Selasa, 28 Agustus 2012

Di Arung Jeram Cinta (BAB XIII)




Bagaimana rasanya diempas rasa bersalah yang tak kunjung berakhir? Bagaimana caranya menghapus kebodohan kita yang telah lalu? Mesin waktu hanya ada dalam fiksi ilmiah atau film layar lebar.
Randy tak mau lagi menyapa Danar sejak peristiwa itu. Danar dapat memahami hal itu, betapa terpukulnya perasaan Randy. Entah sudah berapa kali Danar meminta maaf, baik lewat sms, telepon, bahkan secara langsung. Tetapi, tak satupun yang ditanggapi kakak iparnya itu.

Danar terduduk sendiri di tepi ranjang. Ya, ia sendiri. Kesepian dahsyat menyergap jiwanya. Belum pernah ia merasa segersang ini, kering, dan hampa. 


Akhirnya Meyra menyerah. Ia pasrah kepada harapan ibundanya yang begitu menginginkan kebahagiaannya. Apalagi beliau sangat yakin bahwa Banu pemuda yang tepat untuk dijadikan pendamping sejati.
Kini seminggu sudah Meyra menjalani hidupnya sebagai istri. Mau tak mau ia membenarkan pendapat ibunya. Banu memang baik dan sangat menghargai dirinya.
Meyra membuka mata. Ada tepukan lembut di bahunya.
"Jam berapa?"
Banu tersenyum. "Hampir Subuh, "jawabnya.
Meyra beranjak duduk sambil membuka selimut yang menutupi tubuhnya. "Kau sudah wudlu?"
"Sudah, sekarang giliranmu, Manis."
Meyra tertawa kecil. "Merayu atau...?"
"Aku tidak pernah merayu, "tukas suaminya memasang tampang serius, "aku bicara kenyataan kalau kau..."
"Kalau aku apa?"
"Memang manis dan cantik."
"Dasar gombal tetap gombal."
Banu tertawa.