Selasa, 28 Februari 2012
Di Arung Jeram Cinta
Jalani hidup ini apa adanya. Mengalir sajalah seperti air. Mungkin itulah prinsip hidup Lisa selama ini. Itulah sebabnya wanita itu mampu bertahan menghadapi kekejaman suaminya. Sebab, ia yakin, bahkan sangat yakin bahwa suatu saat suaminya akan berubah.
Danar memang telah berubah. Ia sangat menyayangi dan lemah lembut terhadap istrinya. Tetapi, laki-laki itu merasa semuanya terlambat. Tidak pantas ia memperlakukan wanita selembut Lisa dengan sangat kasar dan kejam. Masih tergambar jelas dalam bayangannya, bagaimana istrinya yang tak berdaya itu harus ketakutan dan kesakitan menerima perlakuannya.
"Aduuh! Sialan!"Danar kesakitan karena tangannya tertusuk jarum jahit yang menancap pada selembar kain. Dengan marah, laki-laki itu bertolak pinggang dan berteriak memanggil istrinya, "Lisaaa! Lisaaa!"
Tergopoh-gopoh dengan wajah pucat ketakutan, Lisa berlari dari kamar mandi menemui suaminya di kamar. Wanita itu semakin pucat ketika melihat wajah suaminya merah padam.
"A..ada apa, Mas...?"
"Ada apa, ada apa? Siapa yang menaruh jarum sembarangan, heh?"
"Maafkan saya, Mas...."
"Apa, maaf? Tanganku kena jarum sialan itu, tahu?!"
"Maaf, saya...saya...."
Lisa tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Danar telah menarik tangannya dengan kasar. "Kamu juga harus tahu rasanya tertusuk jarum!"
"Jangan, Mas...maafkan saya...jangan...."
"Ayo, cepat! Tusukkan tanganmu ke jarum itu!"
"Jangan, Mas, maafkan saya...."
"Cepat! Atau mau kuhajar lagi seperti minggu kemarin?!"
Setiap teringat semua itu, Danar menggigit bibirnya hingga ia dapat merasakan anyir darah tertelan liurnya. Tentu saja, Lisa tak mau dihajar sampai babak belur. Akhirnya, mau tidak mau ia menuruti perintah suaminya.
"Mas, ini teh hangat."
Danar tersentak dari lamunan. Ia tersenyum tanda terima kasih.
Lisa duduk di samping suaminya. "Ada yang ingin kubicarakan, "katanya.
"Oh, ya?"Danar meletakkan cangkir di meja ruang keluarga, "Apa itu?"
"Tapi, Mas jangan kaget...."
"Kenapa harus kaget, Lisa? Memangnya kejutan? Sore-sore begini punya kejutan?"
"Dan janji Mas tidak marah."
Danar meraih tangan istrinya lembut. "Aku tidak akan pernah menyakitimu lagi, Lisa, "tukasnya lembut.
Sejak pengakuan Meyra, Banu tidak bersemangat lagi meneruskan rencananya menikahi gadis itu. Bagi Meyra, hal itu bukan masalah. Ia sudah menyiapkan diri lahir batin untuk menghadapi segala kemungkinan, bahkan yang terburuk sekalipun. Menurutnya, ia tak punya hak memaksa orang yang menolak agar menerima dirinya. Meskipun ia sendiri telah jatuh cinta kepada Banu yang begitu supel, tetapi ia merasa tak pantas pemuda sebaik Banu mendapatkan dirinya.
Sesungguhnya peristiwa itu belum terhapus dari bayang-bayangnya. Betapa ia dulu berontak sekuat tenaga mempertahankan kehormatannya. Bahkan sempat pula ia mencakar wajah pelaku. Tetapi sebuah tamparan keras membuatnya terlempar membentur dinding. Ia pun pingsan seketika.
Meyra menghela napas panjang. Kalau Banu yang begitu baik saja langsung mengundurkan diri, bagaimana dengan yang lain? Mungkin memasuki lembaga pernikahan bukan pilihan terbaik sebab dapat menyiksa perasaan orang. Mungkin... tiba-tiba saja ia teringat Rafa, adik tingkatnya yang baik hati lagi pemberani itu. Bergegas ia beranjak dari duduknya di tempat tidur. Rasanya belum terlalu malam untuk menemuinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar