Rahim pertiwiku bukan lagi yang dulu
ibarat gelas ia berkeping-keping
serpihan kacanya menancap tepat
di sela-sela daging yang terluka
percikkan warna semerah darah
Paras bundaku semakin layu
senyum getir penuh duka menyungging
dari bibir yang terkatup rapat
sesakkan dada hempaskan rasa
menitik air mata dari hati bernanah parah
Keris pusakaku kini hanya benalu
terseret jerit badai yang senantiasa melengking
tersapu ombak yang tak henti melompat
ganas menerjang diri tiada berdaya
menerpa tubuh terkapar lemah
Tak ingin menangis lagi ibuku
namun fajar setia yang menyingsing
hanya mampu menyimpan niat
sebab anak-anak yang durhaka
telah menentang lurusnya arah
Apakah Engkau murka, Tuhanku
pertiwiku berseru hingga iba memancing
menggugah pasukan gagah dan kuat
datang hentikan ratap yang menggema
takut Tuhan semakin marah
Tuhan, kembalikan bundaku yang dulu
laksana embun tatapnya bening
yang sanggup bangkitkan semangat
hingga kami tak lagi bermanja-manja
menghalau segala rintang menjamah
1 komentar:
Salam Ramadhan,
Teramat senang dengan puisi ini. Memang jempolan.
Selamat Berpuasa.
Posting Komentar