Senin, 31 Januari 2011

Di Arung Jeram Cinta

Film atau sinetron bertema KDRT adalah salah satu tayangan yang tidak disukai Rafa. Menduduki peringkat kedua, tayangan berbau pornografi. Merendahkan martabat kaum hawa, begitu alasan gadis manis yang lincah itu. Tentu saja kalau yang jadi model sesama wanita. Kalau yang jadi model, pria, gantian Tantra yang mencak-mencak.
Sebenarnya kakak beradik itu memiliki sifat dan karakter yang hampir sama. Sama-sama iseng dan baik hati, tidak tahan melihat penderitaan sesama makhluk hidup.
Cakra dan Afna lebih mengkhawatirkan putri mereka dibanding si Sulung. Lebih-lebih Afna sebagai ibu yang melahirkan dengan susah payah (kelahiran Rafa melalui operasi caesar).
Rafa menggeram. Adik Tantra satu-satunya ini memang aneh, membenci sinetron bertema KDRT, tetapi malah paling sering menontonnya. Alhasil, sepanjang cerita, dari awal hingga akhir, tak henti-hentinya menggerutu dan berdecak.
Plak! Adegan suami menampar istrinya. Sang Istri yang kurus kering itu langsung terlempar ke sudut kamar. Wanita itu menangis tersedu-sedu.
"Kenapa perempuan bisanya cuma menangis?"
"Tidak, kalau perempuan itu adikku."
Rafa menoleh. Ia bangkit dari sofa dengan wajah gembira. "Mas Tantra?"
Tantra tersenyum memeluk adiknya.
"Suka sinetron ya, Dik?"sapa Nada sambil mencium kedua pipi adik iparnya.
"Dia ini pembela kaum wanita dari penindasan laki-laki, "ujar Tantra kepada istrinya. "Makanya ia suka menonton film drama rumah tangga."
"Oh ya? Mau cepat-cepat menikah ya?" Nada duduk di samping suaminya.
"Ah, Mbak Nada, aku mau lulus kuliah dulu, "tukas Rafa tersipu. "Baru cari kerja."
"Paling-paling jadi tukang pukulnya para istri yang mengalami KDRT, "sela Tantra tanpa memedulikan adiknya yang melotot kesal.
"Ah, masa?"Nada tampak tak percaya.
"Dia sampai ikut dua latihan bela diri, judo dan taekwondo, "Tantra malah melanjutkan ceritanya. "Katanya, biar bisa melawan kalau punya suami hobinya pukul istri sama anak."
Rafa menatap Nada yang tampak terheran-heran. "Mas Tantra asal ngomong, Mbak, "tukasnya. "Oh ya, mau minum apa?"
"Apa saja, "sahut Tantra cepat.
"Air dari kran juga mau?" Sebuah bantal kursi langsung hinggap di wajahnya.

Minggu, 30 Januari 2011

Ampuni Aku, Tuhan

Telah tiba waktu melepas selimut
lalu membasuh diri dengan air suci
tetapi pagi ini terasa dingin sekali
alam pun masih menyapa kabut

Sudah saatnya hentikan kegiatan
di seberang jalan panggilan menanti
namun setumpuk tugas harus selesai siang ini
terlambat semenit akan dipotong honor bulanan

Lagi-lagi ada yang mengganggu
tidak tahukah aku sibuk berkemas-kemas
mana mungkin aku ada waktu
masih harus kubeli sepuluh kilogram beras

Selalu ada saja yang mengusik gendang telingaku
tidak tahukah kalau aku sedang menonton sinetron impian
tampilan layar kaca pun bukan lagi artis idolaku
mengapa selalu saja ada yang merusak penglihatan

Panggilan itu berkumandang kembali
biarkan saja aku masih makan malam
toh sebentar lagi aku akan gosok gigi dan cuci kaki
masih tersisa banyak waktu apalagi langit pun dalam kelam

Nanti kalau aku sudah kaya
kelak aku akan jadi orang terkenal
benar-benar aku akan dirikan masjid semegah angkasa raya
di depannya akulah yang pertama titipkan sandal

Tetapi sayangnya hidupku masih kembang kempis
aku harus bekerja keras untuk mencukupi semua kebutuhan
maukah Engkau mengerti aku yang menangis
berilah aku ribuan lagi kesempatan

Jadi, maafkan aku
ampunilah, aku Tuhan
kalau aku belum sempat memenuhi panggilanMu
sebab aku belum punya berlimpah harta simpanan

Di Arung Jeram Cinta

Lisa meletakkan secangkir kopi di meja ruang tengah dengan gemetar. Ia takut sekali kalau suaminya mengamuk lagi seperti kemarin dan menghajarnya mirip pencopet yang tertangkap basah di tengah pasar.
"Ini minumnya, Mas, "ujar perempuan berkulit kuning langsat itu.
Danar tidak berkata apa-apa. Ia memegang telinga cangkir dan mengamati yang ada di dalamnya. "Pagi ini aku sedang tidak mau kopi, "katanya sambil menuang kopi di dalam cangkir itu ke lantai dengan gerakan perlahan.
Lisa tidak berani menarik napas sedikitpun melihatnya. Ia masih berdiri di tempat semula.
Danar beranjak dari sofa. "Kamu ini memang tidak becus jadi istri, masa tidak tahu selera suami? Cepat, bersihkan lantai!"
Cepat-cepat Lisa membalikkan tubuh hendak mengambil kain pel di lantai dapur. Tetapi.... "Mau ke mana?"
"Ke ke dapur, a...ambil pel...."
"Tidak perlu! Pel saja dengan gaun pestamu!"
Lisa tersentak. Itu gaun pesta satu-satunya! Ia tidak punya lagi selain itu dan hasil jerih payahnya selama bertahun-tahun! Ia memandang suaminya dengan tatapan memohon agar mau mengganti perintahnya.
"Masih berdiri di situ?"Danar bertanya dengan nada mengancam. "Antarkan jus leci ke kamar. Malam ini udara panas sekali. Aku tunggu lima menit."
"I..iya, Mas...."
Danar belum berbalik. Ia hampir terlupa harus mengancam istrinya, "Oh ya, kalau kau coba-coba membuatku marah lagi, aku akan menghajarmu lebih daripada yang selama ini, mengerti?!"
"Me...mengerti, Mas...."


Pagi telah tiba. Tantra telah berpakaian rapi dan siap berangkat ke kantor. Kali ini ia melakukan tugas istrinya menanak nasi, memasak lauk, dan menjerang air. Sementara Nada masih terbuai mimpi setelah semalaman menangis dan tidak mau dibujuk. Daripada ribut, Tantra memilih untuk menghindar dan tidur di karpet ruang tengah.
Tantra membuka pintu kamar. Nada masih meringkuk di bawah selimut hijau lumut. Perlahan pemuda itu menyibak tirai yang menutupi kaca jendela kamar.
Nada membuka mata sambil meletakkan tangannya di dahi untuk melindungi matanya dari sergapan sinar mentari.
Ia melompat duduk ketika melihat suaminya sudah berpakaian rapi dan lengkap. Pakaian kerja. "Aku siapkan sarapan, "ujarnya hendak meluncur dari ranjang.
"Mbak istirahat saja, "Tantra duduk di samping istrinya. "Aku sudah nanak nasi dan goreng tempe."
"Kenapa tidak bangunkan aku?" Nada merasa tidak enak. "Maaf, tidak seharusnya aku bersikap seperti itu kemarin. Tidak sepantasnya aku menuduhmu sembarangan."
Tantra menggeleng. "Tidak apa-apa, Mbak. Aku mengerti, aku pasti akan juga akan bersikap sepertimu kalau kau dapat miss called dari penggemar gelapmu."
Nada tersenyum malu. "Ah, siapa yang mau jadi penggemar gelapku? Justru aku yang beruntung bisa mendapatkan suami sepertimu."
"Kenapa beruntung?"
"Karena kau sangat baik... kau mau menerimaku apa adanya...."
"Kau juga begitu baik, "tukas Tantra tersenyum. "Apa yang sudah kau lakukan kepadaku, rasanya tidak bisa kubalas sampai kapanpun."
"Jadi...kau merasa berutang budi kepadaku?"
"Hm...sebenarnya perasaan cinta jauh lebih dominan, "sahut Tantra. "Dan aku jatuh hati kepadamu karena ketulusan hatimu...."
Nada menoleh, balas menatap suaminya. "Padahal kau bisa mendapatkan yang jauh lebih cantik."
"Bagiku kau yang tercantik, "tukas suaminya lagi.
"Orang-orang sering mengira kita kakak adik. Kau yang adik, sedangkan aku kakak."
"Oh ya? Aku...."Tantra tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena tiba-tiba Nada melesat menuju kamar mandi.
Tantra mengikuti dengan khawatir. Tampak Nada bersandar lemas di dinding kamar mandi sambil membawa gayung berisi air.
"Mbak, kau sakit? Kita harus ke dokter."
Nada tidak bisa menjawab. Perutnya tidak mau diajak kompromi.
Melihat itu, Tantra ikut masuk dan menuntun istrinya kembali ke tempat tidur. "Biar aku yang membersihkan, "katanya ketika Nada menolak.
"Aku telepon dokter dulu."
"Mas...."
Tantra menoleh.
Nada merogoh saku gaunnya dan menyerahkan sepucuk amplop putih. "Bukalah."
Tantra menurut. Ia mengamati benda di tangannya dengan wajah penuh tanya. Benda ini memang masih asing baginya, maklumlah baru kali ini ia melihatnya.
"Itu tes pack."
"Tes pack?"Tantra mengerutkan kening. Lalu memandang istrinya tak percaya. "Maksudmu...kau hamil...?"
Nada mengangguk cepat. Ia tak dapat menyembunyikan perasaan bahagianya.
Tetapi Tantra masih tampak terheran-heran. "Tapi...."
Nada tercekat. "A...apa kau tidak percaya kalau bayi di rahimku ini anakmu?"
"Bukan, "tukas Tantra. "Aku hanya heran bagaimana yang dianggap adik, bisa menghamili yang dikira kakak?" kali ini dengan wajah menahan tawa.
"Dasar iseng, "gerutu Nada menahan geli.
Tantra melihat arloji di pergelangan kirinya. "Sebaiknya aku mengantarmu kerja siang nanti."
"Aku tidak apa-apa."
"Jangan membantah. Kau harus menunggu sampai aku datang, "Tantra beranjak dari duduknya. Ia berniat mengambilkan sarapan untuk istrinya dan membersihkan kamar mandi.

Kamis, 27 Januari 2011

Di Arung Jeram Cinta

Tantra membuka pintu kamar. Nada tidak mengacuhkan, bahkan sedikitpun ia tak menoleh. Wanita itu masih bersandar di dinding.
"Mbak, katakan ada apa? Kau ini aneh sekali?"
Nada menoleh, menatap suaminya dengan marah, Kau yang aneh, suamiku tercinta! Jujur sajalah, kalau kamu menyesal punya istri setua aku!"
"Kau ini bicara apa?!"
Nada menunduk, menyembunyikan butir-butir air mata yang mulai menetes di pipi. "Bukankah sebelum kaumelamarku, sudah kutanyakan apa hal ini sudah kamu pikirkan masak-masak?"ujarnya dengan bibir gemetar.
"Kau yang memasalahkan hal itu, Nada. Aku tidak, "tukas Tantra dingin.
"Tidak, aku tahu kau mulai memikirkan perbedaan usia kita, "Nada tak mau kalah.
Tantra menatap istrinya, ia mencoba berpikir lebih jernih. "Katakan, ada apa sebenarnya?"
Nada balas menatap suaminya. Mencoba mencari kejujuran di sana. "Jadi, kau benar-benar tidak tahu?"
"Kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya."
"Siapa Meyra?"
"Meyra?" Tantra mengerutkan kening. Ia mencoba membuka daftar nama dalam memori otaknya. Tetapi, ia tidak ingat sedikitpun nama Meyra, bahkan nama itu asing baginya.
"Tapi, ia meneleponmu, "ujar Nada ketika melihat suaminya menggeleng. "Dari mana ia tahu nomor ponselmu."
"Paling-paling salah sambung atau telepon iseng."
"Dia miss called sampai lima kali, Mas! Dan itu yang kamu kata iseng?"
Tantra tercengang.

Rabu, 26 Januari 2011

Di Arung Jeram Cinta (Bab V)

Ini benar-benar tak biasa. Tidak seperti biasanya, Tantra pulang dari kerja disambut dengan wajah keruh. Nada bukannya tidak mencoba tersenyum manis, tetapi sayangnya yang terlihat justru senyum masam. Ini pasti ada apa-apa.
Tantra mencoba bersikap wajar dan tidak terpancing emosi. Kedudukannya sebagai seorang kakak dalam keluarga melatihnya demikian. Tidak jarang adiknya si Rafa suka merajuk dan kalau sudah begitu Tantra harus dapat melakukan sesuatu untuk mengakhiri aksi demo adiknya.
Nada meletakkan secangkir teh hangat di meja ruang tengah tanpa berkata sepatah pun. Tantra memandang istrinya penuh tanya. "Mbak."
Nada kembali membalikkan tubuh.
"Tidak temani aku?"
"Aku belum menanak nasi."
Tantra tak bertanya lagi, ia membiarkan istrinya berlalu.


Sementara itu di teras sebuah rumah yang cukup mewah, Herman menepuk pundak Meyra sambil tersenyum puas. Ia sangat bangga memiliki adik yang tidak mudah putus asa.
"Mas Herman yakin?"
"Oh, tentu saja."
Meyra mengerutkan kening. Ia tampak belum mempercayai ucapan kakak semata wayangnya itu.
"Kenapa Mas begitu yakin?"
"Adikku manis, Mas sudah cari informasi tentang Tantra dan mendapatkan simpulan bahwa perlu waktu lama untuk menundukkan laki-laki itu. Padahal waktu kita tidak banyak."
Meyra mengangguk-angguk. "Jadi, karena itu, Mas menyuruhku memengaruhi istrinya?"
"Tepat! Mas tahu benar kalau istri Tantra takut sekali kehilangan suaminya. Hm, kalau kamu lihat fotonya pasti akan percaya kenapa bisa seperti itu."
"Jadi selama ini Tantra dikerangkeng istrinya?"
"Tidak, tentu tidak. Laki-laki kalau dikerangkeng malah kabur."
"Termasuk kakakku ini juga?"Meyra mengerling, menggoda kakaknya.
Herman terbahak. "Hush, itu rahasia, "tukasnya. "Oh ya, jangan sampai ada yang tahu rencana ini selain kita, jangan juga mbak iparmu."
Meyra mengangguk mantap.


Habis sudah kesabaran Tantra. Sejak sore tadi, Nada selalu menghindar. Sekarang, saat makan malam pun, ia malah beranjak menuju tempat cuci piring di sudut ruang makan. Cepat, Tantra mematikan kran yang baru dinyalakan istrinya.
Nada tersentak.
"Kita harus bicara."
Nada memalingkan wajahnya.
Tantra tidak perduli, ia menarik tangan istrinya dan mengajaknya duduk di kursi makan.
"Mbak, ada apa?"
Nada diam saja.
"Kamu marah?"
Bukannya menjawab, wanita itu malah melangkah cepat menuju kamar meninggalkan suaminya yang masih kebingungan.

Di kamar, Nada bersandar di dinding dengan lemas. Seharusnya ia tahu diri. Bodohnya ia berharap bahwa Tantra akan menjadi suami yang setia. Mana mungkin ada suami setia sampai mati kalau dapat istri perawan tua? Tadinya Nada berharap suami meniru Nabi Muhammad dalam hal kesetiaan. Ternyata, harapan tinggal harapan. Tantra tidak ada bedanya dengan laki-laki lain, menilai perselingkuhan sebagai hiburan sampingan.
Bisa jadi, justru dirinya hanya sampingan dan yang di luar, gadis bersuara merayu itulah yang lebih utama. Seberapa jauh hubungan keduanya?
Nada menggigit bibir menahan tangis yang akan pecah. Tiba-tiba ia teringat sudah dua minggu lebih ia tidak datang bulan.

Selasa, 25 Januari 2011

Bayang Pelangi

Setiap orang yang melihat aku dan kakakku, mereka selalu mengerutkan kening. Bukan masalah aku berjenis perempuan, sedangkan kakakku laki-laki, tetapi karena sifat kami yang benar-benar bertolak belakang. Kakakku lahir 4 tahun 3 bulan lebih dulu dariku memiliki sosok yang ceria dan supel dalam pergaulan. Usia bukan masalah baginya, ia bisa dengan cepat disukai siapa saja, dari bayi sampai kakek nenek. Sebaliknya diriku begitu pendiam dan baru berbicara jika diajak. Senyum? Wow, kata orang-orang mahal! Jadi siapa yang percaya kalau kami kakak adik?

Sekarang tentu saja, aku tidak lagi terkenal mahal senyum. Toh, aku bukan kanak-kanak atau remaja lagi. Walaupun ada satu hal yang sering menjengkelkan kakakku: aku mempunyai watak tidak acuh. Mungkin aku wanita, maka dinilai kurang pantas bersifat seperti itu. Bukankah seharusnya seorang wanita itu penuh perhatian termasuk berdandan dan menggunakan asesoris (sst, aku jarang berdandan dan asesoris lebih sering tersimpan di tempatnya daripada kupamerkan). Padahal, ada untungnya juga memiliki sifat tidak acuh, asalkan bisa menempatkannya pada porsi dan sikon yang tepat.

Bayang Pelangi, itulah kakakku. Kami lahir dari sepasang orang tua yang sama. Kakakku secara fisik maupun sifat lebih mirip Ibu, sebaliknya aku yang wanita mirip Ayah.

Kini kami telah sama-sama dewasa dan tinggal di tempat yang berbeda walaupun satu kota.

Balada Seorang Anak Kecil

Seorang anak kecil mengais-ngais tanah
dengan kedua tangannya mungil
segala yang ditemukan ia bedah
dimasukkan ke dalam saku bajunya yang kecil

Ia berjalan tertatih-tatih
tiada lagi tahu arti lapar dan dahaga
ah, mungkin dia terlalu letih
setelah berhari-hari hidup sebatang kara

Langit biru pilu merintih
menyaksikan derita si Kecil penuh iba
terisak-isak menangis sedih
membelai tubuh mungil yang hilang rasa

Senin, 24 Januari 2011

Di Arung Jeram Cinta

Peristiwa malam itu, ternyata membawa dampak psikologis bagi gadis selugu Rafa. Disebut lugu, karena sampai sejauh ini, prestasi film terbaik yang pernah ditontonnya cuma film kartun Sponge Bob, agak lumayan Avatar. Belum pernah sekalipun film bertema drama percintaan ditontonnya. Itulah sebabnya ia sempat shock ketika memergoki kakaknya akan .... Rafa menggeleng kuat-kuat. Bukan main malunya saat itu.
Memang benar, itu bukan dosa, toh Nada istri Tantra, tetapi tetap saja Rafa jadi kalang kabut melihatnya. Ia benar-benar yakin tak akan sanggup melihat adegan itu secara mendetail.
"Kamu kan sering melihat Ayah mencium Ibu atau sebaliknya, "ujar Cakra, saat mereka berkumpul di ruang tengah seusai makan malam."Kenapa lihat begitu saja, jadi histeris?"
"Iya, sampai Ibu kira ada maling, "sela Afna.
"Kalau Ayah sama Ibu kan lain, "tukas Rafa.
"Lain apanya?"tanya Afna penasaran.
"Paling cuma cium pipi atau kening, tapi Mas Tantra...."
"Mas Tantra kenapa?"desak Cakra tak sabar.
"Mas Tantra mau cium ininya Mbak Nada...."
"Ini apa?"kali ini ibunya yang bertanya.
"Ah, Ibu, "Rafa tampak kesal. "Lihat jariku ada di mana...."
Pandangan Cakra dan Afna seketika beralih ke arah telunjuk kanan putri bungsu mereka. Dan hasilnya keduanya terpingkal-pingkal sampai memegangi perut.
Sementara itu Rafa menurunkan telunjuk dari bibirnya dengan malu bercampur kesal.


Di kafe Syahdu.
Meyra, gadis yang mengenakan blouse merah muda dengan rok bermotif bunga-bunga kecil berwarna-warni itu hanya bisa terpaku. Ia kehilangan semua yang sudah disiapkannya beberapa hari terakhir ini. Sungguh, hasil yang tidak sepadan kalau mengingat, ia berlenggak-lenggok, tersenyum, dan berbicara sendiri di depan cermin selama dua jam sampai mulutnya berbusa. Sudah mirip orang gila.
Agnes Monica mendendangkan Matahari. Meyra cepat-cepat membuka tas tangannya dan mengeluarkan ponsel.
"Bagaimana, sudah?"
"Sudah apanya?"Meyra malah balik bertanya.
"Ya, tugasmu."
"Mas, aku gagal, "ujar Meyra dengan suara memelas.
"Kenapa sampai gagal?Bukankah Mas sudah memberimu petunjuk yang lengkap? Belum lagi kamu sudah latihan sudah latihan setiap hari?"
"Mas Herman juga yang salah."
"Lho, kok Mas yang disalahkan?"
"Kenapa tidak kasih tahu aku, kalau yang namanya Tantra ganteng sekali!"
"Haaah?!"
Meyra tak mau berbicara lagi. Ia mematikan ponsel tanpa permisi. Alunan musik yang lembut mengalun dan warna-warni lampu tidak lagi menggodanya. Gadis itu benar-benar kecewa atas kegagalannya. Ia melambaikan tangan memanggil pelayan untuk membayar pesanannya.

Kamis, 20 Januari 2011

Di Arung Jeram Cinta

Mendengar jeritan anak gadisnya, Cakra dan Afna langsung terbang dari kamar tidur dan mendarat di ruang tengah. Bukan hanya itu, keduanya bahkan siap dengan senjata penggebuk ala kadarnya tetapi cukup untuk menjadikan korbannya gegar otak.
"Ada apa, ada apa?"tanya Cakra dengan langkah tergopoh-gopoh sambil memegang tongkat baseball. Afna mengikuti. Tangannya menggenggam payung.
Rafa salah tingkah. Ia menggaruk-garuk kepala. "Anu... ada tivi, ada kursi, ada roti, ada..., "sahutnya asal. Gadis ini kadang-kadang mendadak afasia kalau baru saja mengalami peristiwa yang mengguncang emosinya.
Afna mengalihkan pandangannya kepada si Sulung dan istrinya yang terpaku dengan wajah merah padam. "Mana malingnya?"
Herannya, tampang Rafa pun kelihatan bersemu merah. "Maaf, tadi Rafa kaget, "katanya.
"Kaget? Kenapa?" Cakra ikut penasaran.
Rafa tidak segera menjawab. Ia melirik kakaknya yang pura-pura mengarahkan pandangannya ke televisi yang masih menyala.



Tantra meraih ponsel dari atas meja dekat ranjang dengan malas. Siapa yang iseng mengirim sms pagi-pagi buta begini? Ini masih pukul tiga.
"Dari siapa, Mas?" tanya Nada ikut membaca sms itu.
Dasar, Tantra tersenyum geli. Adiknya itu memang suka iseng. Sempat-sempatnya tanya masalah semalam. Tidak tanggung-tanggung, bahasanya lumayan vulgar.
Sampai di rumah, acaranya pasti diteruskan, ya? Kelar jam brapa, Mas?
Memang, setelah nyaris tertangkap basah akan bersayang-sayangan, Tantra menuruti keinginan istrinya yang membatalkan rencana menginap di rumah mertua. Tanpa pikir panjang Tantra menyetujui, ia dapat memahami perasaan Nada yang sangat pemalu.
Anak kecil, minta dijitak. Begitu balasan Tantra.
Tak lama kemudian muncul balasan. Dilanjtin, ya?;D
"Aku baru tahu kalau adikmu suka iseng, "Nada ikut membaca sms yang tertera di ponsel suaminya.
"Rafa memang iseng, "sahut Tantra. Ditatapnya Nada sambil tersenyum, "Tapi, rasanya, aku cuma bakat menggodamu...."
"Mulai, "tukas Nada merah padam. "Waktunya salat tahajud, "katanya mengingatkan.
"Baik, kamu dulu."
"Iya, aku ke kamar mandi dulu, "Nada turun dari ranjang.

Selasa, 18 Januari 2011

Di Arung Jeram Cinta

Rafa nyaris menjerit kaget. Sepasang tangan menekan pundaknya lembut dan berbisik, "Anak kecil dilarang mengintip."
Rafa menoleh dan meringis nakal. "Ah, Ibu, "katanya. "Mas Tantra lagi uring-uringan."
"Biar saja, nanti kalau sudah dirayu Mbak Nada kan jadi senyum-senyum, "tukas Afna mengerling iseng.
"Ibu ternyata iseng juga."
"Lho, kamu sendiri suka iseng, memangnya kamu pikir turunan dari siapa?"Afna menatap putrinya, berlagak serius. Tetapi, sinar matanya menyiratkan tawa.
Rafa bengong. "Ayah yang pendiam itu kok bisa naksir Ibu yang suka iseng, ya?"
"Soalnya Ibu cantik, makanya ayahmu naksir mati-matian sama Ibu, "sahut Afna pede.
"Ih, Ibu ini, seperti gadis remaja saja."
Afna menggamit tangan anak gadisnya, "Ayo, bantu Ibu siapkan makan malam."
"Siap, Bos, "Rafa memberi hormat ala tentara.
Afna mengulum senyum.


Pukul sebelas malam, Nada terbaring di ranjang kamar dengan mata terbelalak. Belum sedikit pun kantuk menyerangnya. Entahlah, tiba-tiba saja ia ingin mengenang kembali perjalanan hidupnya selama hampir setahun ini. Apa saja yang telah ia lakukan? Yang jelas, ia tidak lagi berstatus single melainkan telah menjadi seorang istri.
Tantra, pemuda yang menjadi suaminya itu. Sejak kali pertama bertemu, tepatnya melihat, Nada merasa ia adalah orang yang sangat baik. Apalagi setelah mendengar peristiwa yang dialami Tantra saat itu. Remaja kelas XII itu terkapar berlumuran darah di pinggir jalan karena berkelahi membela adiknya. Betapa besar sayangnya terhadap adik satu-satunya, sampai-sampai tak memikirkan keselamatan diri sendiri. Mungkin sebenarnya, ketika itu sudah ada benih cinta di hati Nada. Hanya saja ia malu mengakuinya. Apa kata orang-orang, teman-teman, terutama keluarganya nanti kalau sampai tahu bahwa ia jatuh hati kepada remaja belasan tahun? Ingat umur, ingat umur!
Klik. Pintu terbuka. Nada menoleh. Suaminya berdiri di hadapannya sambil melempar senyum.
"Akhir-akhir ini kau suka begadang, "ujar Tantra sambil menutup pintu.
"Aku belum mengantuk, "sahut Nada beranjak duduk.
"Kalau begitu, kita menonton tivi saja, "usul Tantra. "Ada acara bagus."
"Oh ya, apa?"
"Sepak bola."
Hah? Nada tercengang. Sepak bola? Yang benar saja? Apanya yang menarik? Satu bola dikeroyok ramai-ramai, sampai tidak kelihatan bolanya.
"Ayo, "tanpa menunggu jawaban Nada, Tantra menarik tangan istrinya.
Kali ini Nada memutuskan untuk mencoba menyesuaikan diri, mengikuti hobi suaminya, yaitu menonton pertandingan sepak bola. Untung saja, Tantra tidak lagi memilih menonton langsung di stadion, setelah Nada ketakutan karena nyaris terkena lemparan batu suporter yang mengamuk gara-gara tim kesayangannya kalah.
"Gool!" seru Tantra tiba-tiba. Dan Nada merasa pundaknya remuk, tanpa basa-basi suaminya itu memeluk pundaknya dan mengguncangkannya kuat-kuat. "Hebat kan, Christian Gonzales?"
"I..iya..., "sahut Nada sambil mengusap-usap pundaknya. Ditatapnya suaminya yang masih belum sadar sudah 'menganiaya' istrinya, malah semakin fokus menonton bola.
Tiba-tiba sebersit pikiran iseng muncul di benak Nada. Ia ingin menggoda suaminya.
Tantra menoleh terkejut. Nada mengaduh sambil memegangi pundaknya.
"Mbak, kenapa?"
Nada tidak menjawab. Ia terus mengurut-urut pundaknya.
Tantra menjadi cemas. Seketika itu juga ia melupakan acara di televisi dan berusaha menolong istrinya. Tetapi, kok... Nada jadi lebih cantik dengan gaun putih tulang berenda kuning? Rambutnya yang hitam terurai sampai pundak, dan ternyata baru sekarang Tantra menyadari bahwa tiba-tiba ia ingin mencium....
"Stoop!"seru seseorang dengan histeris.
Tentu saja sepasang suami istri itu terlonjak kaget.

Jumat, 14 Januari 2011

Di Arung Jeram Cinta

Herman menggeleng. "Maaf, aku tak bisa membantumu, "ujar pria tiga puluh tujuh tahun itu. "Itu urusan pribadimu, aku tidak mau kena getahnya, lagipula katamu tadi, masalahnya sudah lama terjadi,"
Danar mengangguk. "Memang benar, "sahutnya, "Tetapi, perempuan itu berutang banyak kepadaku. Kamu pkir aku akan melepaskannya begitu saja?"
Herman, direktur perusahaan ternama itu semakin terlihat serius. "He, Bung, dewasalah sedikit, kita bertemu di sini untuk membicarakan soal pekerjaan."
Mendengar teguran Herman, Danar mengangkat bahu. "Baiklah, "katanya. "Tapi, aku tetap ingin membahas masalah itu denganmu, nanti."
Herman menghela napas. Danar masih belum berubah sebab itu ia memutuskan untuk mengikuti saja lebih dulu kemauan sahabat semasa remajanya ini.
Seorang pelayan muda datang membawa daftar menu.
"Kau mau pesan apa?"tanya Danar. "Jangan khawatir, aku yang traktir."
Herman tersenyum. "Trims, "katanya. "Kebetulan Asri sudah menyiapkan makan malam, jadi kupikir aku pesan sup jagung dan jus sirsat saja."
"Hm, suami teladan, "gumam Danar tanpa bermaksud mengejek. Ia mengalihkan pandangan kepada pelayan pria yang siap mencatat pesanan.


Rafa sungguh terheran-heran melihat sepasang pengantin baru itu. Sepanjang pengetahuannya belum ada dalam sejarah keluarganya (catat, dari kakek buyut sampai generasi orang tuanya), pemuda naksir tante-tante. Pak dhe Anfa kakak ibunya sebaya dengan Bu dhe Rana, istrinya, tetapi tetap saja Pak dhe lebih tua beberapa bulan. Ayah malah lebih tua tiga tahun daripada Ibu. Tetapi, mengapa kakaknya semata wayang malah memilih wanita yang lebih pantas menjadi kakak atau bahkan mungkin bibinya untuk menjadi istrinya?
Ah, dunia ini memang aneh, pikir gadis itu menggeleng-gelengkan kepala.

"Sudah, ah, marahnya, "bisik Nada kepada suaminya yang duduk di sampingnya. "Sudah lima jam."
Raut muka Tantra bak sprei baru diangkat dari jemuran. Kusut sekali. Ia baru saja mengalami kejadian yang membuatnya malu setengah hidup. Kejadian itu berlangsung sore tadi di rumah mertuanya, di sofa ruang tengah.
Listrik mendadak padam. Tantra yang tidak tahu bahwa Nada baru saja beranjak untuk mencuci muka dengan santainya meraih tangan yang terdekat dengannya. Tepat saat itu, listrik menyala. Dan alangkah terkejutnya Tantra melihat istrinya menjelma dua puluh tahun lebih tua.
"Ma maaf, saya kira..., "merah padam wajah Tantra. Dengan gugup, ia melepaskan tangannya.
"Istrimu ada di kamar mandi, cuci muka, "ujar Tia, ibu mertua dengan datar.

"Siapa yang matikan listrik?"Tantra masih saja kesal mengingat kejadian tadi.
"Maafkan, Banu, "jawab Nada sabar. "Dia lupa kalau sudah jam lima sore tidak boleh setrika, "Wanita berjilbab hijau muda itu menyodorkan secangkir teh hangat.
Tantra menerimanya. Masih dengan tampang kusut.

Minggu, 02 Januari 2011

Kisah Kerajaan Pantang Mundur

Akhir-akhir ini banyak blog bermunculan bagaikan jamur di musim hujan. Orang-orang dari berbagai usia dan profesi pun tidak mau ketinggalan, berlomba-lomba membuat blog. Walaupun ada juga yang hanya pasang judul, sedangkan blognya tidak pernah diisi (yang merasa tersindir jangan marah, ya. Saya juga punya blog spesalis judul, kok).
Al kisah tersebutlah sebuah kerajaan bernama Pantang Mundur yang berdiri megah di wilayah mungil dengan penduduknya yang ramah tamah. Kerajaan ini sangat terkenal sampai ke pelosok dan sangat disegani oleh kerajaan-kerajaan lain.
Raja Kerajaan Pantang Mundur adalah seorang yang arif bijaksana. Kadang-kadang arif, lain waktu ia bijaksana (apa ya bedanya?) Yang jelas Yang Mulia Baginda tidak bernama Arif Bijaksana.
Baginda selalu menginginkan kemajuan bagi kerajaan dan rakyatnya, terutama dalam bidang teknologi spesialis internet. Maka ia menyediakan fasilitas internet gratis online 24 jam (kecuali kalau listrik padam, komputer ngadat, atau sebab-sebab yang lain). Ia sangat mengharap seluruh rakyatnya tidak lagi gaptek (gagap teknologi) . Malu kan, masa kerajaan terkenal, penduduknya buta teknologi? Tetapi sebelum memerintahkan rakyat mengakses internet, sang Raja pun belajar lebih dulu karena ingin memberi telatan eh salah, teladan.
Sang Raja yang terkenal dengan kegigihannya itu pun kini telah berhasil membuat nyaris 100 persen dari total jumlah rakyatnya terbebas dari buta internet. Suatu hasil yang fantastis karena dalam waktu relatif singkat, raja mampu mengentaskan 99,9% rakyatnya dari gaptek.
Keputusan raja yang membebaskan rakyat menggunakan fasilitas internet kerajaan 24 jam itu tentu saja disambut gegap gempita oleh rakyat. Mereka bersyukur memiliki pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka pun berlomba-lomba mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan teknologi khususnya internet.
Seiring dengan berjalannya waktu, Tuanku Yang Mulia Baginda tidak ingin rakyatnya sekadar mengetahui dunia maya tetapi lebih dari itu. Ya, beliau juga mengharapkan rakyatnya untuk berkarya. Pengumuman melalui dunia maya pun berkumandang.
Wahai rakyat Kerajaan Pantang Mundur yang tercinta, bacalah pengumuman ini!
Pengumuman!
Mulai saat ini kalian wajib membuat blog ! Perintah Baginda Raja tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat-menyurat!
Tentu saja sang Baginda tidak asal memerintah, beliau juga mengadakan beberapa kali pembinaan dan pelatihan sampai rakyatnya menguasai ilmu blog-blogan.
Seperti biasa raja tersebut telah membuat blog lebih dulu sebelum membuat pengumuman itu. Satu hari sang Baginda mampu melakukan posting sampai 100 kali (kebanyakan nih, kurangi 0-nya satu boleh kan, daripada 1-nya yang dikurangi). Satu hari beliau menghasilkan 10 artikel maupun opini.
Tetapi sayang seribu sayang, belum 100% rakyatnya yang melaksanakan perintah rajanya. Alasan mereka beragam, ada yang mengatakan tidak punya waktu, fasilitas internet masih kurang sehingga harus bergiliran, dan beberapa alasan lainnya. Setelah menunggu dan berusaha bersabar beberapa waktu, Baginda pun memutuskan untuk memberikan ultimatum kepada rakyatnya yang belum juga membuat blog. Ia menentukan akan memberlakukan deportasi atau menghapus kewargakerajaan kepada rakyat yang membangkang itu. Deportasi diberlakukan bagi rakyat imigran, sedangkan menghapus kewargakerajaan diberlakukan bagi rakyat penduduk di sekitar kerajaan.
Baginda Kerajaan Pantang Mundur tampaknya terlupa satu hal. Rakyatnya memiliki kewajiban yang lebih utama dibanding membuat blog. Membuat blog hanya dapat dilakukan pada saat longgar dan harus diselesaikan dalam waktu berjam-jam. Padahal ada tanggung jawab lain yang tidak dapat ditunda atau ditinggalkan begitu saja.
Seandainya tidak satu pun rakyat yang dapat atau sempat membuat blog, maka pasti terjadilah korban-korban deportasi dan warga yang tidak punya status kewargakerajaan. Lha, kerajaannya bisa bubar. Padahal syarat-syarat berdirinya kerajaan kalau tidak salah : 1. memiliki wilayah, artinya ada kerajaan yang nyata, 2. sudah ada rajanya, dan 3. rakyat yang tinggal di wilayah itu. Kalau kerajaan bubar, berarti dinasti Pantang Mundur bisa-bisa hanya tinggal nama.
Sampai detik ini kerajaan tersebut masih berdiri dengan megahnya tetap dengan Sri Baginda yang arif bijaksana itu, walaupun kadang-kadang suka lupa dengan predikat tersebut (wajar kan, 'Raja juga manusiaaa'!).
Kisah Kerajaan Pantang Mundur

