Selasa, 27 Mei 2014

Di Arung Jeram Cinta




Malam ini Tantra memenuhi permintaan Banu untuk menemuinya di sebuah restoran. Sebelumnya Tantra sudah menghubungi Nada untuk memberitahu bahwa akan pulang terlambat. Seperti biasa, wanita yang lemah lembut itu memahami perubahan jadwal suaminya yang mendadak.
Tantra menutup ponselnya.
"Bagaimana?"tanya Banu berbisik.
"Tenang, kakakmu istri yang penuh pengertian."
"Dalam segala hal?"
"Maksudmu?"Tantra balik bertanya.
"Ya, maksudku...semuanya."
Tantra tersenyum. "Meyra pasti juga seperti itu, "tukasnya.
Banu menghela napas membuat Tantra mengerutkan kening.
"Kamu baik-baik saja?"
Banu tak langsung menjawab, ia sibuk mengaduk-aduk jus mangga pesanannya.
"Tantra...."
"Ya?"
"Aku heran melihat kalian begitu akur."
"Kata siapa? Kami juga pernah bertengkar."
Banu tampak kaget. "Bertengkar? Aku tak bisa membayangkan bagaimana caranya kalian bertengkar."
Tantra tertawa. "Kalau begitu, tak usah dibayangkan."
"Lagipula apapun bentuknya, pertengkaran bukan hal yang menyenangkan apalagi menguntungkan, "sahut Banu serius, "Terus terang aku salut. Kamu berhasil jadi suami dan ayah yang baik, sedangkan aku...."
Tantra menggigit sepotong lumpia. Ia menunggu adik iparnya melanjutkan kata-kata.


Keputusan yang gila tapi mungkin ini lebih baik. Keadaan semakin panas dan sudah berlangsung dua minggu lebih. Semalam adalah puncaknya. Meyra tak tahan lagi. Banu telah menggunakan kedudukannya sebagai suami untuk menunjukkan bahwa dirinya berkuasa atas istrinya.
Di kamar Meyra sibuk berkemas-kemas. Ia memasukkan setumpuk pakaian ke dalam tas besar. Sementara itu air matanya terus menetes membasahi kedua pipinya yang kuning langsat.
Aku sudah tidak tahan lagi, keluhnya dalam hati, Dia sudah memperlakukan aku seenaknya sendiri. Aku tidak bisa terima! Meyra memasukkan dua botol air mineral berukuran tanggung. Dia benar-benar keterlaluan, bagaimana kalau aku....


"Jadi kalian sedang perang dingin?"
"Begitulah, Tantra."
"Lalu?"
"Apa maksudmu dengan pertanyaan lalu itu? Aku tidak habis pikir kelihatannya Meyra begitu membenci Danar."
"Itu wajar."
"Wajar?"
"Banu, sebelum kalian menikah, kau sudah tahu keadaan Meyra."
"Ya, dan aku bisa menerimanya."
"Masalahnya adalah dia tidak akan pernah bisa berdamai dengan masa lalunya itu dan orang yang telah merusak hal itu."
Banu tercengang. "Maksudmu....Danar yang telah...."
Tantra mengangguk.
Banu tertunduk lesu.
"Rupanya kehadiran Danar telah mengoyak kembali luka lama itu."
Banu terdiam. Ia merasa sangat bersalah telah bersikap kasar terhadap istrinya. Apalagi kejadian semalam itu... pasti Meyra menganggapnya suami yang tak punya perasaan.
Tiba-tiba saja terbayang betapa semalam Meyra terisak-isak menummpahkan segala sesak yang bertahun-tahun mengganjal hatinya.
 "Aku tahu karena Rafa adikku pernah menceritakannya, "ujar Tantra, "dia teman dekat Meyra."
"Rafa? Istriku juga pernah bercerita tentang adikmu itu. Katanya, ia gadis yang sangat pemberani tetapi begitu baik hati."
Tantra tersenyum. "Ya, Rafa paling benci kalau tahu ada orang yang menyakiti sesama. Oh ya, lalu apa rencanamu?"
"Entahlah, mungkin Meyra masih marah."
"Coba saja."
"Aku tidak yakin."
"Kenapa?"
"Karena...."
"Karena...?"
Lagi-lagi Banu terdiam. Hei, mana mungkin dia menceritakan kejadian semalam? Kejadian yang sebenarnya tak diinginkan Meyra dan akhirnya wanita itu menangis terisak-isak sepanjang malam.
"Baiklah, Meyra, aku juga tidak mau kau terus memusuhi Danar!" Banu mencengkeram lengan Meyra.
"Lepaskan, sakit...."
Banu tak perduli. "Danar telah banyak menolong kita! Apa salahnya sedikit bermanis-manis, apa itu terlalu sulit bagimu?!"
Meyra menggigit bibir menahan tangis.
"Jawab! Apa itu terlalu sulit bagimu?!"
"Iya...!Aku benci orang itu! Dia itu monster! Dia...!"Meyra menjerit kaget, Banu mematahkan kaki kursi.
"Sekali lagi kau maki-maki Danar, aku tak akan segan-segan mematahkan semua meja dan kursi di rumah ini!" ancam suaminya.
Meyra mengerut ketakutan. Banu tampak sangat menakutkan. Wanita itu cuma bisa terduduk di tepi tempat tidur sambil terisak-isak.
Banu tak perduli. Ia sangat lelah dan ingin segera tidur.

"Cobalah, aku yakin kau akan berhasil, "Tantra memecah lamunan Banu.
"Tapi..., "laki-laki muda itu tampak bimbang, "aku... merasa sangat bersalah...."
"Itu bagus, "tukas Tantra, " Kau mau kuberitahu satu rahasia?"
"Apa itu?"
"Kalau kakakmu marah, biasanya aku harus melakukan sesuatu supaya marahnya tidak bertahan lama."
"Oh ya, apa itu?"
"Tapi ini rahasia."
"Iya, aku janji."
"Nah, dengarkan baik-baik."






Tidak ada komentar: