Senin, 19 Maret 2012

Di Arung Jeram Cinta

Banu memperhatikan kakak dan suaminya. Dalam hati pemuda itu masih tak habis pikir. Sudah jelas, kakaknya terlihat memang lebih tua. Tantra benar-benar lebih pantas menjadi adiknya, adik bungsu.Lihat saja tampaknya kakak iparnya itu betah bermanja-manja dengan istrinya. Untung saja anak mereka sudah pulas di kamar. Kalau tidak, wah, pasti saingan sama ayahnya.
"Tehnya manis, Mas?"Nada memperhatikan suaminya meneguk teh hangat.
Tantra meletakkan cangkir itu di meja beranda baru menjawab, "Manis, seperti yang membuat."
Banu menahan geli. Ya ampun, rayuan seperti itu saja sudah membuat wajah Mbak Nada merah merona, pikirnya terheran-heran. Sebenarnya, Tantra itu punya keistimewaan apa, ya, selain kebagusan fisik?
Nada sudah akan beranjak untuk menyiapkan makan malam ketika Tantra meraih tangannya. Banu tercengang, apa-apaan ini? Masa aku jadi obat nyamuk begini? Tetapi tampaknya Tantra tidak peduli dengan penilaian adik ipar.
"Mas, aku mau siapkan makan malam."
"Memang tidak boleh kalau sambil gandengan begini?"
"Ya, boleh, tapi makan malamnya jadi terlambat."
Tantra tersenyum kemudian menoleh ke arah Banu yang juga tersenyum tetapi masam. "Banu, tidak apa-apa kan kalau makan malamnya terlambat?"tanyanya iseng.
Nada menggeleng-gelengkan kepala. "Mas...."
"Iya, Mbak, "sahutnya sambil melepas gandengannya.
Nada tersenyum. "Silakan kalian omong-omong dulu, "ujarnya.


Malam ini tidak seperti biasanya terasa begitu lambat. Banu tidak sabar menunggu ayam berkokok menandai terbitnya fajar.
"Meyra?"
"Iya, kamu mengenal dia? Kenapa kaget begitu?"
"Dia adik mantan atasanku."
"Jadi kalian pernah saling mengenal?"
Tantra mengangguk. "Hanya sebatas kenal sepintas."
Banu mengangguk-angguk.
"Kamu tertarik kepadanya?"
"Dulu."
"Dulu? Maksudmu?"
"Ya, dulu, sebelum aku tahu dia sebenarnya."
"Aku tidak mengerti."
"Dengar, Tantra, siapa yang mau dengan perempuan seperti dia? Siapa yang sudi dengan perempuan yang sudah menyerahkan dirinya kepada setiap laki-laki yang mengumbar kata cinta untuknya?"
Tantra tercengang. "Kata siapa? Meyra tidak seperti itu."
"Itu pengakuannya sendiri. Bagiku itu sudah lebih dari cukup untuk mengurungkan niatku melamarnya."
"Mungkin dia punya alasan yang kuat."
"Alasan apa?"
Tantra menatap adik iparnya dalam-dalam. "Banu, jadi kau memang belum tahu?"
"Belum tahu apa?"
"Meyra itu korban perkosaan."
"Apa?!"Banu tak percaya dan menatap suami kakaknya dengan mengerutkan dahi. Tetapi, jelas, Tantra mengangguk.
"Cerita yang kudengar, ia bahkan sempat pingsan karena matian-matian mempertahankan kehormatannya. Seandainya, Rafa tidak cerita, aku juga tidak tahu."
Banu terdiam. Kabar yang baru ia dengar ini benar-benar jauh dari dugaannya.

Kenapa Meyra tidak jujur saja? Banu bertanya dalam hati sambil membalik bantal di kepalanya yang mulai membuatnya gerah. Kenapa ia tidak jujur saja, jadi aku tidak harus menyakiti hatinya?

Tidak ada komentar: