Minggu, 04 Desember 2011

Di Arung Jeram Cinta

Kesibukan mengurus bayi dan rumah tangga membuat Nada nyaris tak sempat memperhatikan penampilannya lagi. Akhir-akhir ini wanita itu semakin tampak awut-awutan, setidak-tidaknya begitulah dalam pandangan Tantra.
Malam itu, dengan mata stengah terpejam, Nada mengambilkan segelas air putih dan sepiring kacang goreng yang diminta suaminya. Hari ini seharian Arsya rewel dan ia belum beristirahat sedetik pun.
"Arsya sudah tidur?"
Nada mengangguk. "Mas mau makan malam? Biar sayurnya aku panaskan dulu."
Tantra menggeleng. "Tidak, tapi aku ingin kita bicara, duduklah, "laki-laki muda itu menepuk sebelah tempat duduknya.
Meskipun heran, Nada menurut.

Afna menarik napas panjang mendengar cerita anak sulungnya. Wanita setengah baya itu sudah dapat menangkap kejenuhan dalam diri putranya. Dulu, beberapa hari sebelum pernikahan, Cakra pernah menyatakan keraguan itu.
"Bu, anak kita umurnya berapa dan calon istrinya berapa?"
Afna yang sedang memasang taplak meja ruang tamu menghentikan kegiatannya dan menoleh. "Kenapa, Yah? Apa karena calon menantu kita lebih tua usianya dibanding anak kita?"
Cakra mengangguk. "Tujuh tahun itu bukan selisih yang sedikit, Bu."
"Memang, Pak, tapi Ibu yakin kalau Tantra bisa jadi imam yang baik."
"Kalau istrinya tidak bisa jadi makmum yang baik?"
"Ah, Ayah terlalu mengkhawatirkan sesuatu yang belum pasti."


"Bu...."
Afna tersentak. Ah, rupanya ia melamun.
"Kalau aku perhatikan Nada tidak seperti dulu lagi."
"Tidak seperti dulu lagi bagaimana maksudmu, Nak?"
"Dia terlalu sibuk mengurus Arsya sampai-sampai waktu giliranku, dia tinggal mengantuknya saja."
"Lalu maumu apa, Tantra? Mengurus anak itu tidak mudah dan memang melelahkan. Belum lagi urusan pekerjaan rumah tangga yang seperti tidak habis-habisnya...atau jangan-jangan...."
"Jangan-jangan apa, Bu?"Tantra terkejut melihat tatapan ibunya yang penuh selidik.
"Jangan-jangan kamu menyesal sudah menikahinya."
"Menyesal?"
"Ya, sekarang baru kamu sadar kalau ternyata Nada terlalu tua untukmu. Mungkin kamu merasa kalian tidak sezaman karena itu Nada berubah. Tapi itu hanya perasaanmu."
"Perasaanku? Ibu, aku tidak mengerti."
"Nada tidak berubah, ia statis. Kamulah yang berubah apalagi kamu banyak menghabiskan waktu di luar rumah."
Mendengar penuturan ibunya yang panjang lebar itu, Tantra terpekur.

Tidak ada komentar: