum selesai Danar berbicara, mendadak Meyra bangkit dan melangkah ke luar.
"Meyra!"panggil Herman.
"Susul adikmu."
"Baik, Bu."
Tantra mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Sebentar, sepertinya aku punya nomor teman-teman yang kamu sebutkan tadi."
"Iya, syukurlah, soalnya aku mau adakan reuni."
"Oh ya? Kapan?"
"InsyaAllah, bulan depan. Sudah ada, sih, beberapa teman yang kuhubungi untuk membantuku, termasuk kamu."
"Mudah-mudahan aku bisa."
"Kurasa kau pasti bisa. Eh, mana istrimu?"
"Tadi masih menidurkan Arsya. Kulihat dulu."
Feri mengawasi teman semasa SMAnya yang berlalu. Ia berpikir seperti apa istri Tantra. Pemuda seperti Tantra pasti akan memilih gadis berkulit putih atau kuning langsat dan bertubuh seksi untuk menjadi istrinya. Mana mungkin ia memilih wanita yang menyuguhkan hidangan tadi itu ....
"Fer, kenalkan istriku."
Feri tercengang. Tantra menggandeng mesra seorang wanita. Wanita yang tadi menyuguhkan hidangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar