Minggu, 27 November 2011

Di Arung Jeram Cinta

Mimpi buruk. Itulah yang dirasakan Danar. Betapa mahal pelajaran yang harus dibayarnya akibat perbuatannya dulu. Yang paling menyakitkan adalah mengapa harus Lisa, istrinya yang menerima semua dampak dari kekejamannya pada masa lalu. Lisa, istrinya, wanita yang begitu lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Pantas, pantas saja, Lisa sering mendesaknya untuk menikah lagi. Ternyata selama ini istrinya itu tak pernah berhenti memikirkan kebahagiaan suaminya.
"Pasti kaumenyakitinya lagi, "tuduh Randy emosi saat Danar menghubunginya lewat ponsel.
"Bukan itu yang terjadi. Tolong, jangan salah sangka."
"Lalu apa? Kenapa adikku harus masuk rumah sakit lagi?"
"Sebenarnya...."
"Sebenarnya apa?"Randy tak sabar.
"Semua itu akibat perbuatanku dulu...."
"Kau...."
"Maafkan aku, Randy. Aku sungguh-sungguh menyesal. Aku...," Danar tersentak. Di ujung sana kakak ipar mematikan ponsel dengan kasar.

"Dari siapa?"
Randy meletakkan ponsel di atas meja. Laki-laki itu tersenyum. "Adik iparku, "jawabnya.
Seorang wanita berusia sebaya dengannya meletakkan dua gelas jus melon di dekat ponsel. "Mas ada masalah dengan adik ipar?"
"Lain kali saja kuceritakan, "sahut Randy meraih jus melonnya.
Wanita itu mengangguk. Berusaha maklum."Permisi, saya setrika baju dulu."
Randy mengangguk. Dihelanya napas, teringat pertemuan singkatnya dengan Nila, wanita yang baru seminggu resmi menjadi istrinya.

Danar memandangi istrinya yang sudah terlelap. Tampaknya wanita itu sudah menata perasaannya jauh-jauh hari menghadapi masalah seberat ini.
Sedangkan Danar, ia masih sering terbayang-bayang perbuatannya sendiri yang baru disadari akhir-akhir ini, bahwa ternyata ia bisa sekejam itu.
"Kamu ini bisanya apa?!"hardik Danar menampar Lisa. "Lihat ini warna sepatuku jadi aneh!"
"Maaf, Mas, saya tidak sengaja...."
"Sudah seribu kali, kamu tidak sengaja! Semua barangku jadi rusak! Dasar tidak berguna!"
Danar memejamkan mata, berusaha mengusir bayang-bayang itu. Teringat saat itu, tanpa belas kasihan sedikitpun, tangan dan kakinya menghajar tubuh Lisa. Bahkan, tanpa segan-segan, ia melakukannya di beranda rumah. Beberapa orang melihat, tetapi mereka memilih untuk tidak ikut campur urusan rumah tangga orang lain.
Sementara itu Lisa berusaha untuk tidak menangis. Entah berapa kali tangan kekar Danar hinggap telak di wajah dan bagian tubuh yang lain. Sesekali tendangan kuat terasa di punggung. Sampai....
"Hentikan!"
Karena terkejut, Danar berhenti. Ia menoleh.
Seorang gadis belia, jauh belia dibanding istrinya, berdiri dengan sorot mata menyala-yala.
Danar langsung mengenali gadis itu. Rafa.
Bergegas Rafa menolong Lisa berdiri. "Duduklah, Mbak, "ujarnya menuntun wanita yang lemah karena kesakitan itu di kursi beranda.
"Terima kasih, Dik, "ujar Lisa lirih.
"Aku antar Mbak ke dokter."
"Terima kasih. Nanti juga sembuh sendiri."
Rafa mengerti Lisa tak akan bisa dibujuk. Gadis itu pun menoleh ke arah Danar.
"Aku punya kakak laki-laki dan ia jago berkelahi, "katanya. Tapi, belum pernah sekalipun kudengar ia menampar, memukul, apalagi menghajar istrinya sepertinya yang kaulakukan sekarang. Kau ini benar-benar pemberani." Tanpa menunggu jawaban, gadis itu pun berlalu.
Danar begitu terkejut sehingga tak sanggup berkata-kata. Tetapi, amarahnya kembali memuncak saat melihat istrinya belum beranjak dari duduknya.
"Bagus, kau punya pembela rupanya! Tidurlah di teras dan jangan coba-coba masuk kalau tidak kusuruh!"

2 komentar:

SKN mengatakan...

hahaha. kalimat yang "..apalagi menghajar istrinya sepertinya yang kaulakukan sekarang. Kau ini benar-benar PEMBERANI." keren deh. gue kira bakal dimaki, eh malah disindir dengan pujian. wkwkwk.

(kunjungi dan follow gue di http://sucinabbila.blogspot.com/ thanks!)

Pelangi Sastra mengatakan...

Terima kasih atas komentarnya.