Catatan : Cerita ini khayalan belaka. Jika ada beberapa bagian yang sama, hal itu bukan merupakan kebetulan.

Di Arung Jeram Cinta

Tantra menoleh mengikuti arah pandang gadis itu.
Tampak Danar menyeringai kesakitan. Entah apa yang dilakukan Rafa sehingga laki-laki itu terlihat begitu kesakitan.
Sementara itu gadis remaja yang menjadi lawannya sudah berlenggang kangkung meninggalkan arena pertandingan.
Tiba-tiba.... "Dik! Awaas!!"seru Tantra sambil melesat mengirimkan tendangan melingkar tepat mengenai dada Danar.
Danar terhuyung-huyung memegangi dadanya. Ia menatap remaja berseragam SMA dengan kemarahan luar biasa. "Kau, kau curang!"
"Apa bedanya dengan dirimu?"tukas Tantra tenang.
Danar membusungkan dada. "Belum pernah Danar dikalahkan perempuan, apalagi yang masih ingusan macam dia!"serunya menuding Rafa sengit.
Yang ditunjuk malah tersenyum-senyum tenang. Bukan main panas hati Danar melihat tingkah lawannya itu. "Untung kamu perempuan, kalau tidak sudah aku...!"
"Sudahlah, jelas-jelas adikku yang perempuan tidak mau berurusan dengan pecundang macam dirimu, jadi pergilah!"
Kali ini Danar tak lagi berusaha memancing keributan, ia hanya menuding sambil berseru dan tak lupa memegangi dadanya yang kesakitan. "Kk...kkau...awas!"ia pun terpincang-pincang meninggalkan jalan itu.
Tantra berpaling ke arah adiknya. "Kauapakan dia, jalannya sampai pincang begitu?"
Rafa, adik Tantra yang lincah itu tersenyum iseng. "Dia pakai celana koyak di bagian lutut kanan, "ujarnya lirih.
"Lho, apa hubungannya dengan jalan pincang?"Tantra penasaran.
"Sst, ada bisulnya...."
"Lalu?"
"Bisulnya aku tendang...."
Meledak tawa Tantra mendengar jawaban adiknya. Sementara Nada tersenyum geli.
Rafa pun tersipu-sipu.


Nada terkejut. Tiba-tiba Tantra berhenti mengupas jeruk bali di tangannya.
"Aku baru ingat, "katanya.
"Ingat apa?"
"Dia Danar, bukan?"
"Siapa?"Nada kebingungan.
"Laki-laki yang bisulnya ditendang Rafa. Dia Danar, bukan?"
Nada mengangguk perlahan.
"Sudah kuduga. Pantas saja ia terus mengikuti kita."
"Hah?"nyaris Nada berteriak kalau saja suaminya tidak memberi kode agar tenang. "Eh, tahu darimana?"
"Dia duduk searah jam duabelas siang, kira-kira dua meter dari kita duduk."
Nada mengangguk tanpa menoleh. Perasaannya menjadi gelisah. "Apa yang harus kita lakukan?"
"Biarkan saja."
"Tapi, aku tidak enak. Baiknya kita pergi saja."
Tantra menghela napas. "Mbak, toh, dia tidak mengganggu kita."
"Kau belum mengerti kebiasaannya."
"Maksudmu?"
"Dia pasti sedang merencanakan sesuatu."
Tantra beranjak dari duduk. "Baiklah, ayo, kita pergi." Ah, bahkan malam minggu pun kami tidak bisa bersantai-santai, pikirnya.
Nada menarik napas lega.
Sementara itu sosok yang sedang diperbincangkan hanya tersenyum sinis sembari menjentikkan abu rokok ke asbak yang tersedia di atas meja.