Bayi mungil terlelap dalam dekapan ibunya. Bayi perempuan yang begitu lembut dan tak berdaya tetapi itulah yang membuat setiap orang ingin membelai dan mengelus-elusnya. Bayi itu menggeliat sejenak saat ibunya membetulkan kancing bajunya.
Randy tersenyum geli. "Pulas sekali, "katanya.
Nila tersenyum.
"Kau harus istirahat, "ujar Randy kemudian, "tidurkan saja Wina di boks."
"Baik, Mas, "perlahan Nila bangkit dari duduknya agar bayinya tidak terbangun.
Randy memperhatikan istrinya yang membuka kamar bayi mereka. Pria itu teringat kejadian sebulan yang lalu saat istrinya hendak melahirkan. Baru ia melihat seperti itulah ibu yang akan melahirkan. Setidak-tidaknya ia mengetahui hal itu saat istrinya akan melahirkan.
"Pelan-pelan saja, "bisik Randy lembut. Tangannya melingkari bahu istrinya.
Nila mengernyit menahan sakit. "I...iya...."
Di ruang bersalin, Nila terbaring sambil menunggu kedatangan dokter. Randy menemani sambil berusaha menenangkan istrinya meskipun perasaannya pun dilanda kekhawatiran.
"Tenanglah, Nila, "bisiknya, "Kita berdoa saja semoga semua berakhir dengan membahagiakan."
"Terima kasih, Mas..., "jawab Nila lirih.
Nila menutup pintu perlahan. "Mas mau makan malam sekarang?"
Randy menatap istrinya serius, "Kau tidak lelah?"
"Hanya menyiapkan makan malam, Mas, bukan membajak sawah."
Randy tertawa. "Biar aku yang menyiapkan piringnya."
"Terima kasih, Mas."
"Nila...."
"Iya, Mas?"
"Terima kasih karena kau bersedia menjadi istriku. Selama ini kau begitu sabar dan setia walaupun tahu kalau dulu aku menikahimu karena...."
Nila menggeleng. "Justru saya yang bersyukur Mas mau menikahiku. Saya sangat menyadari kalau jarang laki-laki yang tertarik denganku. "Mungkin karena saya tidak cantik dan juga tidak pandai berdandan. Karena itu saya sangat bahagia saat Mas melamarku."
"Begitu, ya?"
"Saya tahu Mas idola waktu SMA dan kuliah."
"Dan kamu satu-satunya idolaku, "tukas Randy menarik tangan Nila lembut.
Pipi Nila bersemu merah,"Terima kasih, Mas." Oh ya, makan malamnya di ruang makan atau di ruang tengah?"
"Makan malam, ya?" Randy tersenyum nakal. "Bagaimana kalau makan malamnya kita tunda dulu?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar