Minggu pagi. Nada mendudukkan Arsya di lantai dan membiarkan batita itu sibuk bermain dengan boneka harimau dan beruangnya. Wanita itu memperhatikan si kecil sambil tersenyum geli. Arsya memang sangat menggemaskan apalagi sekarang sudah bisa mengucapkan....
"Ma...ma...."
Nada menghampiri anaknya. "Iya, Sayang?"sahutnya sambil berlutut.
"Auum...."
"Iya, harimaunya lapar, ya?"
Arsya mengangguk. Ia mengambil mangkuk dan sendok plastik. "Akan...."
"Harimaunya mau makan? Siapa yang suapi?"
"Aca, "Arsya menunjuk dirinya.
"Makan sama Arsya, ya? Pintar ya, Arsya bisa suapi harimau."
Ah, rasanya tidak bosan-bosannya Nada mengamati anaknya. Walaupun banyak mengatakan bahwa Arsya lebih mirip dirinya tetapi kalau diperhatikan lebih lama malah lebih mirip ayahnya. Tampan, sudah pasti. Bukankah ketampanan Tantra memang di atas rata-rata?
Nada teringat peristiwa beberapa hari yang lalu. Tantra nyaris ribut dengan rekan-rekan kantor gara-gara dirinya. Pasalnya ada yang tidak percaya bahwa mereka suami istri bahkan mengira Nada (tadinya) hanya pembantu.
"Pembantu?"
"Iya, terus Tantra itu kan tinggal sendiri, jadi...."
"Eh, tapi, apa iya? Masa Tantra mau sama pembantu?"
"Kalau tiap hari ketemu, tinggal satu rumah?"
"Iya, juga, ya?"
Kedua gadis itu tidak menyadari kalau Tantra berdiri di belakang mereka dengan wajah merah padam.
"Tapi...kira-kira siapa dulu yang merayu?"
"Ah, pasti pembantunya itu. Tantra kan cuek sama perempuan."
"Jadi?"
"Ya, pembantunya, itu sudah pasti. Setelah hamil, dia merengek-rengek minta dinikahi."
Sekuat tenaga Tantra menahan diri agar tangannya tidak menghajar habis kedua gadis itu. Nada menggenggam tangan kanannya erat tetapi lembut.
"Tapi bisa kan Tantra menolak? Kasih saja uang, kan beres."
"Mungkin...," percakapan terhenti. Kedua gadis itu menyadari objek pembicaraan ternyata berdiri di dekat mereka.
"Ma...ma...."
Nada menghampiri anaknya. "Iya, Sayang?"sahutnya sambil berlutut.
"Auum...."
"Iya, harimaunya lapar, ya?"
Arsya mengangguk. Ia mengambil mangkuk dan sendok plastik. "Akan...."
"Harimaunya mau makan? Siapa yang suapi?"
"Aca, "Arsya menunjuk dirinya.
"Makan sama Arsya, ya? Pintar ya, Arsya bisa suapi harimau."
Ah, rasanya tidak bosan-bosannya Nada mengamati anaknya. Walaupun banyak mengatakan bahwa Arsya lebih mirip dirinya tetapi kalau diperhatikan lebih lama malah lebih mirip ayahnya. Tampan, sudah pasti. Bukankah ketampanan Tantra memang di atas rata-rata?
Nada teringat peristiwa beberapa hari yang lalu. Tantra nyaris ribut dengan rekan-rekan kantor gara-gara dirinya. Pasalnya ada yang tidak percaya bahwa mereka suami istri bahkan mengira Nada (tadinya) hanya pembantu.
"Pembantu?"
"Iya, terus Tantra itu kan tinggal sendiri, jadi...."
"Eh, tapi, apa iya? Masa Tantra mau sama pembantu?"
"Kalau tiap hari ketemu, tinggal satu rumah?"
"Iya, juga, ya?"
Kedua gadis itu tidak menyadari kalau Tantra berdiri di belakang mereka dengan wajah merah padam.
"Tapi...kira-kira siapa dulu yang merayu?"
"Ah, pasti pembantunya itu. Tantra kan cuek sama perempuan."
"Jadi?"
"Ya, pembantunya, itu sudah pasti. Setelah hamil, dia merengek-rengek minta dinikahi."
Sekuat tenaga Tantra menahan diri agar tangannya tidak menghajar habis kedua gadis itu. Nada menggenggam tangan kanannya erat tetapi lembut.
"Tapi bisa kan Tantra menolak? Kasih saja uang, kan beres."
"Mungkin...," percakapan terhenti. Kedua gadis itu menyadari objek pembicaraan ternyata berdiri di dekat mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar