Minggu, 04 Desember 2011

Di Arung Jeram Cinta

Ternyata Rafa, gadis yang nekat dan suka mencampuri urusan dapur orang lain itu kembali datang. Tetapi, kali ini ia tidak sendiri. Ada yang menemaninya dan hal itu membuat Danar semakin gusar.
Bagaimana mungkin ia bisa melupakan kakak beradik pembawa naas bagi hidupnya ini? Sampai saat ini ia masih memendam kesumat karena Rafa pernah menendang bisulnya sampai pecah dan Tantra yang menendang dadanya sampai dua hari dua malam sesak napasnya. Tetapi kesumat itu lebih-lebih terhadap Tantra yang nyata-nyata telah memperistri mantan tunangannya.
"Ada apa lagi?"Danar berdiri di depan rumah sambil bertolak pinggang. "Kalian ini mengganggu jam istirahat orang. Apa, kalian tidak tahu sekarang jam berapa?"
"Mana ada orang tidur jam tujuh malam, kalau bukan bayi, "sahut Rafa sinis. "Memangnya kamu bayi, bayi raksasa?"
Bagi Tantra, ucapan adiknya sungguh lucu dan ia pun tertawa. Rafa mencubit lengan kakaknya perlahan memberi kode.
Tantra mengentikan tawanya dan segera memasang tampang serius. "Danar, kalau kau belum becus jadi suami, sebaiknya ikut pelatihan dulu."
"Sialan! Jangan menghinaku! Kamu cuma anak bau kencur yang sok tua!" Danar tampak sangat geram.
Tantra mengangkat bahu. "Terserah, "katanya, "tapi yang jelas, sampai detik ini aku belum pernah menjadikan istriku sansak tinju."
"Istri harus menurut suami. Kalau tidak menurut atau bersalah, dia layak dapat hukuman."
"Sampai seperti itu?"Tantra menunjuk Lisa yang duduk didampingi Rafa. "Kami akan membawanya ke dokter sekarang juga."
"Aku tidak akan mengizinkan kalian. Dia istriku."
"Siapa yang minta izinmu?" selesai berkata, Tantra berpaling ke arah adiknya, "Antar Mbak Lisa naik ke taksi."
"Iya, Mas. Ayo, Mbak, pelan-pelan saja."
"Tapi...,"Lisa memandang takut ke arah suaminya yang jelas-jelas melontarkan tatapan penuh ancaman. "Aku tidak mau merepotkan. Lagipula lukaku ini tidak seberapa, cuma memar kecil."
Tantra menghampiri wanita sebaya istrinya itu. "Mbak, kau tidak boleh terus begini. Jangan menyerah pada keadaan. Sekarang, kau harus mau untuk sembuh."
Lisa tampak ragu-ragu.
"Jangan takut, percayalah pada kami."
Perlahan wanita itu pun mengangguk. "Terima kasih, Dik."
Tanpa berkata-kata lagi, Rafa memapah Lisa. Tantra pun mengikuti.
"Tunggu!" Danar hendak menarik tangan istrinya tetapi Tantra lebih cepat. Ia sudah lebih dulu mengait kaki Danar sehingga laki-laki itu jatuh dan terjengkang tepat di bantalan sofa yang belum dipasang.


Masih terngiang-ngiang diagnosis dokter Ratih. Diagnosis yang sangat mengerikan dan seolah-olah melempar Danar ke jurang yang curam, pekat, dan sepi.
" Mas, belum tidur?"
Danar tersentak. Ia pun menoleh."Kau sudah bangun? Mau minum?"
Lisa menggeleng sambil tak lupa menghidangkan seulas senyum. "Mas, maafkan aku, sudah membuatmu sedih dan kecewa."
Danar tercengang. Demi Allah! Bicara apa istrinya ini?! "Kenapa kauberkata seperti itu?"
"Sebenarnya sudah lama aku merasa kalau pada akhirnya dokter akan mengatakan hal itu. Tapi aku diam saja, aku tidak mau menyusahkan Mas."
Danar tertegun. Teringat hari-hari yang dilewatinya bersama Lisa. Seingatnya belum pernah sekalipun ia memperlakukan istrinya itu dengan tutur kata dan sikap lemah lembut.
Lisa terkejut. Tiba-tiba Danar menutupi wajahnya dengan bahu terguncang-guncang.

Tidak ada komentar: