Senin, 15 November 2010

Di Arung Jeram Cinta (BAB I)

Bagaimana rasanya menikah dengan orang yang lebih muda? Biasanya bukan masalah jika yang lebih muda adalah sang istri. Tetapi, bagaimana kalau yang lebih muda suami?
Nada mengalami hal itu. Sejak semula, bahkan sebelum pernikahan, ia mencoba untuk tidak menghiraukan masalah yang satu itu. Tetapi, betapa sulitnya.
Tantra memang bukan lagi murid SMA seperti empat tahun yang lalu. Ia sudah menjadi pemuda yang dewasa. Meskipun demikian, tetap saja pemuda itu lebih muda dibanding dirinya.
Sialnya, Nada harus mengakui bahwa dirinya benar-benar jatuh cinta kepada pemuda itu. Ia menyadari satu hal yang membuatnya terpikat karena Tantra begitu menyayangi ibu dan adiknya. Bahkan karena melindungi adiknya, ia nyaris menukar dengan nyawanya. Hei, wanita mana yang tidak tertarik?
“Aku jatuh hati kepadamu kali pertama melihatmu mencatat tekanan darahku, “ujar Tantra sore itu di teras rumah Nada. “Kau begitu lembut dan penuh perhatian.”
“Kau yakin? Apa kau lupa selisih umur kita….”
Tantra mengerutkan kening. “Kau sudah menerima lamaranku, tapi masih memikirkan soal yang satu itu? Aku tidak mengerti.”
“Maaf, “Nada menarik napas perlahan. “Aku tidak ingin kamu kecewa pada akhirnya.”
“Aku yang akan kecewa kalau kamu membatalkan menerima lamaranku.”
“Tidak, bukan begitu maksudku….”
“Jadi, “Tantra menatap gadis yang duduk di hadapannya dengan serius. “Kau mau menikah denganku atau tidak?”
Nada merasa kikuk. Kebiasaan Tantra belum hilang juga, suka menatap tajam lawan bicara. Ia mengalihkan pandangan ke lantai beranda, menghindari tatapan pemuda itu.
“Hayoo, yang lagi kasmaran, “tepukan iseng di pundak membuatnya nyaris menjerit.
“Banu!”
Pemuda yang dihardik itu malah menyeringai nakal. Nada melempar adiknya dengan bantal sofa.
Hup! Banu menangkap bantal segi tiga itu dengan mudah, “Kakakku tersayang pasti sedang merindukan suami tercinta. Sabar, masih dua jam lagi.”
Nada beranjak dari kursi sambil bertolak pinggang, “Sekali lagi kamu menggodaku, akan ku….”
“Laporkan suami tercinta, “Banu memotong ancaman kakaknya sambil terbahak-bahak.
Nada membelalak kesal.
Banu meletakkan bantal ke kursi tamu. “Aku senang Tantra yang jadi suamimu, “katanya serius, “Bukannya si Danar itu.”
“Kenapa?”Nada penasaran juga. “Bukankah dia dulu musuh bebuyutanmu?”
Banu tersenyum. “Itu dulu, Mbak, “tukasnya. “Aku yang salah, dia terlalu baik untuk dimusuhi.”
“Ya, kalian sudah jadi saudara, “sahut Nada mengambil ponsel yang berdering di meja ruang tengah.
Banu memperhatikan kakaknya yang sibuk berbicara dengan seseorang melalui ponsel. Melihat ekspresi Nada, pemuda itu langsung mengerti dengan siapa kakaknya bercakap-cakap. Pemuda itu berlalu dari ruang tengah.

Tidak ada komentar: